Di setiap musibah akan selalu ada setitik cahaya terang atau hikmah yang bisa dipetik dan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat dunia. H...
Di setiap musibah akan selalu ada setitik cahaya terang atau hikmah yang bisa dipetik dan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat dunia. Hikmah-hikmah ini jika kita konversi ke dalam nilai ekonomi barangkali bisa setara atau bahkan lebih besar atau lebih mahal dari nilai kerugian ekonomi yang diderita hampir seluruh negara di muka bumi ini.
Perlu kita ketahui faktor utama penyebab musibah yang menimpa manusia adalah dosa dan kemaksiatan mereka. Ini merupakan perkara yang pasti dalam syari’at yang suci ini. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman Allâh Azza wa Jalla :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. [an-Nisâ`/4:79)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [al-A’râf/7:96].”
Dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa penyebab siksa itu adalah perbuatan manusia yang mendustakan ayat-ayatNya.
Semua kejadian dan peristiwa di dunia ini tentu memiliki hikmah yang dapat kita petik. Kita berfikir positif dalam menghadapi wabah virus Corona serta berikhtiar mencegahnya.
Covid-19 atau biasa kita sebut virus Corona merupakan wabah atau virus Yang Awal penyebarannya berasal dari kota wuhan, provinsi hubei, China. Sudah banyak kasus yang terjadi di berbagai negara, bahkan hampir mewabah ke seluruh dunia, termasuk indonesia karena virus ini menyebar dengan sangat cepat.
Sebelumnya pemerintah pun sudah mengeluarkan surat himbauan kepada masyarakat untuk tidak banyak melakukan interaksi secara langsung.
Namun, dari semua ini kita seharusnya tetap bersikap positif dan mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang telah terjadi. Ada banyak sekali hikmah-hikmah yang tersimpan dari sebuah cobaan. Bukankah demikian?
Allah SWT telah banyak memberikan contoh dalam hal ini. Allah tidak akan membuat sesuatu sekecil apapun di dunia ini, dengan nir faidah. Sama halnya dalam Musibah Covid-19 yang menguji ketabahan seluruh penduduk bumi ini.
Allâh Azza wa Jalla adalah al-Hakîm, Maha Bijaksana. Segala perbuatan-Nya pasti mengandung hikmah, baik kita ketahui secara jelas maupun samar-samar. Seperti halnya dalam masalah musibah pada manusia, Allâh Azza wa Jalla memberitakan di antara himah-hikmah perbuatan-Nya itu. Inilah di antaranya :
Pertama : Sebagai siksa terhadap sebagian manusia dan keutamaan bagi sebagian yang lain.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wabah tha’un (suatu jenis penyakit menular yang mematikan).
Beliau memberitahukan kepadaku, bahwa itu merupakan siksaan yang Allâh kirimkan kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan Allâh menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Tidak ada seorangpun yang tertimpa penyakit tha’un, lalu ia tinggal di kotanya dengan sabar, mengharapkan pahala Allâh serta ia mengetahui bahwa ia tidak tertimpa sesuatu kecuali apa yang telah Allâh tulis (takdirkan) baginya, kecuali orang itu akan mendapatkan semisal pahala syahid”. [HR al-Bukhâri, no. 3474].
Kedua : Sebagai balasan kesalahan (kemaksiatan) manusia.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَصَائِبُ وَالْأَمْرَاضُ وَالْأَحْزَانُ فِي الدُّنْيَا جَزَاءٌ
Musibah-musibah, penyakit-penyakit, kesusahan-kesusahan di dunia merupakan balasan.
Dalam hadits yang lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يُصِيْبُ رَجُلاً خَدْشُ عُوْدٍ وَلاَ عَثْرَةُ قَدَمٍ وَلاَ اِخْتِلاَجُ عِرْقٍ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَمَا يَعْفُو اللهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah sepotong kayu melukai seseorang, tergelincirnya telapak kaki, dan terkilirnya urat, kecuali dengan sebab dosa. Dan apa yang Allâh maafkan lebih banyak”.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan para sahabatnya dari beberapa kemaksiatan yang menyebabkan bencana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allâh agar kamu tidak mendapatinya: Tidaklah perbuatan keji (seperti bakhil, zina, minum khamr, judi, merampok dan lainnya) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit thâ’un dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang dahulu yang telah lewat.
Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan paceklik, kehidupan susah, dan kezhaliman pemerintah. Tidaklah mereka menahan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
Orang-orang tidak membatalkan perjanjian Allâh dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka (orang-orang kafir) menguasai mereka dan merampas sebagian yang ada di tangan mereka. Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan kitab Allah, dan memilih-milih sebagian apa yang Allâh turunkan, kecuali Allah menjadikan permusuhan di antara mereka.
Ketiga : Sebagai penebus dosa.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Dari Abu Sa’id al-Khudri dan dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Tidaklah seorang muslim ditimpa sesuatu seperti kelelahan, penyakit (yang tetap), kekhawatiran (terhadap sesuatu yang kemungkinan akan menyakitinya), kesedihan, gangguan, dan duka-cita karena suatu kejadian, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allâh akan menggugurkan dosa-dosanya dengan sebab itu”. [HR al-Bukhâri, no. 5642; Muslim, no. 2572].
Keempat : Agar manusia kembali menuju kebenaran, beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴿٤١﴾قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ ۚ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah, “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allâh)”. [ar-Rûm/30:41-42].
Dalam kitab ini Syekh Izzuddin bin Abdisslam menyebutkan secara ringkas 17 faidah dan hikmah dibalik sebuah musibah atau pun bencana. hikmah yang telah dirangkum Syekh Izzudin bin Abdissalam tentu dengan menambahi redaksi dan narasi yang sesuai konteks saat ini.
Pertama, dalam musibah ini kita bisa menyaksikan betapa agungnya kekuasaan Allah. Karena pada hakikatnya semua musibah ini berasal dari Allah, sehingga patut kiranya dari musibah ini kita kembali menyadari bahwa semua ini adalah bentuk Keagungan Allah yang tiada tara.
Kedua, kita hanyalah hamba yang tak berdaya. Di tengah berbagai upaya manusia menghadapi wabah ini kita kembali harus menyadari kita semua hanyalah hambanya.
Ketika semua upaya telah dikerahkan, semua kemampuan juga telah digerakkan kita akan menemui sebuah batas kehambaan. Setelah itu semua keputusan adalah hak Allah. Dan kita pun harus menyadari ‘semua ini telah digariskan’.
Ketiga, ikhlas menerima musibah ini. Karena tidak ada yang sanggup menghilangkan musibah ini kecuali Allah. Pun tak akan ada yang sanggup meringankannya kecuali Allah.
Sehingga mau tidak mau kita harus ikhlas menerima semua ini sebagai bentuk ketundukan kita sebagai seorang hamba.
Keempat, kita akan menyadari bahwa Allah lah tempat kembali yang sejati.
Hal ini selaras dengan apa yang diisyarahkan Allah dalam surat Az-Zumar ayat 8 “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya.”
Kelima, kita dilatih dan dibiasakan untuk Berdoa kepada Allah. Dengan kondisi seperti ini, rasanya tidak mungkin kita menggantungkan harapan pada selain Allah.
Karena Allah sudah berjanji untuk selalu mengabulkan permintaan dari hambanya yang sudi menengadahkan tangan untuk meminta.
Keenam, kita dilatih untuk bersikap tenang menghadapi situasi seperti ini. Syekh Izzzuddin bin Abdissalam dalam hal ini menyitir cerita Nabi Ibrahim yang dipuji Allah dalam Al-Qur’an sebagai orang yang tenang dalam menghadapi musibah (Q.S At-Taubah : 114). Begitupula kita dalam situasi ini kita dituntutut dan dilatih untuk tetap bersikap hilm.
Ketujuh, memaafkan kepada sesama manusia. Dalam konteks ini tentu sangat relevan dengan kondisi bangsa ini. Dimana banyak diantara kita yang justru menjadikan berbagai kelompok sebagai kambing hitam pandemik ini.
Sebagaimana kita saksikan sendiri banyak yang menyatakan pandemik ini adalah adzab Allah atas kedaliman China, juga ada yang mengaitkannya dengan penindasan etnis Uyghur disana. Dari hikmah ketujuh ini kita seakan ditohok oleh Syekh Izzuddin bin Abdissalam untuk menanggalkan semua sikap itu. Kita lebih baik fokus pada upaya-upaya produktif menanggulangi dampak Covid-19 ini bagi bangsa ini.
Kedelapan, kita harus bersikap sabar.
