Oleh : Oktavia Anggraini* Foto : Ilustrasi Kehadiran seorang anak merupakan hal yang sudah pasti sangat diinginkan oleh sepasang suami...
Oleh : Oktavia Anggraini*
Kehadiran seorang anak merupakan hal yang sudah pasti sangat diinginkan oleh sepasang suami istri. Namun, kita pasti tau tidak semua anak yang terlahir akan memiliki kesempurnaan. Dengan kata lain mereka berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Dan karena ketidaksempurnaan mereka itulah yang membuat mereka memiliki kelainan atau mungkin gangguan.
Gangguan yang terjadi pada anak tentu akan mengganggu dan bahkan juga bisa menghambat proses tumbuh kembangnya seperti proses kognitif. Seperti halnya yang dialami oleh anak tunarungu. Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Dan karena keterbatasan pendengaran itulah yang membuat perkembangan kognitif mereka terhambat.
Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial.
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikian pun banyak dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Berdasarkan karakteristik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap karakteristiknya dapat mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak tunarungu. Dan memang sudah dapat dipastikan ketunarunguan pada anak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif mereka. Dan bagi anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam perkembangan kognitifnya, maka hal tersebut akan berakibat pada terhambatnya proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas.
Soemantri (2005:97) mengemukakan bahwa pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Dengan demikian, perkembangan intelegensi secara fungsional mengalami hambatan.
Pernyataan di atas menegaskan bahwa kemampuan intelegensi anak tunarungu sama dengan kemampuan anak pada umumnya tetapi karena anak tunarungu memiliki hambatan dalam kemampuan bicara dan bahasa mengakibatkan anak tunarungu mengalami keterbatasan dalam memperoleh informasi yang diterimanya. Sejalan dengan pendapat di atas bahwa perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi oleh perkembangan bicara dan bahasa. Dampak yang ditimbulkan dari hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu dalam perkembangan kognitif lebih kepada fungsi perkembanga bahasa. Kesulitan lainnya yang muncul sebagai akibat dari ketunarunguan adalah berhubungan dengan bicara, membaca, menulis, tetapi tidak berhubungan dengan tingkat intelegensi (Rahardja, 2006).
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, kemampuan berbahasanya akan berkembang jauh lebih lambat daripada orang mendengar. Kemampuan berbahasa berhubungan dengan alat komunikasi bahasa yaitu menulis, membaca dan berbicara. Kemampuan membaca tidak hanya terbatas pada kemampuan menyebutkan kata-kata secara verbal namun juga menyimpan informasi kata dan artinya ke dalam proses kognitif.
Tin Suharmini (2009: 38) memaparkan tingkatan perkembangan kognitif anak tunarungu ditentukan oleh tingkat kemampuan bahasa, variasi pengalaman, pola asuh atau kontrol lingkungan, tingkat ketunarunguan dan daerah bagian telinga yang mengalami kerusakan, dan ada tidaknya kecacatan lainnya.
Kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu dipengaruhi oleh keterbatasannya dalam menerima informasi, menyimpan informasi, dan mengungkapkan informasi tersebut sebagai sebuah pemahaman dalam proses yang disebut dengan proses kognitif. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif diatas dapat dihubungkan dengan kemampuan anak tunarungu dalam berkomunikasi secara keseluruhan. Tingkat kemampuan bahasa sudah sangat jelas mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang, karena kemampuan kognitif dapat berkembang dengan cara berkomunikasi dan mengelola informasi yang didapatkan dari lingkungan. Anak tunarungu kesulitan dalam mendapatkan informasi selain dari penglihatannya, sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu relatif rendah daripada anak normal. Anak tunarungu akan cepat memahami hal yang pernah dialaminya, sehingga variasi pengalamannya juga sangat mempengaruhi perkembangan kognitifnya.
Lingkungan yang berbahasa intensif akan lebih baik untuk perkembangan kognitif anak tunarungu, karena jika dibiasakan berbahasa walaupun sebelumnya tidak memahami apa yang dikatakan, anak tunarungu akan menjadi lebih kaya akan bahasa sehingga membantu perkembangan kognitifnya. Tingkat kecacatan dan ada tidaknya kecacatan lain mempengaruhi kemampuan anak tunarungu dalam beradaptasi dengan lingkungan. Jika pada anak tunarungu ringan, pembelajaran dapat dibantu dengan dipergunakannya alat bantu dengar, tidak demikian dengan anak tunarungu yang berat. Jika anak tunarungu memiliki kecacatan lain, maka akan berpengaruh pada adaptasi perilaku lain yang dapat memperlambat kemampuan kognitifnya, bahkan lebih kompleks dari itu.
