HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Agama Dalam Stratifikasi Sosial

Sarmila Semester:6 Fakultas ilmu sosial dan ilmu Politik Universitas maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang  Lentera24.com - Agama memberi pe...

Sarmila Semester:6 Fakultas ilmu sosial dan ilmu Politik Universitas maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang 

Lentera24.com - Agama memberi perananan penting dalam kehidupan masyarakat, karena agama memberikan sebuah sistem nilai yang memiliki nilai terapan pada norma-norma masyarakat untuk memberikan keabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup pada umumnya, agama merupakan sistem sosial yang dipercayai oleh para penganutnya yang berproses pada kekuatan non empiris yang dipercayai dan didayagunakan untuk keselamatan diri sendiri dan masyarakat (Puspito, 1983:34). Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa agama merupakan suatu fenomena sosial sebagai dorongan jiwa dalam seseorang yang berasal dari fitrah dan telah ada sejak manusia berada dalam alam ruh untuk hidup berketuhanan. Pendayagunaan sarana-sarana supra empiris ditujukan untuk kepentingan supra empiris saja. Agama dalam pandangan sosiologi merupakan pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, keduanya memiliki hubungan saling memengaruhi dan saling bergantung satu bagian dengan bagian yang lainnya. Disamping itu agama turut pula membuat struktur sosial dalam masyarakat. 


Dadang Kahmat menjelaskan bahwa; Adapun agama  dalam pandangan sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Hal ini merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial dalam suatu masyarakat. Agama juga bisa bagian dari unsur kebudayaan suatu masyarakat disamping dari unsur-unsur yang lain. Agama sesuatu yang bersifat pribadi, karena penghayatan yang bersifat pribadi itu, kadang-kadang agama sulit dianalisa dengan menggunakan perspektif sosiologi. 

Emile Durkheim memandang bahwa "agama merupakan sistem kepercayaan dan praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral tunggal yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus", ada dua unsur penting yang dapat menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama yaitu sifat kudus dari suatu agama dan praktek-praktek ritualnya. Agama tidak harus melibatkan konsep tentang suatu makhluk supranatural, melainkan agama tidak terlepas dari kedua unsur tersebut. Sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya, melainkan dari bentuk yang melibatkan dua ciri tersebut. Agama (religi) dipandang sebagai instansi yang mengatur pernyataan iman dalam forum masyarakat (terbuka) dan manifestasinya dapat disaksikan dalam bentuk kaidah, ritual, doa, lambang keagamaan, dll. Tanpa adanya suatu agama yang mengatur serta membina maka keseluruhan kebudayaan (religious) tersebut akan susah untuk diwariskan kepada umat beriman berikutnya kekuatan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sakral maupun angker yang memiliki kekuasaan lebih tinggi maupun yang memberikan pengaruh baik terhadap manusia.

Oleh karena itu manusia melakukan hubungan dengan yang baik. Langkah yang paling jauh dilakukan oleh manusia adalah penyerahan diri secara keseluruhan kepada yang ghaib itu. Iman yang dalam hanya dapat ditemukan pada agama yang mengajarkan bahwa sesuatu yang bersifat ghaib adalah suatu pribadi tertinggi, Tuhan pencipta alam dan yang memanggil manusia hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Kepercayaan tertinggi yang ditemukan dalam agama wahyu seperti agama islam, yahudi dan kristen. Iman yang demikian bersifat pribadi (strict personal) dan pihak manapun tidak berhak campur tangan baik negara maupun golongan. 

Emile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah sistem simbol dimana masyarakat bisa menjadi sadar akan dirinya:ia adalah cara berpikir tentang eksistensi kolektif, agama tidak lain adalah proyeksi masyarakat sendiri dalam kesadaran manusia, selama masyarakat masih berlangsung, agama pun akan tetap lestari, bagaimanapun akan tetap menghasilkan simbol-simbol pengertian dari kolektifnya.dan yang demikian menciptakan agama.
Stratifiksi sosial adalah pembedaan atau pengelompokkan para anggota masyarakat secara vertikal. Pada kelompok masyarakat yang lain, kelas tertentu lebih didominasikan oleh kelompok keagamaan tertentu. karakteristik yang demikian ini akan menghasilkan suatu stratifikasi sosial yang khas akan pada setiap kelompok masyaraka.stratifikasi sosial ini dalam suatu masyarakat pada akhirnya akan membentuk yang namanya stratifikasi sosial yang berada pada strata tinggi sampai yang berada distrata bawah mereka yang berada distrata atas seperti nilai keagamaan dalam masyarakt mereka yang bersedekah atau menginfak lebih bnayak sedangkan mereka yang berada distrata bawah hanya semampunya saja dalam bersedekah atau meninfak.dan ada juga masyarakat strata atas dalam membnatu pembangunan masjid untuk bisa beribadah.
Bila agama dalam penertian nilai agama, terdifusi secara baik atau keseluruhan lembaga-lembaga sosial yang lain maka kemungkinan kecil akan mendorong perubahan sosial, ini dapat dimengerti karena sesungguhnya target agama adalah mendifusikan target nilai-nilai dan cita-cita agama kedalam tatanan sosial.bila ini sudah tercapai agama akan cenderung berjalan ditempat dan mempertahankan kondisi sebaliknya jika agam terpojokdan hanya menjadi satu bagian yang terpisah dari masyarakat, agama akan mendorong perubahan ke arah terdifusinya nilai agama dan masyarakat.***