Kesembilan, kita harus bergembira atas berbagai hikmah dibalik musibah ini. Artinya kita harus memandang ini dengan kacamata hikmah. Syekh Izzuddin bin Abdissalam menganalogikan hal ini dengan seseorang yang sedang sakit, tentu ia harus mengkonsumsi berbagai obat-obatan yang pahit rasanya. Nah, dari sini seyogyanya seorang tersebut tidak merasakan pahitnya obat tersebut, namun harus meyakini efek positif setelah meminum obat tersebut.
Kesepuluh, kita harus mensyukuri musibah ini. Sebagaimana seorang pasien yang berterima kasih atas pelayanan seorang dokter yang telah mengobati lukanya.
Kesebelas, hal ini merupakan ajang peleburan dosa itu. Dengan adanya musibah ini barangkali ini merupakan cara Allah untuk mensucikan kotoran-kotoran yang mengotori diri kita.
Kedua belas, memupuk rasa kemanusiaan kita. Hal ini menjadi penting diutarakan oleh Syekh izuddin bin Abdissalam karena terdapat riwayat hadis dalam Kitab Muwattho’ Imam Malik.
“Diantara manusia ada yang diberi kesehatan ada pula yang diberi cobaan. Maka kasihanilah (mereka) yang tertimpa cobaan dan syukurilah atas kesehatan.”
Dalam musibah Covid-19 ini pun kita juga telah menyaksikan betapa banyak manusia yang terpanggil untuk ikut serta menyumbangkan apa yang mereka punya untuk membantu sesama.
Dari sini kita harus merenung hal apa sajakah yang telah kita lakukan atas “solidaritas kemanusiaan” ini?
Ketiga belas, kita baru menyadari betapa pentingnya kesehatan.
Dalam hal ini, kita bisa merenung betapa hal remeh dalam kehidupan kita seperti cuci tangan rutin, pola hidup, pola makan sehat tiba-tiba menjadi hal yang penting dalam kehidupan kita. Bahkan di akhir Syekh Izzuddin bin Abdissalam mengungkapan ungkapan popular yang kini sering didengungkan “kita akan tahu betapa berharganya kesehatan setelah kehilangnya”.
Keempa tbelas, di balik semua ini menyimpan pahala yang besar bagi orang yang bersabar.
Kelima belas, di balik semua ini juga terdapat hikmah yang luar biasa. Syekh Izzuddin bin Abdissalam mencontohkan ketika Nabi Ibrahim mendapat cobaan dengan kehilangan sosok Siti Sarah dalam hidupnya.
Allah mendatangkan Siti Hajar sebagai penggantinya bahkan ia melahirkan seorang penerus yakni Nabi Ismail AS.
Keenam belas, mencegah merebaknya kemaksiatan. Sebagaimana kita tahu dengan mewabahnya virus ini banyak lokasi-lokasi maksiat yang menjadi tutup. Banyak orang takut melakukan maksiat. Dan hal ini merupakan hikmah yang luar biasa.
Ketujuh belas. Hikmah yang terakhir ini merupakan puncak hikmah yang diberikan oleh Allah. Namun tidak semua hambanya bisa mencapai fase ini. Apa itu? Yakni lahirnya sikap rida atas segala ketentuan Allah.
Sikap ini menjadi puncak dari segala hikmah diatas adalah karena dengan keridaan kita terhadap apa yang telah digariskan Allah akan melahirkan Ridho Allah pada kita pula.
Faidah keyakinan ini Setelah mengetahui bahwa seluruh musibah yang menimpa manusia, penyebabnya adalah perbuatan manusia itu sendiri, maka keyakinan ini akan membuahkan hal-hal yang baik.
Yaitu ketika seseorang atau masyarakat tertimpa musibah, maka mereka akan mawas diri dan mengoreksi kesalahan-kesalahannya, lalu kembali kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Penguasa mereka.
Dengan demikian, keadaan mereka menjadi lebih baik daripada sebelum datangnya musibah. Bukan menyalahkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang telah menimpakan adzab kepada manusia.
Marilah kita mentafakuri hikmah dari wabah Covid-19 ini, salah satunya berupa ujiamdan cobaan yang senantiasa semakin mendekatkan diri kepada Allah, sebab dialah yang maha kuasa mengatur segalanya.
Sebagai hambanya kita hanya makhluk yang lemah dan senantiasa harus selalu berharap, bahwa kita merasa yakin ujian dan cobaan adalah cara terbaik Allah swt, mennjadikan diri kita sebagai umat yang kuatdan umat penebar kebaikan dan Rahmatall lil “alamiin bagi seluruh alam semesta. Semoga tulisan saya ini bermanfaat, wallahu ‘Alam.
