Lentera 24 .com | JAKARTA -- Jaksa mendakwa Napoleon Bonaparte telah menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tja...
Lentera24.com | JAKARTA -- Jaksa mendakwa Napoleon Bonaparte telah menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap itu diberikan Djoko Tjandra agar Napoleon yang berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) mengupayakan penghapusan status buronan.
Foto : Detik |
Irjen Napoleon datang langsung ke ruang sidang sebagai terdakwa. Dakwaan Irjen Napoleon dibacakan lebih dulu, sementara dakwaan untuk Brigjen Prasetijo Utomo dibacakan kemudian.
Bila dihitung dengan kurs saat ini maka SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar lebih, sedangkan USD 270 ribu setara dengan Rp 3,9 miliar lebih. Maka total uang suap yang disebut jaksa telah diterima Irjen Napoleon mencapai Rp 6 miliar.
Jaksa mengatakan perbuatan penerimaan suap itu terjadi saat Napoleon menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. Djoko Tjandra memberikan suap itu agar namanya terhapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO), sebab saat itu Djoko Tjandra memang sudah lama menjadi buronan yaitu sejak 2009 dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Perbuatan Irjen Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Jaksa menyebut Irjen Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.
Awalnya pada April 2020 Djoko Tjandra yang sedang berada di Malaysia ingin mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) demi bebas dari semua jeratan hukum. Namun persyaratan PK mengharuskan Djoko Tjandra datang langsung ke Indonesia, sedangkan statusnya sebagai buronan saat itu membuatnya terjepit.
Lantas, Djoko Tjandra meminta bantuan rekannya bernama Tommy Sumardi yang berada di Jakarta untuk menanyakan status buronannya ke Divhubinter Polri. Dalam perjalanannya Tommy Sumardi dikenalkan ke Irjen Napoleon melalui Brigjen Prasetijo yang sudah lebih dulu dikenalnya. Djoko Tjandra sendiri sudah menitip pesan pada Tommy Sumardi mengenai uang Rp 10 miliar yang sudah disiapkan bila status buronan Djoko Tjandra benar-benar bisa lenyap.
Singkat cerita pada 17 April 2020 Tommy Sumardi menemui Irjen Napoleon di ruang kerjanya. Saat itu Irjen Napoleon menyanggupi permintaan Tommy Sumardi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari DPO asalkan ada imbalannya.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh terdakwa Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp 3 miliar)," ungkap jaksa.
Setelahnya jaksa mengatakan pemberian suap terjadi beberapa kali. Awalnya Tommy Sumardi membawakan USD 50 ribu tetapi ditolak Irjen Napoleon karena merasa angkanya terlalu kecil. Lalu Tommy Sumardi kembali menemui Irjen Napoleon dengan membawa SGD 200 ribu yang selanjutnya diterima.
Pada kesempatan lain Tommy Sumardi menyerahkan USD 100 ribu ke Irjen Napoleon. Sisanya secara bertahap Tommy Sumardi menyerahkan lagi USD 150 ribu dan USD 20 ribu sehingga total uang yang diduga diterima Irjen Napoleon adalah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.
"Bahwa perbuatan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo tersebut mengakibatkan terhapusnya status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra pada sistem ECS imigrasi bertentangan dengan kewajibannya sebagai polisi yang seharusnya melakukan penangkapan terhadap Joko Soegiarto Tjandra jika masuk ke Indonesia dan seharusnya menjaga informasi Interpol hanya untuk kepentingan untuk tidak menerima pemberian berupa hadiah dan atau janji-janji," kata jaksa.
Sementara itu data penghapusan red notice lantas digunakan oleh Djoko Tjandra untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada bulan Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelahnya kehebohan mengenai Djoko Tjandra pun terjadi hingga akhirnya Djoko Tjandra ditangkap berkat kerja sama police to police antara Polri dan Polisi Diraja Malaysia (PDRM). Djoko Tjandra ditangkap pada Kamis (30/7) dan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo turun langsung membawa Djoko Tjandra dari Malaysia.
Napoleon pun didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [] DETIK