Lentera 24.com | ACEH TAMIANG -- Baru beberapa tahun mengoperasikan bisnisnya di Kabupaten Aceh Tamiang, namun sepertinya pihak managemen P...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG --Baru beberapa tahun mengoperasikan bisnisnya di Kabupaten Aceh Tamiang, namun sepertinya pihak managemen Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Bumi Sama Ganda (BSG) sudah mulai menunjukkan taring yang disinyalir arogan kepada karyawan.
Indikasi perlakuan intimidasi terhadap buruhpun mulai dipertontonkan oleh oknum berinisial Maks yang padahal masih berstatus sebagai orang yang makan gaji diperusahaan itu.
Semua pihak tau bahwa sifat dan perilaku mengintimidasi kepada karyawan tersebut merupakan bagian dari pelanggaran Undang-Undang ketenagakerjaan.
Perilaku tidak sehat menurut Undang-undang ini dipraktekkan oknum Maks kepada karyawan itu terjadi berawal dari pasca adanya pemberitaan yang dilansir Lentera24 terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap undang-undang yang mengatur tentang upah lembur kerja karyawan.
Terkuaknya persoalan dugaan intimidasi terhadap karyawan itu terjadi dalam sebuah pertemuan antara Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Pertanian Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK. SPPP-SPSI) PKS PT BSG, PC SPPP-SPSI Kabupaten Aceh Tamiang dengan Managemen PKS PT BSG di Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Aceh Tamiang pada Kamis, (31/10). Pada pertemuan itu, juga dihadiri pihak Kepolisian dari Polsek Rantau dan Polres Aceh Tamiang.
Diungkapkan, saat breving pagi di PKS PT BSG pada Rabu (30/10), dihadapan puluhan karyawan PKS, pihak perusahaan melalui Maks melontarkan perkataan yang bernada pengancaman kepada Ketua dan Wakil Ketua PUK. SPPP-SPSI PT BSG, Hendri Dunan dan Adriansyah.
Kedua orang ini diancam pecat dan akan dipolisikan hanya gara-gara mengungkap kasus persoalan upah lembur yang tidak sesuai dengan Undang-Undang ketenagakerjaan serta persoalan Managemen PT BSG yang telah mengingkari isi dari surat kesepakatan perjanjian bersama dengan karyawan melalui PUK. SPPP-SPSI PT BSG.
Bahkan menurut sejumlah pekerja yang turut breving pagi mengakui kalau boss perusahaan di Banda Aceh akan menuntut secara hukum terhadap Hendri Dunan dan Andriansyah karena dianggap melakukan pencemaran nama baik perusahaan dimedia massa. Padahal kedua orang pengurus serikat pekerja tersebut hanya menyatakan kepada lentera24 terkait upah lembur dan perjanjian yang tidak ditepati oleh pihak perusahaan.
"Katanya karyawan tidak boleh macam-macam karena pihak perusahaan itu memiliki hubungan dekat dengan Bapak Plt Gubernur Aceh. Karena Pak Makmur itu orang yang banyak duit," ungkap seorang dari karyawan yang namanya enggan disebutkan dan di amini oleh sejumlah rekannya yang turut apel pagi. Ungkapan itu dinyatakan kepada lentera24 pada malam harinya.
Dikatakan juga, dalam apel pagi itu, Maks juga menyebut-nyebut kalau dirinya itu berbesanan dengan Mursil yang kini sebagai Bupati Aceh Tamiang
Selain itu papar sejumlah karyawan, bahwa Maks telah menyatakan kalau perusahaan akan menghentikan gaji karyawan jika karyawan banyak melakukan tuntutan terhadap hak-hak buruh.
"Bahkan kata Pak Maks lagi, apabila para pekerja melakukan mogok kerja, kemungkinan akan diberikan sanksi oleh perusahaan," bebernya.
Lebih lanjut dijelaskan, sanksi yang akan diberikan oleh managemen PT BSG tersebut berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan dasar alasan dianggap mengundurkan diri karena pekerja melakukan mogok kerja selama 3 hari.
Dari berbagai ungkapan Maks kepada pekerja pada apel pagi itu, dapat dikaitkan sebagai perbuatan dugaan melanggar Undang-Undang ketenagakerjaan karena melakukan dugaan intimidasi, pengancaman dan berniat menghalangai-halangi serikat pekerja/buruh untuk melakukan mogok kerja.
Sayangnya, pada pertemuan di kantor Disnakertrans itu, Maks tidak turut serta hadir bersama Manager PKS PT BSG, Mukhtar, Askep, Mahyuddin, Humas, Abdul Rauf, Personalia, Mahyaruddin, Marketing, Taswin, sehingga tidak dapat dikonfirmasi langsung.
Namun bagi petinggi managemen PT BSG yang hadir didalam ruangan Kepala Dinas Nakertrans, tidak ada seorangpun yang membantah atas ungkapan terkait ucapan yang dilontarkan Maks saat breving dimaksud.
"Secara aturan yang berlaku, mogok kerja itu hak dasar bagi setiap pekerja apabila suatu persoalan tidak dapat terselesaikan setelah ditempuh tiga kali bipartit. Jadi jika nantinya kami akan melakukan mogok kerja atau unjuk rasa itu sah dan legal menurut hukum apabila semua prosesnya dilakukan sesuai aturan dan mengacu dengan Undang-undang terkait secara benar," bebernya.
Dalam pertemuan dimaksud, Kabid Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Aceh Tamiang, Drs Supriyanto menyebutkan, dugaan intimidasi oleh pihak perusahaan terhadap karyawan dapat dikategorikan sebagai wujud pelanggaran Undang-undang ketenagakerjaan yang bisa menjurus keranah pidana. []L24-002