Dheaeniari Sidabutar Mahasiswa Semester 1, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja A...
Dheaeniari Sidabutar Mahasiswa Semester 1, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji
Lentera24.com --Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah remaja yang disebabkan orang tuanya yang terlalu kejam, tidak dapat menyesuaikan didikan dengan keperluan anak untuk berautonomi, ataupun sebaliknya menyebabkan orang tua tersebut tidak peduli untuk memantau perkembangan sosial anak tersebut. Pelajar seperti ini berpotensi untuk mencari teman sebaya yang mempunyai masalah yang kemudian menjadi faktor penarik untuk terlibat dalam gejala sosial.
Pergaulan bebas adalah tindakan atau sikap yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tidak terkontrol dan tidak dibatasi oleh aturan-aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Pergaulan bebas dalam pemahaman keseharian identik dengan perilaku yang dapat merusak tatanan nilai dalam masyarakat.
Di zaman yang semakin berkembang semakin beragam pula tingkah laku serta masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah remaja. Perkembangan teknologi sekarang ini sedikit banyak telah memberi pengaruh buruk yang menyeret remaja dalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas atau kenakalan remaja tidak lepas dari hubungannya dengan orang tua. Selain itu, pengaruh lingkungan pertemanan juga menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan. Tentunya kita sudah sering mendengar keluhan-keluhan tentang betapa sulitnya menemukan solusi atas masalah tersebut.
Keluhan tersebut tak hanya datang dari orang lain, tetapi juga dari orang tua sendiri yang dalam hal ini seharunya menjadi orang terdekat anak yang memahami kondisi mereka dan bisa membimbing mereka untuk tak terjerumus pergaulan bebas. Meskipun memang ada begitu banyak penyebab yang melatarbelakangi anak hidup dalam pergaulan bebas.
Istilah pergaulan bebas bukan hal yang tabu lagi dalam kehidupan masyarakat, tanpa melihat jenjang usia kata pergaulan bebas sudah sangat populer, artinya bahwa ketika masyarakat mendengar kata pergaulan bebas maka arah pemikirannya adalah tindakan yang terjadi di luar koridor hukum yang bertentangan terutama bagi aturan Agama.
Pakar seks juga spesialis Obstentri dan Ginekologi Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitas 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada tahun 2000 kisaran angka tersebut, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu, Banjarmasin, bahkan di Palu Sulawesi Tengah, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks bebas mencapai 29,9% sementara penelitian yang dilakukan oleh Boyke sendiri tahun (1999) lalu terhadap pasien yang datang di klinik pasutri, tercatat sekitar 18% remaja pernah melakukan hubungan seksual pranikah, kelompok remaja yang masuk pada penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, umumnya masih bersekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) atau mahasiswa.
Namun beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ada banyak penyebab remaja melakukan pergaulan bebas, khususnya kalangan pelajar. Penyebab tiap remaja mungkin berbeda, tetapi semuanya berakar pada penyebab yang utama yakni kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal keyakinan/agama dan ketidakstabilan tingkat emosional. Hal tersebut menyebabkan perilaku yang tak terkendali pada remaja, dan pola pikir rendah.
Sikap mental yang tidak sehat dan pola pikir yang salah, remaja merasa bangga terhadap pergaulan yang tidak sepantasnya. Mereka melakukannya hanya semata-mata untuk menyenangkan diri dan tidak ingin dianggap rendah karena rasa gengsi yang berlebih.
Pelampiasan rasa kecewa, ketika remaja mengalami tekanan karena kekecewaan terhadap orangtuanya yang terlalu otoriter ataupun membebaskan, sekolah yang memberikan tekanan terus-menerus (banyaknya tugas dan menurunnya prestasi), dan lingkungan masyarakat yang memberikan masalah sosialisasi memicu pola pikir negatif dan cenderung mengambil langkah salah untuk menghibur diri.
Kegagalan remaja dalam menyerap norma, majunya perkembangan zaman, globalisasi. Lagi-lagi globalisasi mempengaruhi pola pikir remaja, hanya karena ingin terlihat modernisasi atau bergaya, banyak diantaranya yang mengikuti beberapa budaya Barat yang tidak sesuai dengan nila Pancasila, misalnya bergaya pakaian sesuai artis-artis yang mengenakan pakaian kurang pantas.
Rasa penasaran dan pemahaman perasaan yang labil, mengenal istilah ‘pacaran' istilah tersebut sudah tidak asing lagi di kalangan remaja, apalagi pelajar Menengah Atas. Tetapi banyak diantaranya yang salah pemahaman, misalnya mereka yang memiliki ikatan hubungan dengan gejolak perasaan yang labil dan hanya memikirkan kesenangan sementara tanpa berpikir panjang, dengan melakukan hubungan intim yang tak sepantasnya dilakukan di kalangan pelajar. Pepatah mengatakan “penyesalan datang diakhir” kalau di awal namanya pendaftaran.
Adapun bentuk-bentuk pergaulan bebas yang penting untuk diwaspadai adalah seks bebas, merokok dan minum-minuman keras di kalangan remaja, tawuran, konsumsi obat-obatan terlarang. Di mana pergaulan bebas tersebut bila tidak segera ditanggulangi dapat menyebabkan berbagai dampak buruk, yaitu sebagai berikut:
- Timbul masalah dengan keluarga
- Kehamilan di luar nikah dan penyakit kelamin
- Mendapat stigma buruk dari lingkungan
- Prestasi di sekolah menurun
- Cenderung mencoba hal yang baru tanpa memikirkan akibatnya.
Cara Menanggulangi Pergaulan Bebas
1. Menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika.
Nilai-nilai yang perlu ditanamkan dalam diri antara lain pendidikan agama, moral, dan etika dalam keluarga, kerjasama guru, orang tua dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai tersebut sangat diperlukan agar mudah diserap oleh remaja.
Pendidikan hendaknya tidak hanya mengajarkan kemampuan intelektual, tetapi juga mengembangkan kemampuan emosional agar dapat melatih kepercayaan diri dan mengambil keputusan yang tepat.
2. Penyuluhan pada remaja
Dalam penyuluhan pada remaja perlu dibahas mengenai batas-batas penyimpangan yang masih dianggap dalam batas-batas normal. Semua itu dikemukakan dengan latar belakang norma-norma yang berlaku, termasuk agama dan pandangan masyarakat. Kalau gerakan sederhana ini dimulai dari keluarga, maka persoalan pergaulan bebas dapat diminimalisir sekecil mungkin, karena keluarga adalah dasar pertama untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan. []**