Dimas Nurcahyo mahasiswa semester 4 jurusan Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lentera24.com - Harta merupakan komponen pokok ...
Dimas Nurcahyo mahasiswa semester 4 jurusan Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lentera24.com - Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, aspek dlaruriyat yang tidak dapat ditinggalakan dan dikesampingkan. Dengan harta tersebut manusia dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, baik yang bersifat materi maupun immaterial. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut terjadilah kemudian proses hubungan kepentingan dan kebutuhan antar sesama manusia yang secara fithrah manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan saling membutuhkan satu sama lainnya.
Pada umumnya kebanyakan ualam fiqh memaknai harta dengan seagala sesuatu yang bernilai finansial atau berharga, serta dapat dijualbelikan, sehingga jika ada yang menghilangkan atau merusaknya, harus dilakukan ganti rugi atau tanggungjawab. Jadi segala sesuatu yang bernilai meterial, itulah harta, sementara manfaat dan atau hak, menurut Hanafiyah tidak termasuk ke dalam harta. Meskipun demikian, ada juga ulama yang berpendapat bahwa hak dan manfaat juga termasuk harta. Yang dimaksud manfaat adalah bernilai guna dan faedah, sehingga kepemilikan atas suatu benda akan memberikan arti penting dan fungsi bagi pemiliknya. Dengan memiliki laptop atau notbook, seseorang dapat mengerjakan pekerjaan ketikan, atau internetan, brosing, seaching, dll. Orang yang memiliki handphone juga dapat mengambil manfaat dengan berkomunikasi melalui, WA, SMS, telpon langsung, dan fungsi-fungsi serta manfaat lainnya dari handphone tersebut.
Ahmad Wardi Muslich mengklasifikasi harta menjadi empat bagian, yaitu:
1. Harta Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
Al-Maal mutaqawwim adalah harta yang diperoleh manusia sebagai hasil uasaha atau kasab yang diperbolehkan syara’ untuk memanfaatkannya. Sedangkan ghair mutaqawwim yaitu harta yang belum dicapai dan tidak dimiliki sebagai hasil dari uasaha atau kasab, sehingga harta tersebut masih di tempat lain, belum dalam kekuasaan dan genggamannya. Perbedaan pendapat antara Hanafiyah dan jumur ualama ini berdampak kepada hukum, pertama, sah dan tidaknya harta tersebut menjadi objek transaksi. Jika harta mutaqawwim, maka sah transaksinya, tetapi jika ghair mutaqawwim, tidak sah transaksinya. Kedua, adanya kewajiban untuk menggantinya, dan ketiga, harta ghair mutaqawwim yang dimiliki Muslim, tidak ada kewajiban untuk menggantinya. Namun jika pemiliknya non Muslim, babi yang dibunuh menurut Hanfiyah harus dilakukan upaya tanggungjawab dengan menggantinya.
2. ‘Iqar dan Manqul
Al-Maal al-‘iqar adalah harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya, seperti tanah dan bangunan. Termasuk juga tanaman, pepohonan yang melekat tertanam di atas tanah tersebut merupakan maal al‘iqar, jika sama sekali tidak dapat dipindah. Sedangkan al-maal al-manqul adalah harta yang dapat dipindahkan, dikirimkan, atau diantarkan ke tempat lain. Namun demikian, dalam kondisi tertentu al- maal ‘iqar dapat berubah menjadi al-maal al-manqul dan yang manqul dapat brubah menjadi ‘iqar.
3. Mitsli dan Qimi
Harta mistli adalah harta yang ada padanannya atau persamaannya di pasar secara utuh tanpa ada perbedaannya sama sekali. Ada empat jenis harta mistli ini, yaitu: kategori al-makilaat (ditakar), al-mauzunaat (ditimbang), al-‘adadiyaat (dihitung), al-dzira’iyyaat (diukur). Sedangkan harta qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasar, namun setiap satuannya memiliki harga dan nilai yang berbeda.
4. Istihlaqi dan Isti’mali
Al-Maal istihlaki adalah harta yang tidak mungkin lagi dapat dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta tersebut, seperti uang, emas, perak, batu bara, dan pertambangan lainnya. Dan al-maal isti’maali adalah harta yang dapat dimanfaatkan tanpa harus merubah fisik harta tersebut terlebih dahulu, seperti perkebunan, rumah kontrakan, komputer, handphone dan barang-barang lainnya.
Fungsi harta yang sesuai dengan syara’, antara lain untuk: Kesempurnaan ibadah mahdhah, Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, Meneruskan estafet kehidupan, Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Bekal mencari dan mengembangkan ilmu, Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan, Untuk menumbuhkan silaturrahim. Kepemilikan harta di dasarkan pada asas sebagai berikut: Amanah, Infradhiyah, ijtima’iyah dan manfaat. ***