Lentera 24.com | JAKARTA -- Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Essam bin Abed Al-Thaqafi angkat bicara soal isu pencekalan kepulangan p...
Lentera24.com | JAKARTA -- Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Essam bin Abed Al-Thaqafi angkat bicara soal isu pencekalan kepulangan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) dari negaranya. Essam menyebut saat ini antara Arab Saudi dan Indonesia tengah ada negosiasi terkait kepulangan Rizieq.
"Masalah ini sebenarnya sedang dinegosiasikan oleh otoritas tinggi kedua negara dan kami berharap ini segera bisa diselesaikan," ujar Essam usai pertemuan dengan Mahfud MD di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (25/11).
Ia pun enggan mengomentari pernyataan Rizieq beberapa waktu lalu yang mengklaim ia dicekal oleh Arab Saudi atas permintaan pemerintah Indonesia. "Saya tidak bisa bicara apapaun karena ini sedang dinegosiasikan secara mendalam oleh kedua otoritas, antara Arab Saudi dan Indonesia," jelasnya.
Saat dimintai konfirmasi, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel mengaku belum mengetahui adanya negosiasi tersebut.
"Saya belum ada info," ujar Agus singkat saat dihubungi DW Indonesia Selasa (26/11).
Momen belum tepat?
Kepada DW Indonesia, pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara, Tia Mariatul Kibtiah menilai pencekalan yang dialami Rizieq merupakan permasalah antara pihak Arab Saudi dengan Rizieq.
"Dari perspektif pemerintah sudah jelas bahwa tidak ada pencekalan. Kita menelusuri dari perspektif mana lagi? Pak Mahfud MD sudah bilang tidak ada pencekalan bahkan sampai menantang, yang dimaksud surat pencekalan itu apa? Tapi ternyata surat itu hanya antara pihak Saudi dan Rizieq begitu, tidak melibatkan pemerintah Indonesia, ini berputar-putar," ujar Tia saat diwawancarai DW Indonesia, Selasa (26/11).
Lebih lanjut Tia menyebut bahwa Arab Saudi mempunya hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia, terutama di sektor ekonomi. Maka itu ia menilai, kedua pihak sangat berhati-hati dalam membahas kasus pimpinan FPI tersebut.
"Selama ini kita baik-baik saja. Saudi selalu mendukung keputusan pemimpin Indonesia siapa pun itu. Karena kepentingan Saudi dengan Indonesia besar terutama di bidang tourism sector, pilgrim atau ibadah haji. Berapa ratus ribu per tahun orang kita yang berangkat haji, itu menjadi income buat saudi. Jadi jelas saudi akan sangat hati-hati," jelas Tia.
Ia juga mengatakan pulangnya Rizieq saat ini bukan merupakan momen yang tepat, dikarenakan Indonesia baru saja memasuki masa-masa konsolidasi pasca pilpres 2019. Ia khawatir kepulangan Rizieq dapat mempengaruhi stabilitas politik dalam negeri yang mampu berimbas kepada hubungan bilateral Indonesia dengan Arab Saudi.
"Andai kepemimpinan Rizieq sama seperti di Muhammadiyah atau di NU, kemudian anggotanya tidak militan itu tidak masalah sih. Kalau di FPI tidak, Rizieq itu leader yang perkatannya harus dikuti, ini sangat berbahaya. Jadi kedua kubu ini Jokowi dan Prabowo melihat kalau kepulangan sekarang belum tepat," papar Tia.
"Saya tidak tahu data tingkat intelijennya seperti apa. Tapi kalau misalnya pemerintah Indonesia minta tahan dulu, ya mereka akan melakukan itu. Karena Rizieq di Saudi juga tidak melakukan tindakan kriminal apa pun. Dikhawatirkan kalau kembali momennya belum tepat karena mereka baru rekonsiliasi takut membuat gaduh akhirnya stabilitas politik di Indonesia kurang baik hingga efeknya akan mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia, terutama income Saudi. Saudi ingin Indonesia tetap damai," tambahnya.
Campur tangan pemerintah
Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, menyambut baik dan meyakini pertemuan antara duta besar Arab Saudi untuk Indonesia dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait kepulangan Rizieq Shihab. Ia menilai kunjungan Essam sebagai bentuk respon pemerintah Arab Saudi atas pernyataan Mahfud yang membantah adanya pencekalan terhadap Rizieq.
