Kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan yang ...
Kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan yang luar biasa, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan rohaniah. Proses modernisasi, seringkali bersangkutan dengan nilai-nilai yang bersifat materi dan anti rohani, sehingga mengabaikan unsur-unsur spiritualitas. Benturan antara nilai-nilai materi dan unsur-unsur rohani dalam alam modern, seperti halnya benturan antara persoalan tradisi dan modernitas.
Kesehatan mental adalah salah satu bagian dari psikologi, yang dianggap salah satu bidang yang paling menarik di antara bidang-bidang lain psikologi, baik disekelompok para ahli ilmu kemanusiaan ataupun dikelompok orang awam. Sebabnya adalah bahwa untuk mencapai tingkat yang sesuai dalam kesehatan mental, merupakan yang dicita-citakan oleh semua orang.
Belum pernah mendengar seseorang menginginkan kehidupan psikologi yang tidak sehat. Namun nyatanya kehidupan di zaman modern ini telah menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Hal ini menimbulkan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang telah terabaikan. Hingga melahirkan masalah-masalah kejiwaan yang beragam.
Masalah kejiwaan yang dihadapi seseorang sering mendapat reaksi negatif dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini disebabkan keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai gangguan jiwa.
Tradisi dan budaya yang menghubungkan kasus gangguan jiwa dengan kepercayaan masyarakat setempat, menyebabkan sebagian masyarakat tidak terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan psikiatris terhadap gangguan jiwa. Pandangan Islam tentang gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya. Tulisan ini akan membahas bagaimana kesehatan mental dalam Perspektif Agama Islam.
Kesehatan mental merupakan dua kata yang dialih bahasakan dari istilah Mental Hygiene, yaitu suatu disiplin ilmu yang membahas kesehatan mental atau kesehatan jiwa, yang dalam bahasa arab disebut al-Sihhah al-Nafsiyah. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.
Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
Sesuai dengan pengertian Islam ditinjau dari segi bahasanya dan asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah: (a) Berasal dari ‘salm’ yang berarti damai. (b) Berasal dari kata ‘aslama’ yang berarti menyerah, (c) Berasal dari kata istaslama– mustaslimun yang berarti penyerahan total kepada Allah, (d) Berasal dari kata ‘saliim’ yang berarti bersih dan suci, (d) Berasal dari kata ‘salam’ yang berarti selamat dan sejahtera. Dihubungkan dengan pengertian Islam bahwa kesehatan mental dari sisi perspektif Islam merupakan suatu kemampuan diri individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
Konsep kesehatan mental atau altibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa alAnfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa). Ia biasa menggunakan istilah Tibb al-Qalb untuk menjelaskan kesehatan mental.
Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan.Ketidakseimbangn dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.
Kesehatan mental manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang seperti lingkungan, keluarga. Faktor luar lain yang berpengaruh seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pekerjaan dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental sehat seseorang, namun faktor eksternal yang buruk/tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Gangguan mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan. Dari uraian ini disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental yang berpengaruh pada ketidak wajaran dalam berperilaku. Gangguan mental ini sesuai dengan Al-Quran (QS. Al-Baqarah 2:10) yang Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” Penyakit yang dimaksud disini yakni keyakinan mereka terhadap kebenaran Nabi Muhammad SAW sangat lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam terhadap Nabi Muhammad SAW, agama dan orang-orang Islam.
Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan.
Dari berbagai kasus yang ada justru banyak penderita kejiwaan yang disembuhkan dengan pendekatan agama. Hal ini membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang ber-Tuhan dan akan kembali ke-Tuhan pada suatu saat. Al-Quran berfungsi sebagai asy-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan. Ketenangan jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan Islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam. Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa. dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia dalam Islam.
