Oleh : Masri,SP (Alumni Pertanian Unsam) Lentera 24 .com | Aceh Timur -- Dalam bulan terakhir ini kita melihat gencarnya Bupati Aceh Ti...
Oleh : Masri,SP (Alumni Pertanian Unsam)
Lentera24.com | Aceh Timur -- Dalam bulan terakhir ini kita melihat gencarnya Bupati Aceh Timur H.Hasballah M.Thaib melakukan kunjungan ke beberapa Gampong untuk melihat dan meninjau program ketahanan pangan, terutama disektor pertanian khususnya tanaman Palawija dan Perikanan.
Issu ketahanan pangan menyeruak seiring situasi nasional dalam serangan wabah pandemi Covid-19, bahkan dijajaran Polri dan TNI pun ikut ambil bagian dalam mencanangkan program ketahanan pangan.
Program ketahanan pangan yang digembar gemborkan oleh Bupati Aceh Timur baru-baru ini tentu menjadi hal yang menarik untuk di ikuti serta melihat kesungguhan dalam menggalakkan program ketahanan pangan, apakah itu benar-benar program yang serius menjadi program prioritas Bupati Rocky atau hanya sekedar anjangsana ke lahan-lahan petani untuk pecitraan..?
Sebab jika kita kembali beberapa tahun yang lalu Bupati Aceh Timur sendiri begitu sembringah ingin menjadikan Aceh Timur sebagai lumbung pangan dengan mencanangkan beberapa program budidaya Palawija seperti budidaya tanaman kedelai dan jagung hibrida dengan anggaran dari sumber APBN di Kementrian Partanian dengan program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT) Aceh Timur Tahun 2015 mencapai 14 Milyar untuk belanja barang dan jasa, namun sayang program swasembada pangan gagal terwujud, bahkan kepala Dinas Pertanian dan beberapa pejabat lain nya tersandung kasus korupsi yang akhirnya harus mendekam di hotel prodeo.
Kabupaten Aceh Timur sebagai salah satu daerah pertanian dengan luasan lahan pertanian yang di tanami padi mencapai 33 ribu Ha, sedangkan lahan palawija berkisar 300 ha, tentu sangat logis Aceh Timur menjadi kawasan Ketahanan Pangan, disamping ketersedian lahan produktif sangat luas, juga struktur tanah yang sangat subur.
Lalu benarkah Bupati Aceh Timur serius menciptakan program ketahanan pangan, pertanyaan ini tentu harus dilihat beberapa variabel sejauhmana tingkat pertumbuhan dan peningkatan produksi pertanian, optimalisasi lahan pertanian yang telah ada, pembukaan lahan cetak sawah baru, indek kesejahtraan petani serta tingkat kecukupan kebutuhan petani baik dalam ketersedian bibit dan pupuk subsidi yang menjadi kebutuhan dasar petani serta sejauhmana kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi pertanian yang makin pesat.
Untuk melihat secara objektif tentu harus didukung oleh data yang valid, dan butuh proses penelitian, mengingat sampai saat ini Dinas Pertanian Aceh Timur selama ini belum pernah merilis grafik pertumbuhan pertanian dan capaian-capaian petani dari tahun ketahun.
Bila dilihat dalam sub sektor Pertanian tanaman padi, di wilayah Kecamatan Madat, Simpang Ulim dan Pante Bidari sebagai kawasan agro politan(kota tani) karena ketersedian sumber daya air irigasi namun dari tahun ke tahun nilai dan tingkat produksi pertanian penghasil gabah tidak ada peningkatan secara signifikan, bahkan daya produksi gabah stagnan, disamping itu juga prilaku petani masih menggunakan pola konvensional,
Persoalan harga dan kelangkaan pupuk masih menjadi persoalan mendasar bagi petani, petani kelimpungan dalam mendapatkan pupuk murah, jangankan pupuk subsidi dengan harga HET, membeli pupuk mahal saja susah dan langka.
Disamping itu, banyak areal lahan sawah di Aceh Timur yang masih bergantung pada tadah hujan, Pemerintah Aceh Timur belum menunjukkan ada langkah-langkah solusi kongkrit untuk mengatasi terhadap sumber daya air, sehingga banyak daerah petani gagal panen seperti yang terjadi di Kecamatan Julok dan Nurussalam beberapa waktu lalu serta beberapa daerah lain nya.