"Nah statement itu menurut saya mengganggu pemerintah Arab Saudi. Mungkin dari pemerintah Arab Saudi minta kepada kedutaan besar Arab di Jakarta coba temuin Pak Mahfud. Mungkin ini yang dijadikan bahan untuk menyampaikan ke Pak Mahfud. Bahasanya duta besar Saudi kan untuk menegosiasikan kepulangan Habib Rizieq. Bahasanya Pak Mahfud bukan bahas itu, bahas banyak masalah," ujar Sugito kepada DW Indonesia, Selasa (26/11).
"Tapi yang perlu dicatat, ada nggak duta besar negara asing yang menemui Menkopolhukam selama ini? Kala tidak ada berarti hal yang terkait Habib Rizieq ialah statement sebelumnya yang disampaikan Pak Mahfud adalah hal yang urgent," lanjutnya.
Sugito pun kembali menegaskan bahwa pencekalan terhadap Rizieq merupakan campur tangan dari pemerintah Indonesia benar adanya.
"Pada waktu Habib Rizieq tanya kenapa dicekal tidak bisa pulang ke Indonesia, Anda punya banyak masalah hukum di Indonesia, 2 sudah jadi tersangka dan 15 dalam tingkat penyelidikan sebagai saksi. Pada waktu bendara tauhid puncaknya Habib Rizieq ditangkap, terus ditanyakan siapa yang memegang bendera tauhid, kan dari awal Habib Rizieq bilang tidak tahu menahu. Kalau itu tidak mendapatkan bahan dari inteljen Indonesia bagaiaman Saudi bisa tahu?" tegas Sugito.
"Tapi bukti pencekalan dari intelijen Saudi ke imigrasi tidak ada. Itu kan rahasia intelijen Saudi ke imigrasi Saudi. Itu surat internal Saudi, apalagi kita harus mencarikan surat permohonan pencekalan pemerintah Indonesia ke pemerintah Saudi," pungkas Sugito.
Sebelumnya Menkopolhukam Mahfud MD mengaku tidak tahu menahu soal negosiasi yang dilontarkan duta besar Arab Saudi untuk Indonesia, Essam bin Abed Al-Thaqafi. "Ya mungkin, kan pemerintah banyak ya, jadi mungkin politisi. Ya kan pejabat tinggi banyak ada 34, yang paling tinggi ada 2, dengan saya enggak tadi (pertemuan dengan Dubes Saudi)," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (25/11) dilansir Detiknews. [] REPUBLIKA
Foto : Republika |
Ia pun enggan mengomentari pernyataan Rizieq beberapa waktu lalu yang mengklaim ia dicekal oleh Arab Saudi atas permintaan pemerintah Indonesia. "Saya tidak bisa bicara apapaun karena ini sedang dinegosiasikan secara mendalam oleh kedua otoritas, antara Arab Saudi dan Indonesia," jelasnya.
Saat dimintai konfirmasi, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel mengaku belum mengetahui adanya negosiasi tersebut.
"Saya belum ada info," ujar Agus singkat saat dihubungi DW Indonesia Selasa (26/11).
Momen belum tepat?
Kepada DW Indonesia, pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara, Tia Mariatul Kibtiah menilai pencekalan yang dialami Rizieq merupakan permasalah antara pihak Arab Saudi dengan Rizieq.
"Dari perspektif pemerintah sudah jelas bahwa tidak ada pencekalan. Kita menelusuri dari perspektif mana lagi? Pak Mahfud MD sudah bilang tidak ada pencekalan bahkan sampai menantang, yang dimaksud surat pencekalan itu apa? Tapi ternyata surat itu hanya antara pihak Saudi dan Rizieq begitu, tidak melibatkan pemerintah Indonesia, ini berputar-putar," ujar Tia saat diwawancarai DW Indonesia, Selasa (26/11).
Lebih lanjut Tia menyebut bahwa Arab Saudi mempunya hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia, terutama di sektor ekonomi. Maka itu ia menilai, kedua pihak sangat berhati-hati dalam membahas kasus pimpinan FPI tersebut.
"Selama ini kita baik-baik saja. Saudi selalu mendukung keputusan pemimpin Indonesia siapa pun itu. Karena kepentingan Saudi dengan Indonesia besar terutama di bidang tourism sector, pilgrim atau ibadah haji. Berapa ratus ribu per tahun orang kita yang berangkat haji, itu menjadi income buat saudi. Jadi jelas saudi akan sangat hati-hati," jelas Tia.