Tuntunan ajaran Islam mewajibkan bagi manusia mengadakan hubungan yang baik kepada Allah Swt, orang lain, maupun hubungan dengan, alam dan lingkungan. Peranan agama Islam dapat membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kodisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup di dunia maupun akhirat.[]
Pengirim :
Ersha Siti Dzulisa
Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : izadzulisa@gmail.com
Foto : Ersha (Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) |
Kesehatan mental adalah salah satu bagian dari psikologi, yang dianggap salah satu bidang yang paling menarik di antara bidang-bidang lain psikologi, baik disekelompok para ahli ilmu kemanusiaan ataupun dikelompok orang awam. Sebabnya adalah bahwa untuk mencapai tingkat yang sesuai dalam kesehatan mental, merupakan yang dicita-citakan oleh semua orang.
Belum pernah mendengar seseorang menginginkan kehidupan psikologi yang tidak sehat. Namun nyatanya kehidupan di zaman modern ini telah menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Hal ini menimbulkan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang telah terabaikan. Hingga melahirkan masalah-masalah kejiwaan yang beragam.
Masalah kejiwaan yang dihadapi seseorang sering mendapat reaksi negatif dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini disebabkan keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai gangguan jiwa.
Tradisi dan budaya yang menghubungkan kasus gangguan jiwa dengan kepercayaan masyarakat setempat, menyebabkan sebagian masyarakat tidak terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan psikiatris terhadap gangguan jiwa. Pandangan Islam tentang gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya. Tulisan ini akan membahas bagaimana kesehatan mental dalam Perspektif Agama Islam.
Kesehatan mental merupakan dua kata yang dialih bahasakan dari istilah Mental Hygiene, yaitu suatu disiplin ilmu yang membahas kesehatan mental atau kesehatan jiwa, yang dalam bahasa arab disebut al-Sihhah al-Nafsiyah. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.
Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
Sesuai dengan pengertian Islam ditinjau dari segi bahasanya dan asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah: (a) Berasal dari ‘salm’ yang berarti damai. (b) Berasal dari kata ‘aslama’ yang berarti menyerah, (c) Berasal dari kata istaslama– mustaslimun yang berarti penyerahan total kepada Allah, (d) Berasal dari kata ‘saliim’ yang berarti bersih dan suci, (d) Berasal dari kata ‘salam’ yang berarti selamat dan sejahtera. Dihubungkan dengan pengertian Islam bahwa kesehatan mental dari sisi perspektif Islam merupakan suatu kemampuan diri individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
Konsep kesehatan mental atau altibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa alAnfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa). Ia biasa menggunakan istilah Tibb al-Qalb untuk menjelaskan kesehatan mental.
Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan.Ketidakseimbangn dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.
Kesehatan mental manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang seperti lingkungan, keluarga. Faktor luar lain yang berpengaruh seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pekerjaan dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental sehat seseorang, namun faktor eksternal yang buruk/tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Gangguan mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan. Dari uraian ini disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental yang berpengaruh pada ketidak wajaran dalam berperilaku. Gangguan mental ini sesuai dengan Al-Quran (QS. Al-Baqarah 2:10) yang Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” Penyakit yang dimaksud disini yakni keyakinan mereka terhadap kebenaran Nabi Muhammad SAW sangat lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri hati dan dendam terhadap Nabi Muhammad SAW, agama dan orang-orang Islam.
Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan.
Dari berbagai kasus yang ada justru banyak penderita kejiwaan yang disembuhkan dengan pendekatan agama. Hal ini membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang ber-Tuhan dan akan kembali ke-Tuhan pada suatu saat. Al-Quran berfungsi sebagai asy-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan. Ketenangan jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan Islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam. Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa. dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia dalam Islam.
Tuntunan ajaran Islam mewajibkan bagi manusia mengadakan hubungan yang baik kepada Allah Swt, orang lain, maupun hubungan dengan, alam dan lingkungan. Peranan agama Islam dapat membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kodisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup di dunia maupun akhirat.[]
Pengirim :
Ersha Siti Dzulisa
Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : izadzulisa@gmail.com