Lentera 24.com | JATIM -- Ratusan peserta yang tergabung dalam Perkumpulan Penggemar Ayam Indonesia (PPAI) tumpah ruah dalam ajang kontes ti...
Lentera24.com | JATIM -- Ratusan peserta yang tergabung dalam Perkumpulan Penggemar Ayam Indonesia (PPAI) tumpah ruah dalam ajang kontes tinju ayam “PPAI Lamongan Cup” di Desa Bulutengger, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Minggu (27/10/2019). Beragam jenis ayam petarung diikutkan dalam kontes ketangkasan tinju ayam jago itu.
Totok Sabudi, ketua panitia kegiatan mengatakan, kontes ketangkasan tinju ayam jago ini kebanyakan dihadiri peserta dari dua provinsi yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurut Totok, untuk penyelenggaraan kontes ini digelar setahun dua kali. “Sekarang ini yang hadir kurang lebih ada 500 peserta dari berbagai daerah,” Ujarnya.
Kontes itu bertujuan untuk menampung hobi para penggemar ayam nusantara, dan sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengurangi kegiatan judi ayam secara ilegal.
Menurut Totok, kontes adu ayam ini mempunyai aturan main tersendiri, pola permainannya juga berbeda dengan sabung ayam dengan cara ilegal itu. “Kalau disini ayam diperlakukan seperti seorang atlet, saat bertanding pun ada beberapa kelas yang dimainkan, misalnya saja ada kelas pemula atau perorangan, umur ayam antara 8-9 bulan” imbuhnya.
Dia melanjutkan untuk arena pertandingan juga tidak sembarangan, yaitu dengan menggunakan alas karpet, dan ring yang digunakan dibuat dari benda tidak keras.
Untuk ayam jago yang diikutkan juga mempunyai kriteria khusus, dan dikategorikan berdasarkan berat badan serta umur. Ayam jago yang umurnya 8-9 bulan masuk kategori perorangan atau pemula, kemudian yang umur satu tahun lebih masuk kategori galatama, begitu juga dengan kategori tim. Dalam kontes ini, lanjut dia, pola penilaianya juga menggunakan sistem tiga hitungan poin, yaitu satu, dua dan lima.
Seperti halnya olahraga tinju, lanjutnya, ayam yang bertanding mempunyai batasan waktu. Sedangkan pemenangnya ditentukan dari skor pukulan.
Taji Ayam dibungkus
Kepala Bidang Sumber Daya Manusia PPAI, Julio Ricardo Purwanto, menambahkan, proses penilaian yang dilakukan yaitu satu poin untuk pukulan mengena, dua poin untuk pukulan yang berdampak. Kemudian, lima poin itu yang jiling atau ayam sampai bergetar, lupa ingatan, atau mengalami lupa konsentrasi.
Untuk mengikuti kontes, katanya, kondisi ayam juga harus sehat, jelas dan terawat. Ditambahkanya, dalam kontes ini ayam tidak boleh sampai mati.
“Pokoknya di PPAI disini standar penjuriannya seperti itu. Baik itu perorangan, galatama, maupun tim, yang berbeda hanya didurasi waktu,” ujarnya.
Untuk durasi waktu yang dimainkan antara 15-20 menit, tergantung panitia penyelenggara. Kalau untuk perorangan, hanya dibatasi 15 menit, berbeda dengan galatama dan tim bisa sampai 20 menit.
Saat berlaga, untuk perorangan babak perhitunganya antara satu sampai dua ronde. Sedangkan galatama hanya satu ronde tapi ayam berjenjang, pemenang lawan pemenang, kemudian akan diadu lagi. Untuk yang tim, per ayamnya tiga ronde tanding.
Ayam yang akan di pertandingkan, kata dia, sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Misalnya, ayam yang bermain di bobot 2,6 kilogram harus ketemu dengan bobot yang sama. Selanjutnya yaitu dengan bobot 2,8 kilogram. “Kurang tidak apa-apa, kalau lebih dari itu tidak boleh. Sama seperti orang tinju itu,” imbuhnya.
