Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian mencatat di Januari-Desember 2019 kinerja ekspor subsektor perta...
Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian mencatat di Januari-Desember 2019
kinerja ekspor subsektor pertanian berada di angka 171.836 ton yang bernilai
USD 656.401.000. Yang pada sebelumnya
yaitu di Januari-Desember 2018 di angka 247.385 ton yang bernilai USD 640.845.000.
Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, capaian ekspor subsektor tersebut pada tahun 2015 hingga
2018 semester I adalah Rp 30,15 Triliun.
Total ekspor 2015-2019 berjumlah 38,05
Triliun ke 93 negara, 33 negara Eropa, 33 negara Asia, 10 negara Amerika, 15
negara Afrika dan 2 negara Australia. Pendapatan tersebut meliputi ekspor hewan
ternak, obat hewan, hasil ternak, produk hewan non pangan, dan lain-lain.
Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok
obat hewan yang mencapai angka Rp 21,58 Triliun ke 93 negara tujuan ekspor, eberapa negara yang menjadi tujuan
ekspor antara lain Belgia, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, ucap
Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita pada kegiatan Bincang Asyik Pertanian
Indonesia (BAKPIA). Kementan
juga terus menyarankan produsen obat hewan agar kreatif mengembangkan produk
dari bahan lokal. Menggunakan bahan lokal diharapkan dapat mengurangi impor.
Tingginya
nilai ekspor obat hewan ini, sebut Ketut, sangat menggembirakan bagi dunia
usaha di bidang obat hewan. Fakta ini sekaligus menunjukkan obat hewan
mempunyai kontribusi yang besar dalam peningkatan devisa negara. Sejak
Indonesia menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2016, Kementan terus
menerus mendorong peningkatan produsen obat hewan dalam negeri. Produsen obat
dalam negeri dari total 95 produsen, 61 produsen sudah mendapat Sertifikat Cara
Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB).
Obat
hewan yang diekspor antara lain ada vaccine (AI, ND,IB, IBD, ILT, Coryza dan
lain-lain.), Pharmacetyc (Antelmentika, Antidefisiensi, Antibakteria, Antiprotozoa,
Antiseptika dan Desinfektansia.) dan juga Premix (Asam amino (L-Threonine,
Lysine Monohydrochloride, Lysine Sulphate, L- Tryptophan, L-Arginine)). Sebaran
pabrik obat hewan antara lain dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan juga
Jawa Timur.
Selain
obat hewan, tingginya nilai ekspor peternakan turut disumbang oleh ekspor babi
ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun, susu dan olahannya sebesar Rp. 2,32
triliun ke 31 negara, bahan pakan ternak asal tumbuhan sebanyak Rp 2,04 Triliun
ke 14 negara, produki hewan non pangan, telur ayam tetas, daging dan produk
olahannya, pakan ternak, kambing/domba, DOC serta semen beku.
Volume
ekspor tahun 2019 tumbuh 6,23% dibanding tahun 2018 pada periode yang sama, dan
diikuti juga dengan kenaikan nilai ekspor tahun 2019 tumbuh 5,47% dibanding
tahun 2018 pada periode yang sama.
Ekspor
babi hidup berada di angka 12% share terhadap ekspor peternakan tahun 2019. Populasi
Babi Tahun 2018 8.542.488 ekor dengan persebaran Sumatera Utara 1,2 juta ekor,
Kepulauan Riau 367 ribu ekor, Kalimantan Barat 544 ribu ekor, Sulawesi Utara
774 ribu ekor, Sulawesi Selatan 774 ribu ekor, Bali 690 ribu ekor, Papua 871
ribu ekor dan paling banyak di Nusa Tenggara Timur sebanyak 2,1 juta ekor babi.
Ekspor
babi terbanyak adalah ke negara Singapura pada tahun 2019 Agustus di angka 20.365
ton. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan dalam periode Januari sampai
September 2019 ekspor Babi tercatat USD 44,79 juta, tumbuh 9,22% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya USD 41,01 juta. Jenis ekspor babi selain
babi hidup ada pula karkas dan daging babi.
Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I
Ketut Diarmita mengatakan, pihak kementrian akan memperluas pasar ekspor babi menuju
negara-negara Timur Tengah. Sebab menurutnya, permintaan produk ternak dari
negara-negara di kawasan Timur Tengah sangatlah tinggi.
Menteri
Pertanian berhasil mengirimkan produk berupa ayam olahan dan pakan ternak
sebesar Rp 506,2 miliar ke Timor Leste. Pelepasan ekspor ini dilakukan Mentan
Syahrul bersama Komisaris Utama PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Ito Sumardi
dan Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, serta Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan
Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmok.
Dengan
ini Mentan juga menggagas agar meningkatkan volume ekspor 3 kali lipat untuk 5
tahun kedepan. Untuk tercapainya hal tersebut, Mentan mendorong
perusahaan-perusahaan serta produsen besar untuk menguatkan produksi bukan
hanya di skala nasional, tetapi dapat menghasilkan produk yang dapat berkompetisi
dalam pasar dunia. Dalam kesempatan ini, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menyampaikan
volume ekspor peternakan pada 2018 sebesar USD 640,17 juta atau setara Rp 9,05
triliun. Jumlah ini meningkat 2,42% dibanding tahun 2017 yang sebesar USD 625,14
juta atau setara Rp 8,83 triliun.
Komisaris
Utama PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Ito Sumardi menyebutkan nilai nominal
ekspor kali ini merupakan bagian dari ekspor selama tahun 2019 sebesar Rp 506,2
miliar.
Disimpulkan
dari data Statistik Peternakan tahun 2018, jumlah ayam ras pedaging mencapai
3,14 miliar ekor; ayam ras petelur mencapai 261,93 juta ekor dan ayam bukan ras
mencapai 300,98 juta ekor.
Ketut
mengatakan Kementan harus terus menerus mendorong pelaku usaha perunggasan
untuk melakukan industrialisasi perunggasan nasional. Tujuannya adalah agar
mampu melakukan ekspor dan bersaing di perdagangan global.
Pengirim :
Raissa Alifia Safitri
Mahasiswa Administrasi Keuangan dan Perbankan-Universitas Indonesia
Email : raissazulfikar@gmail.com