Tentu agar anak tunarungu tidak terlalu banyak mengalami hambatan dalam perkembangan kognitifnya, maka guru, terutama orang tua harus tau cara agar dapat melakukan suatu tindakan yang cocok untuk membantu proses belajarnya. Dan dalam proses perkembangan kognitif pastinya banyak hal yang harus ikut andil untuk menyukseskan proses tersebut. Bukan hanya dukungan dari orang tua guru lingkungan sekitar namun juga dengan diri sendiri.
Jadi, mengenai proses perkembangan kognitif anak tunarungu dapat disimpulkan bahwa peran guru dan orang tua di sini begitu penting dan dibutuhkan. Dukungan lingkungan juga menjadi penunjang memaksimalkan potensi anak. Dan juga sebagai dampak dari ketunarunguannya tersebut hal yang menjadi perhatian adalah kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang rendah. Intelegensi anak tunarungu umumnya berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan tinggi, namun prestasi anak tunarungu terkadang lebih rendah karena pengaruh kemampuan berbahasanya yang rendah.
Maka dalam pembelajaran di sekolah anak tunarungu harus mendapatkan penanganan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Anak tunarungu akan berkonsentrasi dan cepat memahami kejadian yang sudah dialaminya dan bersifat konkret bukan hanya hal yang diverbalkan. Anak tunarungu membutuhkan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat menampilkan kekonkretan sesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode pembelajaran untuk anak tunarungu haruslah yang kaya akan bahasa konkret dan tidak membiarkan anak untuk berfantasi mengenai hal yang belum diketahui.
Ada berbagai macam metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman bagi anak tunarungu. Adanya hambatan anak tunarungu dalam memahami kata per kata dalam kalimat dalam pembelajaran membaca mengisyaratkan peneliti untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman melalui penelitian. Salah satu metode kreatif yang dapat meningkatkan kemampuan membaca adalah penggunaan metode mind map. Metode ini menyajikan langkah-langkah kreatif yang menghubungkan kerja otak kanan dan otak kiri anak. Dalam metode ini, disediakan gambar, kata-kata dan warna yang tidak membosankan dan sangat cocok diterapkan kepada anak tunarungu. Dengan menggunakan metode mind map dalam pembelajaran bahasa yaitu membaca pemahaman maka dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu yang mencakup memahami kata, mengambil pesan atau isi, dan menceritakan kembali informasi yang ada dalam bacaan sederhana.
*Penulis adalah Mahasiswa Psikologi Islam UIN Imam Bonjol Padang, email : raini_oktavia17@yahoo.com
Foto : Ilustrasi |
Gangguan yang terjadi pada anak tentu akan mengganggu dan bahkan juga bisa menghambat proses tumbuh kembangnya seperti proses kognitif. Seperti halnya yang dialami oleh anak tunarungu. Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Dan karena keterbatasan pendengaran itulah yang membuat perkembangan kognitif mereka terhambat.
Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial.
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikian pun banyak dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Berdasarkan karakteristik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap karakteristiknya dapat mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak tunarungu. Dan memang sudah dapat dipastikan ketunarunguan pada anak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif mereka. Dan bagi anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam perkembangan kognitifnya, maka hal tersebut akan berakibat pada terhambatnya proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas.
Soemantri (2005:97) mengemukakan bahwa pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Dengan demikian, perkembangan intelegensi secara fungsional mengalami hambatan.
Pernyataan di atas menegaskan bahwa kemampuan intelegensi anak tunarungu sama dengan kemampuan anak pada umumnya tetapi karena anak tunarungu memiliki hambatan dalam kemampuan bicara dan bahasa mengakibatkan anak tunarungu mengalami keterbatasan dalam memperoleh informasi yang diterimanya. Sejalan dengan pendapat di atas bahwa perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi oleh perkembangan bicara dan bahasa. Dampak yang ditimbulkan dari hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu dalam perkembangan kognitif lebih kepada fungsi perkembanga bahasa. Kesulitan lainnya yang muncul sebagai akibat dari ketunarunguan adalah berhubungan dengan bicara, membaca, menulis, tetapi tidak berhubungan dengan tingkat intelegensi (Rahardja, 2006).
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, kemampuan berbahasanya akan berkembang jauh lebih lambat daripada orang mendengar. Kemampuan berbahasa berhubungan dengan alat komunikasi bahasa yaitu menulis, membaca dan berbicara. Kemampuan membaca tidak hanya terbatas pada kemampuan menyebutkan kata-kata secara verbal namun juga menyimpan informasi kata dan artinya ke dalam proses kognitif.
