Lentera 24.com | ACEH TAMIANG -- Lembaga Wahana Lingkungan Independen (WaLi) meminta DPRK Aceh Tamiang melalui komisi 3, yang membidangi te...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Lembaga Wahana Lingkungan Independen (WaLi) meminta DPRK Aceh Tamiang melalui komisi 3, yang membidangi tentang keuangan, melakukan pansus terkait tidak dibayarnya 14 paket proyek pada Bidang Bina Marga pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Aceh Tamiang, yang bersumber dari dana APBK 2019.
"Kita berharap DPRK Aceh Tamiang tidak hanya menggunakan hak bertanya tapi membentuk Panitia Khusus dan melakukan pansus. Pansus ini bertujuan untuk menentukan nasib rekanan yang telah melaksanakan 14 paket proyek yang bersumber dari dana APBK tahun 2019," ujar Direktur Eksekutif WaLii, Muhammad Suhaji kepada Media ini, Jumat (03/1/2020).
Menurutnya, dengan dilakukan pansus ini, ada jawaban tertulis yang diterima pihak DPRK dari pihak-pihak eksekutif yang terkait terjadinya hal ini, seperti BPKD dan PUPR Aceh Tamiang. Selanjutnya jawaban tertulis yang dterima pihak DPRK, akan juga menjadi pegangan para rekanan, karena setiap bahasa lisan yang disampaikan BPKD kepada pihak rekanan, tidak bisa dipegang dan tidak memiliki kekuatan hukum.
"Kalau hanya hak bertanya. Itu hanya lawak-lawak dan seolah-olah sudah diperiksa oleh DPRK dan takutnya menjadi alat politik. Pansus itulah yang menjawab secara tertulis kepada pihak yang bertanya dan itu bisa dijadikan pegangan bagi rekanan," ujar Suhaji.
Suhaji menduga ada kohesi bobrok dibalik tata kelola keuangan Pemkab Aceh Tamiang. Dehidrasi keuangan tercermin sebanyak 14 paket proyek dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Kabupaten (APBK) tahun anggaran 2019 tak terbayar.
Karena hal ini sudah menjadi berita publik maka pihaknya meminta DPRK melakukan pansus agar memeriksa dan menyatakan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kesalahan tatakelola keuangan Pemkab Aceh tamiang, agar masyarakat yang telah memilih para dewan itu tau mereka benar-benar menjalankan tupoksinya dan tidak dianggap pura-pura bodoh.
"Dengan dilakukan Pansus DPRK, dugaan bobroknya sistem tata kelola keuangan Pemkab Aceh Tamiang dan hal-hal yang menyebakan tidak di bayarnya 14 paket di PUPR Aceh Tamiang, dapat diketahui secara pasti dan bisa diambil langkah kongkrit agar rekanan yang mengerjakan paket tersebut tidak menjadi korban," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah rekanan (Kontraktor) di Aceh Tamiang menjerit akibat proyek yang mereka kerjakan belum di bayar oleh pemerintah setempat. Diantaranya, proyek pengaspalan jalan lingkungan Pendopo Bupati Aceh Tamiang yang berada di Kota Kualasimpang dan 13 proyek lainnya yang berada di Bina Marga PUPR Aceh Tamiang. [] L24-RED
Foto : Direktur Eksekutif WaLii, Muhammad Suhaji |
Menurutnya, dengan dilakukan pansus ini, ada jawaban tertulis yang diterima pihak DPRK dari pihak-pihak eksekutif yang terkait terjadinya hal ini, seperti BPKD dan PUPR Aceh Tamiang. Selanjutnya jawaban tertulis yang dterima pihak DPRK, akan juga menjadi pegangan para rekanan, karena setiap bahasa lisan yang disampaikan BPKD kepada pihak rekanan, tidak bisa dipegang dan tidak memiliki kekuatan hukum.
"Kalau hanya hak bertanya. Itu hanya lawak-lawak dan seolah-olah sudah diperiksa oleh DPRK dan takutnya menjadi alat politik. Pansus itulah yang menjawab secara tertulis kepada pihak yang bertanya dan itu bisa dijadikan pegangan bagi rekanan," ujar Suhaji.
Suhaji menduga ada kohesi bobrok dibalik tata kelola keuangan Pemkab Aceh Tamiang. Dehidrasi keuangan tercermin sebanyak 14 paket proyek dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Kabupaten (APBK) tahun anggaran 2019 tak terbayar.
Karena hal ini sudah menjadi berita publik maka pihaknya meminta DPRK melakukan pansus agar memeriksa dan menyatakan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kesalahan tatakelola keuangan Pemkab Aceh tamiang, agar masyarakat yang telah memilih para dewan itu tau mereka benar-benar menjalankan tupoksinya dan tidak dianggap pura-pura bodoh.
"Dengan dilakukan Pansus DPRK, dugaan bobroknya sistem tata kelola keuangan Pemkab Aceh Tamiang dan hal-hal yang menyebakan tidak di bayarnya 14 paket di PUPR Aceh Tamiang, dapat diketahui secara pasti dan bisa diambil langkah kongkrit agar rekanan yang mengerjakan paket tersebut tidak menjadi korban," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah rekanan (Kontraktor) di Aceh Tamiang menjerit akibat proyek yang mereka kerjakan belum di bayar oleh pemerintah setempat. Diantaranya, proyek pengaspalan jalan lingkungan Pendopo Bupati Aceh Tamiang yang berada di Kota Kualasimpang dan 13 proyek lainnya yang berada di Bina Marga PUPR Aceh Tamiang. [] L24-RED