Lentera 24.com | JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai ada tiga hal yang akan mewarnai peta dan d...
Lentera24.com | JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai ada tiga hal yang akan mewarnai peta dan dinamika politik ke depan pasca terbentuknya kabinet Pemerintahan Jokowi Jilid II.
Pertama, menurut Adi, insoliditas partai politik koalisi pemerintah. Setidaknya kemesraan antar mereka tak akan seperti pada periode pertama. (Baca juga: Bulan Madu Koalisi Jokowi Diprediksi Tak Berlangsung Lama)
"Tanda-tandanya sudah vulgar terutama jelang pembentukan kabinet beberapa waktu lalu. Di internal koalisi Jokowi juga sangat potensial terjadi rivalitas terbuka karena bulan madu politiknya tak seindah dulu lagi," ujar Adi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (6/11/2019).
Kedua, kata Adi, potensi konflik internal partai politik. Periode lalu Hanura dan PKS berkonflik karena perbedaan sikap politik elite. Lima tahun ke depan semua parpol potensial pecah karena rebutan pengaruh dan wewenang untuk menjadi aktor kunci hajatan lima tahunan.
Dinamika itu mulai diperlihatkan internal Partai Golkar yang kembali memanas jelang Munas dan Partai Nasdem yang ditengarai masih 'ngambek' dengan partai pengusung utama Pemerintahan Jokowi, yakni PDIP. (Baca juga: Elite Politik Bermanuver, Diyakini Bakal Terbentuk Koalisi Baru untuk 2024)
Selanjutnya yang ketiga, Adi menilai akan terjadi koalisi acak antar parpol pemerintah dan non pemerintah. Sukar dipastikan soliditas koalisi akan terus ajeg. Terlebih ke depan medan pertempuran akan jauh lebih terbuka karena Jokowi tak maju pilpres lagi.
"Tentu semua parpol berupaya membuat perkongsian menyusun poros kekuatan," kata Analis Politik asal UIN Jakarta ini menandaskan. [] SINDONEWS
Foto : Sindonews |
"Tanda-tandanya sudah vulgar terutama jelang pembentukan kabinet beberapa waktu lalu. Di internal koalisi Jokowi juga sangat potensial terjadi rivalitas terbuka karena bulan madu politiknya tak seindah dulu lagi," ujar Adi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (6/11/2019).
Kedua, kata Adi, potensi konflik internal partai politik. Periode lalu Hanura dan PKS berkonflik karena perbedaan sikap politik elite. Lima tahun ke depan semua parpol potensial pecah karena rebutan pengaruh dan wewenang untuk menjadi aktor kunci hajatan lima tahunan.
Dinamika itu mulai diperlihatkan internal Partai Golkar yang kembali memanas jelang Munas dan Partai Nasdem yang ditengarai masih 'ngambek' dengan partai pengusung utama Pemerintahan Jokowi, yakni PDIP. (Baca juga: Elite Politik Bermanuver, Diyakini Bakal Terbentuk Koalisi Baru untuk 2024)
Selanjutnya yang ketiga, Adi menilai akan terjadi koalisi acak antar parpol pemerintah dan non pemerintah. Sukar dipastikan soliditas koalisi akan terus ajeg. Terlebih ke depan medan pertempuran akan jauh lebih terbuka karena Jokowi tak maju pilpres lagi.
"Tentu semua parpol berupaya membuat perkongsian menyusun poros kekuatan," kata Analis Politik asal UIN Jakarta ini menandaskan. [] SINDONEWS