Tin Suharmini (2009: 38) memaparkan tingkatan perkembangan kognitif anak tunarungu ditentukan oleh tingkat kemampuan bahasa, variasi pengalaman, pola asuh atau kontrol lingkungan, tingkat ketunarunguan dan daerah bagian telinga yang mengalami kerusakan, dan ada tidaknya kecacatan lainnya.
Kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu dipengaruhi oleh keterbatasannya dalam menerima informasi, menyimpan informasi, dan mengungkapkan informasi tersebut sebagai sebuah pemahaman dalam proses yang disebut dengan proses kognitif. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kognitif diatas dapat dihubungkan dengan kemampuan anak tunarungu dalam berkomunikasi secara keseluruhan. Tingkat kemampuan bahasa sudah sangat jelas mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang, karena kemampuan kognitif dapat berkembang dengan cara berkomunikasi dan mengelola informasi yang didapatkan dari lingkungan. Anak tunarungu kesulitan dalam mendapatkan informasi selain dari penglihatannya, sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu relatif rendah daripada anak normal. Anak tunarungu akan cepat memahami hal yang pernah dialaminya, sehingga variasi pengalamannya juga sangat mempengaruhi perkembangan kognitifnya.
Lingkungan yang berbahasa intensif akan lebih baik untuk perkembangan kognitif anak tunarungu, karena jika dibiasakan berbahasa walaupun sebelumnya tidak memahami apa yang dikatakan, anak tunarungu akan menjadi lebih kaya akan bahasa sehingga membantu perkembangan kognitifnya. Tingkat kecacatan dan ada tidaknya kecacatan lain mempengaruhi kemampuan anak tunarungu dalam beradaptasi dengan lingkungan. Jika pada anak tunarungu ringan, pembelajaran dapat dibantu dengan dipergunakannya alat bantu dengar, tidak demikian dengan anak tunarungu yang berat. Jika anak tunarungu memiliki kecacatan lain, maka akan berpengaruh pada adaptasi perilaku lain yang dapat memperlambat kemampuan kognitifnya, bahkan lebih kompleks dari itu.
Tentu agar anak tunarungu tidak terlalu banyak mengalami hambatan dalam perkembangan kognitifnya, maka guru, terutama orang tua harus tau cara agar dapat melakukan suatu tindakan yang cocok untuk membantu proses belajarnya. Dan dalam proses perkembangan kognitif pastinya banyak hal yang harus ikut andil untuk menyukseskan proses tersebut. Bukan hanya dukungan dari orang tua guru lingkungan sekitar namun juga dengan diri sendiri.
Jadi, mengenai proses perkembangan kognitif anak tunarungu dapat disimpulkan bahwa peran guru dan orang tua di sini begitu penting dan dibutuhkan. Dukungan lingkungan juga menjadi penunjang memaksimalkan potensi anak. Dan juga sebagai dampak dari ketunarunguannya tersebut hal yang menjadi perhatian adalah kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang rendah. Intelegensi anak tunarungu umumnya berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan tinggi, namun prestasi anak tunarungu terkadang lebih rendah karena pengaruh kemampuan berbahasanya yang rendah.
Maka dalam pembelajaran di sekolah anak tunarungu harus mendapatkan penanganan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Anak tunarungu akan berkonsentrasi dan cepat memahami kejadian yang sudah dialaminya dan bersifat konkret bukan hanya hal yang diverbalkan. Anak tunarungu membutuhkan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat menampilkan kekonkretan sesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode pembelajaran untuk anak tunarungu haruslah yang kaya akan bahasa konkret dan tidak membiarkan anak untuk berfantasi mengenai hal yang belum diketahui.
Ada berbagai macam metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman bagi anak tunarungu. Adanya hambatan anak tunarungu dalam memahami kata per kata dalam kalimat dalam pembelajaran membaca mengisyaratkan peneliti untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman melalui penelitian. Salah satu metode kreatif yang dapat meningkatkan kemampuan membaca adalah penggunaan metode mind map. Metode ini menyajikan langkah-langkah kreatif yang menghubungkan kerja otak kanan dan otak kiri anak. Dalam metode ini, disediakan gambar, kata-kata dan warna yang tidak membosankan dan sangat cocok diterapkan kepada anak tunarungu. Dengan menggunakan metode mind map dalam pembelajaran bahasa yaitu membaca pemahaman maka dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman anak tunarungu yang mencakup memahami kata, mengambil pesan atau isi, dan menceritakan kembali informasi yang ada dalam bacaan sederhana.
*Penulis adalah Mahasiswa Psikologi Islam UIN Imam Bonjol Padang, email : raini_oktavia17@yahoo.com