Ia juga mengatakan pulangnya Rizieq saat ini bukan merupakan momen yang tepat, dikarenakan Indonesia baru saja memasuki masa-masa konsolidasi pasca pilpres 2019. Ia khawatir kepulangan Rizieq dapat mempengaruhi stabilitas politik dalam negeri yang mampu berimbas kepada hubungan bilateral Indonesia dengan Arab Saudi.
"Andai kepemimpinan Rizieq sama seperti di Muhammadiyah atau di NU, kemudian anggotanya tidak militan itu tidak masalah sih. Kalau di FPI tidak, Rizieq itu leader yang perkatannya harus dikuti, ini sangat berbahaya. Jadi kedua kubu ini Jokowi dan Prabowo melihat kalau kepulangan sekarang belum tepat," papar Tia.
"Saya tidak tahu data tingkat intelijennya seperti apa. Tapi kalau misalnya pemerintah Indonesia minta tahan dulu, ya mereka akan melakukan itu. Karena Rizieq di Saudi juga tidak melakukan tindakan kriminal apa pun. Dikhawatirkan kalau kembali momennya belum tepat karena mereka baru rekonsiliasi takut membuat gaduh akhirnya stabilitas politik di Indonesia kurang baik hingga efeknya akan mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia, terutama income Saudi. Saudi ingin Indonesia tetap damai," tambahnya.
Campur tangan pemerintah
Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, menyambut baik dan meyakini pertemuan antara duta besar Arab Saudi untuk Indonesia dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait kepulangan Rizieq Shihab. Ia menilai kunjungan Essam sebagai bentuk respon pemerintah Arab Saudi atas pernyataan Mahfud yang membantah adanya pencekalan terhadap Rizieq.
"Nah statement itu menurut saya mengganggu pemerintah Arab Saudi. Mungkin dari pemerintah Arab Saudi minta kepada kedutaan besar Arab di Jakarta coba temuin Pak Mahfud. Mungkin ini yang dijadikan bahan untuk menyampaikan ke Pak Mahfud. Bahasanya duta besar Saudi kan untuk menegosiasikan kepulangan Habib Rizieq. Bahasanya Pak Mahfud bukan bahas itu, bahas banyak masalah," ujar Sugito kepada DW Indonesia, Selasa (26/11).
"Tapi yang perlu dicatat, ada nggak duta besar negara asing yang menemui Menkopolhukam selama ini? Kala tidak ada berarti hal yang terkait Habib Rizieq ialah statement sebelumnya yang disampaikan Pak Mahfud adalah hal yang urgent," lanjutnya.
Sugito pun kembali menegaskan bahwa pencekalan terhadap Rizieq merupakan campur tangan dari pemerintah Indonesia benar adanya.
"Pada waktu Habib Rizieq tanya kenapa dicekal tidak bisa pulang ke Indonesia, Anda punya banyak masalah hukum di Indonesia, 2 sudah jadi tersangka dan 15 dalam tingkat penyelidikan sebagai saksi. Pada waktu bendara tauhid puncaknya Habib Rizieq ditangkap, terus ditanyakan siapa yang memegang bendera tauhid, kan dari awal Habib Rizieq bilang tidak tahu menahu. Kalau itu tidak mendapatkan bahan dari inteljen Indonesia bagaiaman Saudi bisa tahu?" tegas Sugito.
"Tapi bukti pencekalan dari intelijen Saudi ke imigrasi tidak ada. Itu kan rahasia intelijen Saudi ke imigrasi Saudi. Itu surat internal Saudi, apalagi kita harus mencarikan surat permohonan pencekalan pemerintah Indonesia ke pemerintah Saudi," pungkas Sugito.
Sebelumnya Menkopolhukam Mahfud MD mengaku tidak tahu menahu soal negosiasi yang dilontarkan duta besar Arab Saudi untuk Indonesia, Essam bin Abed Al-Thaqafi. "Ya mungkin, kan pemerintah banyak ya, jadi mungkin politisi. Ya kan pejabat tinggi banyak ada 34, yang paling tinggi ada 2, dengan saya enggak tadi (pertemuan dengan Dubes Saudi)," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (25/11) dilansir Detiknews. [] REPUBLIKA