Pengirim :
Abdus Salam
(KETUA HMPS PBA IAIN MADURA) FAKULTAS TARBIYAH
Perlu kita ketahui faktor utama penyebab musibah yang menimpa manusia adalah dosa dan kemaksiatan mereka. Ini merupakan perkara yang pasti dalam syari’at yang suci ini. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman Allâh Azza wa Jalla :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. [an-Nisâ`/4:79)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [al-A’râf/7:96].”
Dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa penyebab siksa itu adalah perbuatan manusia yang mendustakan ayat-ayatNya.
Semua kejadian dan peristiwa di dunia ini tentu memiliki hikmah yang dapat kita petik. Kita berfikir positif dalam menghadapi wabah virus Corona serta berikhtiar mencegahnya.
Covid-19 atau biasa kita sebut virus Corona merupakan wabah atau virus Yang Awal penyebarannya berasal dari kota wuhan, provinsi hubei, China. Sudah banyak kasus yang terjadi di berbagai negara, bahkan hampir mewabah ke seluruh dunia, termasuk indonesia karena virus ini menyebar dengan sangat cepat.
Sebelumnya pemerintah pun sudah mengeluarkan surat himbauan kepada masyarakat untuk tidak banyak melakukan interaksi secara langsung.
Namun, dari semua ini kita seharusnya tetap bersikap positif dan mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang telah terjadi. Ada banyak sekali hikmah-hikmah yang tersimpan dari sebuah cobaan. Bukankah demikian?
Allah SWT telah banyak memberikan contoh dalam hal ini. Allah tidak akan membuat sesuatu sekecil apapun di dunia ini, dengan nir faidah. Sama halnya dalam Musibah Covid-19 yang menguji ketabahan seluruh penduduk bumi ini.
Allâh Azza wa Jalla adalah al-Hakîm, Maha Bijaksana. Segala perbuatan-Nya pasti mengandung hikmah, baik kita ketahui secara jelas maupun samar-samar. Seperti halnya dalam masalah musibah pada manusia, Allâh Azza wa Jalla memberitakan di antara himah-hikmah perbuatan-Nya itu. Inilah di antaranya :
Pertama : Sebagai siksa terhadap sebagian manusia dan keutamaan bagi sebagian yang lain.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wabah tha’un (suatu jenis penyakit menular yang mematikan).
Beliau memberitahukan kepadaku, bahwa itu merupakan siksaan yang Allâh kirimkan kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan Allâh menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Tidak ada seorangpun yang tertimpa penyakit tha’un, lalu ia tinggal di kotanya dengan sabar, mengharapkan pahala Allâh serta ia mengetahui bahwa ia tidak tertimpa sesuatu kecuali apa yang telah Allâh tulis (takdirkan) baginya, kecuali orang itu akan mendapatkan semisal pahala syahid”. [HR al-Bukhâri, no. 3474].
Kedua : Sebagai balasan kesalahan (kemaksiatan) manusia.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَصَائِبُ وَالْأَمْرَاضُ وَالْأَحْزَانُ فِي الدُّنْيَا جَزَاءٌ
Musibah-musibah, penyakit-penyakit, kesusahan-kesusahan di dunia merupakan balasan.
Dalam hadits yang lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يُصِيْبُ رَجُلاً خَدْشُ عُوْدٍ وَلاَ عَثْرَةُ قَدَمٍ وَلاَ اِخْتِلاَجُ عِرْقٍ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَمَا يَعْفُو اللهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah sepotong kayu melukai seseorang, tergelincirnya telapak kaki, dan terkilirnya urat, kecuali dengan sebab dosa. Dan apa yang Allâh maafkan lebih banyak”.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan para sahabatnya dari beberapa kemaksiatan yang menyebabkan bencana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara jika kamu ditimpa lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allâh agar kamu tidak mendapatinya: Tidaklah perbuatan keji (seperti bakhil, zina, minum khamr, judi, merampok dan lainnya) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit thâ’un dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang dahulu yang telah lewat.
Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan disiksa dengan paceklik, kehidupan susah, dan kezhaliman pemerintah. Tidaklah mereka menahan zakat hartanya, kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
Orang-orang tidak membatalkan perjanjian Allâh dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka (orang-orang kafir) menguasai mereka dan merampas sebagian yang ada di tangan mereka. Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi dengan kitab Allah, dan memilih-milih sebagian apa yang Allâh turunkan, kecuali Allah menjadikan permusuhan di antara mereka.
