Foto : Ilustrasi Ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semakin melesat hari ini, kita harus menyadari bahwa ada hal pen...
![]() |
Foto : Ilustrasi |
Kemajuan IPTEK saat ini justru berbanding terbalik dengan moral generasi yang semakin terdegradasi seiring perkembangan zaman. Tak hanya pada generasi millenial, kerusakan moral saat ini sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan, ada pada semua tingkatan masyarakat baik anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang seharusnya menjadi figur teladan bangsa.
Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita dapati maraknya kenakalan remaja, pergaulan bebas, tawuran hingga penggunaan narkoba yang terus tumbuh dan mulai menyerang generasi millenial.
Dalam dunia pendidikan kita dapati budaya titip absen, dalam kehidupan bernegara, kita dapati praktek korupsi yang kian menjamur dimana-mana, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Semua permasalahan itu hanya sebagian dari contoh rusaknya moral dan karakter generasi bangsa saat ini.
Beberapa kasus yang sangat mengejutkan sering terjadi di dalam lingkungan pendidikan.
Misalnya kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswa yang terjadi pada salah satu sekolah International di Jakarta. Lain lagi kasus terbunuhnya seorang siswa Sekolah Dasar yang tidak lain pelakunya adalah kakak kelas korban.
Masih hangat juga diingatan kita ketika seorang siswa melecehkan seorang guru honorer dikelasnya yang terjadi disalah satu daerah di Tanah Air. Sementara kunci pendidikan karakter ada pada pendidiknya, bukan dikurikulum ataupun buku.
Inilah yang kita sebut krisis pendidikan karakter yang merupakan krisis kemanusiaan, dimana setiap orang melakukan sesuatu dengan sesukanya tanpa memikirkan akibatnya.
Didalam masa krisis yang kita temui saat ini tampaklah manusia-manusia tanpa displin, manusia yang menerapkan hukumnya sendiri, manusia rakus, dan kehilangan pertimbangan akal sehat. Saat ini banyak sekali orang pintar namun minim akan moral, menggadaikan kehormatan demi mendapatkan apa yang diinginkan, tergelincir dalam arus modernitas yang semakin jauh dengan budaya-budaya lokal sendiri.
Padahal manusia yang pandai adalah manusia yang memikirkan segala sesuatu dengan pertimbangan terlebih dahulu dilihat dari berbagai sudut pandang dalam mengambil suatu keputusan. Pertanyaannya ialah apa penyebabnya? Mari kita kembali kepada pengalaman pribadi ketika masih berada dibangku sekolah.
Sering kali indikator keberhasilan pendidikan disekolah hanya menitikberatkan pada tercapainya pembangunan intelektual siswa melalui indikator-indikator penilaian secara kuantitatif. Nilai 100 yang dicapai saat ujian formal di kelas menjadi satu-satunya indikator keberhasilan pendidikan anak. Tanpa disadari, guru dan orang tua mengamini hal tersebut.
Padahal, jika menyadari sejak awal, hal itu tidaklah cukup. Keberhasilan pembangunan intelektual anak di sekolah juga harus dibarengi dengan keberhasilan pembangunan karakter dan kesiapan anak untuk diterjunkan ke masyarakat setelah belajar selesai. Sejatinya, guru tidak hanya transfer of knowledge melainkan transfer of value.
Tidak hanya dikembangkan dari aspek intelektual saja sehingga mengabaikan nilai- nilai moral, nilai-nilai kebudayaan, tetapi lebih mengarahkan pada hal-hal yang lebih kontekstual dengan mengaitkan materi pelajaran langsung dengan fenomena yang ada.
Pendidikan karakter membutuhkan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, jujur, berani, dan sifat baik lainnya, serta malu bila berbuat kesalahan seperti curang dan malas juga sifat buruk lainnya. Karakter tidak terbentuk secara instan, namun harus dilatih secara serius, dan proporsional agar mencapai hasil yang ideal.
Lembaga keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian anak karena inilah awal tempat anak mengalami pertumbuhan melalui ikatan emosional yang intim, mengalami rasa aman, merasa terlindungi, dan dicintai tanpa pamrih.
Lembaga pendidikan juga mempunyai tugas utama untuk memberikan pendidikan intelektual, tetapi juga harus memiliki visi tentang pemahaman akan nilai yang dibentuk seperti nilai ketekunan, kreativitas, dan sopan santun.
Masyarakat juga berperan memberikan pendidikan khas seperti balai pelatihan dan lembaga kursus. Lembaga agama tidak ketinggalan ikut serta dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan sehingga dapat menciptakan pribadi yang memiliki rasa religius yang kuat.
Negara memberikan pendidikan melalui kedisiplinan dan ketaatan sehingga menjadi pribadi yang sungguh- sungguh berkembang dan memiliki rasa cinta akan negara. Oleh karena itu marilah kita bekerja sama untuk dapat membentuk individu yang bermoral dan memiliki budi pekerti demi kemajuan bangsa ini.
Pengirim :
Nurul Husna
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN AR-RANIRY Banda Aceh