Lentera 24 .com | ACEH TAMIANG – Kehadiran PT Bima Desa Sawita (BS) di Desa Lubuk Sidup, Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh yan...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG – Kehadiran
PT Bima Desa Sawita (BS) di Desa Lubuk Sidup, Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh
Tamiang, Aceh yang semula dianggap mampu menjadi tempat sandaran bagi masyarakat
untuk menopang perekonomiannya karena bisa bekerja sebagai buruh pabrik kelapa
sawit (PKS) maupun tenaga teknisi pabrik diperusahaan itu berujung menjadi berbalik
arah.
Setelah beberapa waktu lalu sebanyak 18 pekerja PKS, yakni Ali
cs diberhentikan sepihak tanpa memiliki kesalahan apapun dan tanpa diberi uang
pesangon, kini momok menakutkan bagi
pekerja tersebut terulang kembali dilakukan oleh PT BDS. Kali ini, pemutusan
hubungan kerja (PHK) yang diduga dilakukan secara tidak manusiawi dan melanggar
perundang-undangan ketenagakerjaan itu menimpa atas Ketua dan Sekretaris
Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan-Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (PUK SPPP-SPSI) PKS PT Bima Desa Sawita serta dua pekerja
lainnya.
Seperti yang dilansir lentera24.com pada Senin (20 Januari 2020) kemarin,
Ketua dan Sekretaris PUK SPPP-SPSI, Hasbi Gazali Satar dan Ruslan Damanik
beserta seorang karyawan lainnya yang bernama Sa’ban langsung di PHK oleh Kepala Personalia Umum PT BDS, Uswatul Hasan, SPi, MSi melalui
surat PHK-nya pada 13 Januari 2020 yang baru lalu yang diduga karena gara-gara
melakukan tugas sebagai pengurus serikat pekerja yang mendampingi seorang
anggotanya yang bernama Hendro melakukan mediasi Hubungan Industrial (HI) di
Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tamiang. Hendro tersebut juga
merupakan korban PHK sepihak dari pekerjaannya di PKS PT BDS.
Pemecatan pekerja yang dilakukan oleh Kepala Personalia Umum
PT BDS, Uswatul Hasan, SPi, MSi dimaksud erat kaitannya dengan dugaan tindakan kesewenang-wenangan
dari pihak PT BDS karena ada unsur dugaan pelanggaran terhadap norma-norma
peraturan yang berlaku. Hingga berit ini dipublis, masih lentera24.com belum
berhasil mengkonfirmasi Manager PT BDS.
Dan jika PHK terhadap ketua dan sekretaris PUK SPSI PT BDS ini
benar karena disebabkan sedang melakukan pendampingan korban PHK pada HI di Dinas
Nakertrans, maka patut diduga tindakan Kepala Personalia Umum PT BDS tersebut merupakan
tindakan yang mencederai Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 21 tahun 2000
tentang menghalang-halangi kebebasan berserikat.
Sementara itu, dalam kasus dugaan pembayaran gaji pekerja
dibawah upah minimum Provinsi (UMP) Aceh maupun UMK Aceh Tamiang yang dilakukan
PT BDS untuk masa tahun 2019, sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 98
tahun 2018 dalam pasal 2 dijelaskan bahwa UMP Aceh tahun 2019 ditetapkan senilai
Rp 2.916.810, dan UMP tersebut merupakan upah terendah dengan waktu kerja 7 jam
perhari atau 40 jam kerja perminggu. Upah tersebut dipergunakan bagi pekerja
lajang dengan masa kerja 1 tahun.
Selanjutnya pada pasal 7 juga dinyatakan, pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari UMP Aceh sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.
PT BDS juga diduga telah mengangkangi peratuan Gubernur Aceh
tentang UMP Aceh. Hal ini dapat dilihat pada pasal 9 dalam Pergub Aceh Nomor 98
tahun 2018 yang bunyinya, pengusaha yang melanggar ketentuan UMP Aceh tahun
2019 dapat dikenakan saksi pidana sesuai dengan peraturan/perundang-undangan. []
L24-002