Panitia mengklaim tidak ada judi dalam kompetisi ini, dan memastikan tidak ada unsur eksploitasi pada ayam, karena menurutnya dalam kontes ada aturan yang ketat, mulai dari bobot ayam, taji ayam yang dibungkus dengan kain sarung tinju. Begitu juga dengan yang juara, diberi penghargaan berupa uang binaan, sertifikat dan piala.
Stigma Negatif
Julio menceritakan, terbentuknya organisasi ini bertujuan ingin merubah stigma negatif di masyarakat, sekaligus sebagai ajang silaturrahmi, dan salah satu bentuk upaya untuk merangkul para penghobi ayam.
“Kita semua sudah tahu kan stigma negatif dari masyarakat kalau sabung ayam itu identik dengan judi. Jadi, kita menyalurkanya lewat kontes ini. Sisi negatifnya kita hilangkan, tapi sisi tradisinya yang kita pakai,” tandasnya.
Salah satu peserta, Didik Aleks, mengatakan, dengan adanya kontes ini dia merasa terwadahi, karena menurutnya ini merupakan ajang bergengsi untuk memperkenalkan nama daerahnya.
“Karena sifatnya ini bukan adu bebas, jadi kita penghobi tetap bisa mengeluarkan kepuasan hati kita tanpa menyalahi Undang-Undang,” kata peserta dari Ngawi, Jatim, ini. Saat mengikuti ajang ini, dia mengaku membawa enam ekor jenis ayam jago miliknya.
Bersama lima kawan dari daerahnya, pria akrab dengan panggilan Mbah Suro Ngawi ini, menceritakan, untuk ayam yang akan diikutkan kontes, sebelumnya harus dirawat dengan baik, seperti dimandikan, dijemur dengan teratur, di abar (training), dan diberi vitamin. Selain itu, ayam juga terus dilatih agar staminanya tetap terjaga.
Untuk sayap ayam harus dicek rutin, jika bulu sayapnya ada yang putus, kadang juga disambung. Teknik penyambungannya, lanjut dia, dengan cara sistem tempel sayap, ada juga dengan sistem tanam. Jika tidak disambung, maka ayamnya tidak memiliki power, atau tenaganya kurang maksimal. [] MONGABAY
Foto : Mongabay |
Kontes itu bertujuan untuk menampung hobi para penggemar ayam nusantara, dan sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengurangi kegiatan judi ayam secara ilegal.
Menurut Totok, kontes adu ayam ini mempunyai aturan main tersendiri, pola permainannya juga berbeda dengan sabung ayam dengan cara ilegal itu. “Kalau disini ayam diperlakukan seperti seorang atlet, saat bertanding pun ada beberapa kelas yang dimainkan, misalnya saja ada kelas pemula atau perorangan, umur ayam antara 8-9 bulan” imbuhnya.
Dia melanjutkan untuk arena pertandingan juga tidak sembarangan, yaitu dengan menggunakan alas karpet, dan ring yang digunakan dibuat dari benda tidak keras.
Untuk ayam jago yang diikutkan juga mempunyai kriteria khusus, dan dikategorikan berdasarkan berat badan serta umur. Ayam jago yang umurnya 8-9 bulan masuk kategori perorangan atau pemula, kemudian yang umur satu tahun lebih masuk kategori galatama, begitu juga dengan kategori tim. Dalam kontes ini, lanjut dia, pola penilaianya juga menggunakan sistem tiga hitungan poin, yaitu satu, dua dan lima.
Seperti halnya olahraga tinju, lanjutnya, ayam yang bertanding mempunyai batasan waktu. Sedangkan pemenangnya ditentukan dari skor pukulan.
