Lentera 24.com | BANDA ACEH -- Sejumlah kabupaten/kota, SKPA jajaran Pemerintah Aceh, dan beberapa kampus serta LSM di Aceh, menerima anuge...
Lentera24.com | BANDA ACEH -- Sejumlah kabupaten/kota, SKPA jajaran Pemerintah Aceh, dan beberapa kampus serta LSM di Aceh, menerima anugerah keterbukaan informasi publik tingkat Provinsi Aceh dari Komisi Informasi Aceh (KIA). Pemberian anugerah tersebut dilakukan dalam sebuah acara yang dihadiri ratusan perwakilan di gedung serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Selasa (3/12/2019).
Anugerah tersebut diberikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA), Yusran. Penganugerahan ditandai dengan pemberian plakat dan piagam penghargaan kepada masing-masing juara dan nominasi.
Ketua KIA Yusran mengatakan, ajang tersebut merupakan upaya KIA dalam mendukung Pemerintah Aceh untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Tak hanya itu, keterbukaan informasi bagi publik juga sekaligus untuk mendukung 15 program unggulan Aceh.
Yusran menjelaskan, penilaian dan evaluasi badan publik dilakukan KIA sejak beberapa bulan lalu, dimulai Agustus hingga November 2019. "Ada beberapa tahapan evaluasi kita lakukan, mulai dari penilaian mandiri dengan cara membagi formulir, kemudian juga verifikasi dengan mengakses website resmi masing-masing badan publik, dan berkunjung langsung ke masing-masing badan publik," kata Yusran.
Adapun total badan publik yang dinilai sebanyak 159, yang terdiri atas pemerintah kota/kabupaten, SKPA, BUMN, universitas, BUMN, parpol, dan sebagainya. "Ada beberapa kualifikasi atau kategori yang kita cari, yakni cukup informatif, kurang informatif, informatif, menuju informatif, dan tidak informatif,” ungkapnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam sambutannya mengatakan, bahwa transparansi merupakan ruh utama dari reformasi birokrasi. Dengan kata lain, tidak akan ada reformasi birokrasi tanpa transparansi. "Selain wajib diterapkan sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, semangat transparansi juga menjadi dasar utama untuk menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik," kata Nova.
Nova juga mengimbau semua lembaga pemerintahan di Aceh untuk tidak alergi dengan kritik. Apalagi sekarang sudah terbit Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik. "Produk legislasi ini akan menjadi payung hukum dalam penguatan instrumen keterbukaan informasi publik di semua lembaga berbadan hukum di daerah kita ini," katanya.
Berbicara tentang keterbukaan informasi publik ini, sebenarnya prestasi Aceh di tingkat nasional sudah cukup baik. Terbukti selama tujuh tahun berturut-turut sejak tahun 2013, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Aceh selalu mendapat penghargaan sebagai Badan Publik Pemerintah yang informatif dari Komisi Informasi Pusat.
"Namun pencapaian itu jangan membuat kita terlena dan berbangga hati, sebab masih ada kelemahan yang dirasakan masyarakat di sana-sini.
Hal itu dapat kita simak dari survey Komisi Informasi Aceh yang masih melihat adanya SKPA, lembaga instansi vertikal dan partai politik yang belum memenuhi kualifikasi informatif," pungkas Nova. [] SERAMBI
Foto : Serambi |
Ketua KIA Yusran mengatakan, ajang tersebut merupakan upaya KIA dalam mendukung Pemerintah Aceh untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Tak hanya itu, keterbukaan informasi bagi publik juga sekaligus untuk mendukung 15 program unggulan Aceh.
Yusran menjelaskan, penilaian dan evaluasi badan publik dilakukan KIA sejak beberapa bulan lalu, dimulai Agustus hingga November 2019. "Ada beberapa tahapan evaluasi kita lakukan, mulai dari penilaian mandiri dengan cara membagi formulir, kemudian juga verifikasi dengan mengakses website resmi masing-masing badan publik, dan berkunjung langsung ke masing-masing badan publik," kata Yusran.
Adapun total badan publik yang dinilai sebanyak 159, yang terdiri atas pemerintah kota/kabupaten, SKPA, BUMN, universitas, BUMN, parpol, dan sebagainya. "Ada beberapa kualifikasi atau kategori yang kita cari, yakni cukup informatif, kurang informatif, informatif, menuju informatif, dan tidak informatif,” ungkapnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam sambutannya mengatakan, bahwa transparansi merupakan ruh utama dari reformasi birokrasi. Dengan kata lain, tidak akan ada reformasi birokrasi tanpa transparansi. "Selain wajib diterapkan sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, semangat transparansi juga menjadi dasar utama untuk menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik," kata Nova.
Nova juga mengimbau semua lembaga pemerintahan di Aceh untuk tidak alergi dengan kritik. Apalagi sekarang sudah terbit Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik. "Produk legislasi ini akan menjadi payung hukum dalam penguatan instrumen keterbukaan informasi publik di semua lembaga berbadan hukum di daerah kita ini," katanya.
Berbicara tentang keterbukaan informasi publik ini, sebenarnya prestasi Aceh di tingkat nasional sudah cukup baik. Terbukti selama tujuh tahun berturut-turut sejak tahun 2013, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Aceh selalu mendapat penghargaan sebagai Badan Publik Pemerintah yang informatif dari Komisi Informasi Pusat.
"Namun pencapaian itu jangan membuat kita terlena dan berbangga hati, sebab masih ada kelemahan yang dirasakan masyarakat di sana-sini.
Hal itu dapat kita simak dari survey Komisi Informasi Aceh yang masih melihat adanya SKPA, lembaga instansi vertikal dan partai politik yang belum memenuhi kualifikasi informatif," pungkas Nova. [] SERAMBI