HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Industri Oke, Legalitas Hukum Nomor Satu

Lentera 24 .com  ¦ ACEH TAMIANG   – Terkait kegiatan paket pekerjaan jalan Multi Years Contract (MYC) atau Peningkatan Jalan Batas Aceh Timu...

Lentera24.com  ¦ ACEH TAMIANG – Terkait kegiatan paket pekerjaan jalan Multi Years Contract (MYC) atau Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Kota Karang Baru (P.036), sepanjang 18 kilometer (Babo/Aceh Tamiang - Simpang Jernih/Aceh Timur); yang diplot dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2020 dimulai pekerjaannya. 

Paket MYC tersebut dimenangkan dan dilaksanakan pekerjaannya oleh PT MMR dari Kota Banda Aceh yang dikomandoi MIT sebagai Direktur utamanya. 

Pagu nominal Rp.69,8 miliar rupiah dan hasil negosiasi Rp.59 miliar rupiah dengan unit satuan kerjanya dipegang oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Aceh. 

Tetapi yang menariknya adalah, paket pekerjaannya dari nol sampai pengaspalannya ada indikasi dimonopoli oleh PT MMR, dalam pengadaan bahan baku materialnya. 

“Ya kita sudah lihat, ada indikasi monopoli pekerjaan pengadaan material yang didatangkan dari lokalan, sehingga mematikan pelaku usaha setempat, khususnya penambang material Batu Kerikil dan Koral,” ditegaskan Ketua PWI Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh. Syawaluddin, SmHk.

PT. MMR menunjuk Sub Kontraktor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, batu pecah (split) yang diproduksi oleh PT. AJM, melalui unit stone crusher plant yang ada Kampung Batu Bedulang pemiliknya adalah M, notabenenya menantu dari direktur utama PT. MMR. 

“Ingat, Stone Crusher Plant di Serkil itu belum memiliki Ijin Usaha Industri (IUI) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), sementara baru 5 April 2021 lalu, PT. AJM mengajukan permohonan Persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan, jadi saya kira indikasinya PT. AM belum legal untuk melakukan pembangunan industri tersebut,” tegas Syawal. 

Masih kata Syawal, walaupun PT. AM ingin menumpuk material bahan baku split, pihak perusahaan harus mengantongi SPPL dari Dinas Lingkungan Hidup setempat, menurutnya rentetan untuk bisa melakukan eksploitasi masih panjang rentangnya. 

“Laporan masyarakat kepada saya, malah M mau menambang Galian C jenis bebatuan di wilayah Bengkelang dan Serkil, namun keinginannya ditolak oleh Abdul Thalib, Camat Tamiang Hulu, alasannya, kenapa tidak kerjasama saja dengan penambang setempat untuk menghidupkan ekonomi masyarakat, itukan monopoli namanya,” kata Syawal meniru pernyataan Thalib. 

Syawal berjanji akan membawa pihak DPRK Aceh Tamiang, Dinas Lingkungan Hidup dan Camat, kecamatan Tamiang Hulu untuk melakukan Pansus terhadap kelengkapan Administrasi PT. AJM dan hasil Pansus tersebut dibawa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Dewan. 

Yang hasilnya untuk dilakukan tindakan tegas dan kebijakan yang bijaksana, agar pengusaha tambang Galian C lokal bisa hidup dari kegiatan pekerjaan pembangunan yang ada di Aceh Tamiang. 

“Saya minta pihak PT. AJM buat sementara tidak melakukan aktifitas apapun, sebelum mengantongi ijin. Dan dinas terkait harus memberikan sangsi tegas jika pihak perusahaan melanggar. Jika tidak diindahkan kami sebagai sosial kontrol akan mengambil langkah hukum,” pungkas Syawal. []
L24-Sai


Teks foto : PT. AJM menumpuk material bahan baku split (batu kerikil) yang ada di Kampung Bengkelang Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang.(Lentera24.sai).