Ketiga : Sebagai penebus dosa.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Dari Abu Sa’id al-Khudri dan dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Tidaklah seorang muslim ditimpa sesuatu seperti kelelahan, penyakit (yang tetap), kekhawatiran (terhadap sesuatu yang kemungkinan akan menyakitinya), kesedihan, gangguan, dan duka-cita karena suatu kejadian, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allâh akan menggugurkan dosa-dosanya dengan sebab itu”. [HR al-Bukhâri, no. 5642; Muslim, no. 2572].
Keempat : Agar manusia kembali menuju kebenaran, beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴿٤١﴾قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ ۚ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah, “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allâh)”. [ar-Rûm/30:41-42].
Dalam kitab ini Syekh Izzuddin bin Abdisslam menyebutkan secara ringkas 17 faidah dan hikmah dibalik sebuah musibah atau pun bencana. hikmah yang telah dirangkum Syekh Izzudin bin Abdissalam tentu dengan menambahi redaksi dan narasi yang sesuai konteks saat ini.
Pertama, dalam musibah ini kita bisa menyaksikan betapa agungnya kekuasaan Allah. Karena pada hakikatnya semua musibah ini berasal dari Allah, sehingga patut kiranya dari musibah ini kita kembali menyadari bahwa semua ini adalah bentuk Keagungan Allah yang tiada tara.
Kedua, kita hanyalah hamba yang tak berdaya. Di tengah berbagai upaya manusia menghadapi wabah ini kita kembali harus menyadari kita semua hanyalah hambanya.
Ketika semua upaya telah dikerahkan, semua kemampuan juga telah digerakkan kita akan menemui sebuah batas kehambaan. Setelah itu semua keputusan adalah hak Allah. Dan kita pun harus menyadari ‘semua ini telah digariskan’.
Ketiga, ikhlas menerima musibah ini. Karena tidak ada yang sanggup menghilangkan musibah ini kecuali Allah. Pun tak akan ada yang sanggup meringankannya kecuali Allah.
Sehingga mau tidak mau kita harus ikhlas menerima semua ini sebagai bentuk ketundukan kita sebagai seorang hamba.
Keempat, kita akan menyadari bahwa Allah lah tempat kembali yang sejati.
Hal ini selaras dengan apa yang diisyarahkan Allah dalam surat Az-Zumar ayat 8 “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya.”
Kelima, kita dilatih dan dibiasakan untuk Berdoa kepada Allah. Dengan kondisi seperti ini, rasanya tidak mungkin kita menggantungkan harapan pada selain Allah.
Karena Allah sudah berjanji untuk selalu mengabulkan permintaan dari hambanya yang sudi menengadahkan tangan untuk meminta.
Keenam, kita dilatih untuk bersikap tenang menghadapi situasi seperti ini. Syekh Izzzuddin bin Abdissalam dalam hal ini menyitir cerita Nabi Ibrahim yang dipuji Allah dalam Al-Qur’an sebagai orang yang tenang dalam menghadapi musibah (Q.S At-Taubah : 114). Begitupula kita dalam situasi ini kita dituntutut dan dilatih untuk tetap bersikap hilm.
Ketujuh, memaafkan kepada sesama manusia. Dalam konteks ini tentu sangat relevan dengan kondisi bangsa ini. Dimana banyak diantara kita yang justru menjadikan berbagai kelompok sebagai kambing hitam pandemik ini.
Sebagaimana kita saksikan sendiri banyak yang menyatakan pandemik ini adalah adzab Allah atas kedaliman China, juga ada yang mengaitkannya dengan penindasan etnis Uyghur disana. Dari hikmah ketujuh ini kita seakan ditohok oleh Syekh Izzuddin bin Abdissalam untuk menanggalkan semua sikap itu. Kita lebih baik fokus pada upaya-upaya produktif menanggulangi dampak Covid-19 ini bagi bangsa ini.
Kedelapan, kita harus bersikap sabar.
Kesembilan, kita harus bergembira atas berbagai hikmah dibalik musibah ini. Artinya kita harus memandang ini dengan kacamata hikmah. Syekh Izzuddin bin Abdissalam menganalogikan hal ini dengan seseorang yang sedang sakit, tentu ia harus mengkonsumsi berbagai obat-obatan yang pahit rasanya. Nah, dari sini seyogyanya seorang tersebut tidak merasakan pahitnya obat tersebut, namun harus meyakini efek positif setelah meminum obat tersebut.