Taji Ayam dibungkus
Kepala Bidang Sumber Daya Manusia PPAI, Julio Ricardo Purwanto, menambahkan, proses penilaian yang dilakukan yaitu satu poin untuk pukulan mengena, dua poin untuk pukulan yang berdampak. Kemudian, lima poin itu yang jiling atau ayam sampai bergetar, lupa ingatan, atau mengalami lupa konsentrasi.
Untuk mengikuti kontes, katanya, kondisi ayam juga harus sehat, jelas dan terawat. Ditambahkanya, dalam kontes ini ayam tidak boleh sampai mati.
“Pokoknya di PPAI disini standar penjuriannya seperti itu. Baik itu perorangan, galatama, maupun tim, yang berbeda hanya didurasi waktu,” ujarnya.
Untuk durasi waktu yang dimainkan antara 15-20 menit, tergantung panitia penyelenggara. Kalau untuk perorangan, hanya dibatasi 15 menit, berbeda dengan galatama dan tim bisa sampai 20 menit.
Saat berlaga, untuk perorangan babak perhitunganya antara satu sampai dua ronde. Sedangkan galatama hanya satu ronde tapi ayam berjenjang, pemenang lawan pemenang, kemudian akan diadu lagi. Untuk yang tim, per ayamnya tiga ronde tanding.
Ayam yang akan di pertandingkan, kata dia, sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Misalnya, ayam yang bermain di bobot 2,6 kilogram harus ketemu dengan bobot yang sama. Selanjutnya yaitu dengan bobot 2,8 kilogram. “Kurang tidak apa-apa, kalau lebih dari itu tidak boleh. Sama seperti orang tinju itu,” imbuhnya.
Panitia mengklaim tidak ada judi dalam kompetisi ini, dan memastikan tidak ada unsur eksploitasi pada ayam, karena menurutnya dalam kontes ada aturan yang ketat, mulai dari bobot ayam, taji ayam yang dibungkus dengan kain sarung tinju. Begitu juga dengan yang juara, diberi penghargaan berupa uang binaan, sertifikat dan piala.
Stigma Negatif
Julio menceritakan, terbentuknya organisasi ini bertujuan ingin merubah stigma negatif di masyarakat, sekaligus sebagai ajang silaturrahmi, dan salah satu bentuk upaya untuk merangkul para penghobi ayam.
“Kita semua sudah tahu kan stigma negatif dari masyarakat kalau sabung ayam itu identik dengan judi. Jadi, kita menyalurkanya lewat kontes ini. Sisi negatifnya kita hilangkan, tapi sisi tradisinya yang kita pakai,” tandasnya.
Salah satu peserta, Didik Aleks, mengatakan, dengan adanya kontes ini dia merasa terwadahi, karena menurutnya ini merupakan ajang bergengsi untuk memperkenalkan nama daerahnya.
“Karena sifatnya ini bukan adu bebas, jadi kita penghobi tetap bisa mengeluarkan kepuasan hati kita tanpa menyalahi Undang-Undang,” kata peserta dari Ngawi, Jatim, ini. Saat mengikuti ajang ini, dia mengaku membawa enam ekor jenis ayam jago miliknya.
Bersama lima kawan dari daerahnya, pria akrab dengan panggilan Mbah Suro Ngawi ini, menceritakan, untuk ayam yang akan diikutkan kontes, sebelumnya harus dirawat dengan baik, seperti dimandikan, dijemur dengan teratur, di abar (training), dan diberi vitamin. Selain itu, ayam juga terus dilatih agar staminanya tetap terjaga.
Untuk sayap ayam harus dicek rutin, jika bulu sayapnya ada yang putus, kadang juga disambung. Teknik penyambungannya, lanjut dia, dengan cara sistem tempel sayap, ada juga dengan sistem tanam. Jika tidak disambung, maka ayamnya tidak memiliki power, atau tenaganya kurang maksimal. [] MONGABAY