Dalam hal menjaga stabilitas harga gabah sebagaimana ditetapkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) sebagaiman Permendag nomor 24 tahun 2020 tentang besaran harga gabah, Pemerintah Aceh Timur baik Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, belum ada upaya penampungan untuk membeli gabah petani dengan harga yang layak, sehingga petani sangat kewalahan. [] L24-RIZ
Lentera24.com | Aceh Timur -- Dalam bulan terakhir ini kita melihat gencarnya Bupati Aceh Timur H.Hasballah M.Thaib melakukan kunjungan ke beberapa Gampong untuk melihat dan meninjau program ketahanan pangan, terutama disektor pertanian khususnya tanaman Palawija dan Perikanan.
Issu ketahanan pangan menyeruak seiring situasi nasional dalam serangan wabah pandemi Covid-19, bahkan dijajaran Polri dan TNI pun ikut ambil bagian dalam mencanangkan program ketahanan pangan.
Program ketahanan pangan yang digembar gemborkan oleh Bupati Aceh Timur baru-baru ini tentu menjadi hal yang menarik untuk di ikuti serta melihat kesungguhan dalam menggalakkan program ketahanan pangan, apakah itu benar-benar program yang serius menjadi program prioritas Bupati Rocky atau hanya sekedar anjangsana ke lahan-lahan petani untuk pecitraan..?
Sebab jika kita kembali beberapa tahun yang lalu Bupati Aceh Timur sendiri begitu sembringah ingin menjadikan Aceh Timur sebagai lumbung pangan dengan mencanangkan beberapa program budidaya Palawija seperti budidaya tanaman kedelai dan jagung hibrida dengan anggaran dari sumber APBN di Kementrian Partanian dengan program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT) Aceh Timur Tahun 2015 mencapai 14 Milyar untuk belanja barang dan jasa, namun sayang program swasembada pangan gagal terwujud, bahkan kepala Dinas Pertanian dan beberapa pejabat lain nya tersandung kasus korupsi yang akhirnya harus mendekam di hotel prodeo.
Kabupaten Aceh Timur sebagai salah satu daerah pertanian dengan luasan lahan pertanian yang di tanami padi mencapai 33 ribu Ha, sedangkan lahan palawija berkisar 300 ha, tentu sangat logis Aceh Timur menjadi kawasan Ketahanan Pangan, disamping ketersedian lahan produktif sangat luas, juga struktur tanah yang sangat subur.
Lalu benarkah Bupati Aceh Timur serius menciptakan program ketahanan pangan, pertanyaan ini tentu harus dilihat beberapa variabel sejauhmana tingkat pertumbuhan dan peningkatan produksi pertanian, optimalisasi lahan pertanian yang telah ada, pembukaan lahan cetak sawah baru, indek kesejahtraan petani serta tingkat kecukupan kebutuhan petani baik dalam ketersedian bibit dan pupuk subsidi yang menjadi kebutuhan dasar petani serta sejauhmana kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi pertanian yang makin pesat.
Untuk melihat secara objektif tentu harus didukung oleh data yang valid, dan butuh proses penelitian, mengingat sampai saat ini Dinas Pertanian Aceh Timur selama ini belum pernah merilis grafik pertumbuhan pertanian dan capaian-capaian petani dari tahun ketahun.
Bila dilihat dalam sub sektor Pertanian tanaman padi, di wilayah Kecamatan Madat, Simpang Ulim dan Pante Bidari sebagai kawasan agro politan(kota tani) karena ketersedian sumber daya air irigasi namun dari tahun ke tahun nilai dan tingkat produksi pertanian penghasil gabah tidak ada peningkatan secara signifikan, bahkan daya produksi gabah stagnan, disamping itu juga prilaku petani masih menggunakan pola konvensional,
Persoalan harga dan kelangkaan pupuk masih menjadi persoalan mendasar bagi petani, petani kelimpungan dalam mendapatkan pupuk murah, jangankan pupuk subsidi dengan harga HET, membeli pupuk mahal saja susah dan langka.
Disamping itu, banyak areal lahan sawah di Aceh Timur yang masih bergantung pada tadah hujan, Pemerintah Aceh Timur belum menunjukkan ada langkah-langkah solusi kongkrit untuk mengatasi terhadap sumber daya air, sehingga banyak daerah petani gagal panen seperti yang terjadi di Kecamatan Julok dan Nurussalam beberapa waktu lalu serta beberapa daerah lain nya.
Dalam hal menjaga stabilitas harga gabah sebagaimana ditetapkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) sebagaiman Permendag nomor 24 tahun 2020 tentang besaran harga gabah, Pemerintah Aceh Timur baik Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, belum ada upaya penampungan untuk membeli gabah petani dengan harga yang layak, sehingga petani sangat kewalahan. [] L24-RIZ