Kesepuluh, kita harus mensyukuri musibah ini. Sebagaimana seorang pasien yang berterima kasih atas pelayanan seorang dokter yang telah mengobati lukanya.
Kesebelas, hal ini merupakan ajang peleburan dosa itu. Dengan adanya musibah ini barangkali ini merupakan cara Allah untuk mensucikan kotoran-kotoran yang mengotori diri kita.
Kedua belas, memupuk rasa kemanusiaan kita. Hal ini menjadi penting diutarakan oleh Syekh izuddin bin Abdissalam karena terdapat riwayat hadis dalam Kitab Muwattho’ Imam Malik.
“Diantara manusia ada yang diberi kesehatan ada pula yang diberi cobaan. Maka kasihanilah (mereka) yang tertimpa cobaan dan syukurilah atas kesehatan.”
Dalam musibah Covid-19 ini pun kita juga telah menyaksikan betapa banyak manusia yang terpanggil untuk ikut serta menyumbangkan apa yang mereka punya untuk membantu sesama.
Dari sini kita harus merenung hal apa sajakah yang telah kita lakukan atas “solidaritas kemanusiaan” ini?
Ketiga belas, kita baru menyadari betapa pentingnya kesehatan.
Dalam hal ini, kita bisa merenung betapa hal remeh dalam kehidupan kita seperti cuci tangan rutin, pola hidup, pola makan sehat tiba-tiba menjadi hal yang penting dalam kehidupan kita. Bahkan di akhir Syekh Izzuddin bin Abdissalam mengungkapan ungkapan popular yang kini sering didengungkan “kita akan tahu betapa berharganya kesehatan setelah kehilangnya”.
Keempa tbelas, di balik semua ini menyimpan pahala yang besar bagi orang yang bersabar.
Kelima belas, di balik semua ini juga terdapat hikmah yang luar biasa. Syekh Izzuddin bin Abdissalam mencontohkan ketika Nabi Ibrahim mendapat cobaan dengan kehilangan sosok Siti Sarah dalam hidupnya.
Allah mendatangkan Siti Hajar sebagai penggantinya bahkan ia melahirkan seorang penerus yakni Nabi Ismail AS.
Keenam belas, mencegah merebaknya kemaksiatan. Sebagaimana kita tahu dengan mewabahnya virus ini banyak lokasi-lokasi maksiat yang menjadi tutup. Banyak orang takut melakukan maksiat. Dan hal ini merupakan hikmah yang luar biasa.
Ketujuh belas. Hikmah yang terakhir ini merupakan puncak hikmah yang diberikan oleh Allah. Namun tidak semua hambanya bisa mencapai fase ini. Apa itu? Yakni lahirnya sikap rida atas segala ketentuan Allah.
Sikap ini menjadi puncak dari segala hikmah diatas adalah karena dengan keridaan kita terhadap apa yang telah digariskan Allah akan melahirkan Ridho Allah pada kita pula.
Faidah keyakinan ini Setelah mengetahui bahwa seluruh musibah yang menimpa manusia, penyebabnya adalah perbuatan manusia itu sendiri, maka keyakinan ini akan membuahkan hal-hal yang baik.
Yaitu ketika seseorang atau masyarakat tertimpa musibah, maka mereka akan mawas diri dan mengoreksi kesalahan-kesalahannya, lalu kembali kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Penguasa mereka.
Dengan demikian, keadaan mereka menjadi lebih baik daripada sebelum datangnya musibah. Bukan menyalahkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang telah menimpakan adzab kepada manusia.
Marilah kita mentafakuri hikmah dari wabah Covid-19 ini, salah satunya berupa ujiamdan cobaan yang senantiasa semakin mendekatkan diri kepada Allah, sebab dialah yang maha kuasa mengatur segalanya.
Sebagai hambanya kita hanya makhluk yang lemah dan senantiasa harus selalu berharap, bahwa kita merasa yakin ujian dan cobaan adalah cara terbaik Allah swt, mennjadikan diri kita sebagai umat yang kuatdan umat penebar kebaikan dan Rahmatall lil “alamiin bagi seluruh alam semesta. Semoga tulisan saya ini bermanfaat, wallahu ‘Alam.
Pengirim :
Abdus Salam
(KETUA HMPS PBA IAIN MADURA) FAKULTAS TARBIYAH