Lentera 24.com | BANDA ACEH -- Rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami atau pernikahan lebih dari satu istri ditanggapi beragam o...
Lentera24.com | BANDA ACEH -- Rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami atau pernikahan lebih dari satu istri ditanggapi beragam oleh masyarakat Aceh. Lintas media sosial jadi riuh sepanjang Sabtu (6/7) kemarin. Ragam komentar terkait isu ini berseliweran, ada yang setuju ada yang tidak. Tak sedikit pula yang menjadikan isu ini sebagai guyonan di media sosial dan warung kopi.
Namun, tak bisa dipungkiri, berita headline yang disajikan Harian Serambi Indonesia kemarin berjudul ‘Aceh akan Legalkan Poligami’ cukup memantik perhatian banyak pihak di Aceh.
Isu ini juga menyedot perhatian nasional, banyak media arus utama (mainstream) yang ikut memberitakannya, bahkan akun-akun media sosial ternama juga me-repost berita terkait.
Seperti diberitakan, ketentuan mengenai rencana Pemerintah Aceh melegalkan poligami diatur dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang digodok oleh Komisi VII DPRA dan direncanakan akan disahkan menjadi qanun pada September nanti, menjelang berakhirnya masa jabatan anggota DPRA periode 2014-2019.
Kemarin, Serambi juga berupaya menjaring komentar beberapa tokoh perempuan Aceh terkait hal itu. Darwati A Gani, istri Irwandi Yusuf, gubernur Aceh nonaktif, salah satu sosok yang dimintai Serambi komentarnya terkait rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami. Awalnya, Darwati menanggapi hal ini dengan kocak.
“Cepat kali dibahas itu sama mereka (anggota DPRA), tidak ditunggu saya duduk di Komisi VII dulu,” tulis Darwati, membalas pesan WhatsApp (WA) Serambi.
Seperti diketahui, Darwati adalah salah satu caleg DPRA terpilih yang maju melalui Partai Nanggroe Aceh (PNA) dari daerah pemilihan (dapil) I Aceh pada Pemilu 2019. Sebelumnya pun dia anggota DPRA dari partai yang sama, tapi karena suaminya terpilih lagi menjadi Gubernur Aceh tahun 2017, maka sejak 25 Juni 2017 istri Irwandi Yusuf ini mundur dari DPRA dan full mendampingi suaminya sebagai Gubernur Aceh untuk kali kedua.
Terkait isu poligami, Darwati yang juga tokoh perempuan Aceh ini mengomentarinya dengan bijak. Ia tidak menyatakan boleh atau tidak, melainkan hanya mengkaji dari perspektif Alquran dan menganalisisnya. Ibu dari Putroe Sambinoe Meutuah yang pilot ini menjelaskan, poligami memang bukan sesuatu yang salah, apalagi hal itu juga diterangkan di dalam Alquran.
Namun, katanya, pesan kuat Alquran dalam ayat tentang poligami adalah pentingnya mewujudkan keadilan dalam keluarga. Menurutnya, Alquran mengingatkan bahwa monogami (satu istri) lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya dibanding poligami. Berbuat aniaya yang dimaskud oleh Darwati adalah bersikap tidak adil dalam rumah tangga.
Menurut ibu lima anak ini, berpoligami rentan untuk tidak adil, susah untuk bersikap adil antara satu dengan yang lainnya. “Itu berarti mewujudkan keadilan dalam keluarga yang poligami lebih sulit daripada dalam keluarga yang monogami. Nikah siri dan poligami sama-sama rentan ketidakadilan, maka keduanya sama-sama tidak bisa dijadikan solusi untuk mengatasi masalah lainnya,” kata jebolan program diploma sekretari pada Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.
Yang lebih penting lagi, lanjut Darwati, suami memiliki tanggung jawab dalam mendidik dan membina keluarga. “Didik dan bangunlah masyarakat untuk setia dan bertanggung jawab dalam memenuhi tanggung jawab perkawinan yang tidak mudah, walau monogami. Apalagi kalau poligami meski nikahnya terang-terangan dan lebih-lebih lagi kalau menikah secara siri,” katanya.
Suami dan istri juga bertanggung jawab untuk mendidik masyarakat guna membangun tradisi perkawinan yang sehat lahir batin untuk semua anggota keluarga agar sehat juga masyarakat dan negaranya. “Rasulullah monogami dengan Siti Khadijah selama 25 tahun dan hanya delapan tahun berpoligami. Beda kan beliau dengan umatnya? Maka, mereka mesti tahu diri,” demikian Darwati A Gani.
Anggota DPRK Banda Aceh yang juga tokoh perempuan di Aceh, Syarifah Munira turut diminta pendapatnya oleh Serambi terkait rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami. Syarifah tidak mengomentari tentang qanun yang sedang digodok DPRA itu, melainkan poligami itu sendiri yang, menurutnya, bukan sesuatu yang dilarang.
“Saya setuju-setuju saja, agama saja membolehkan, Allah membolehkan, Rasulullah melakukannya. Semua anjuran Allah itu tidak ada yang memudaratkan, tinggal kita mengelola hati saja untuk bisa menerima. Itu akan jadi sebuah ibadah bagi perempuan yang bisa mengerti hal itu,” kata Syarifah Munira menjawab Serambi di Banda Aceh, Sabtu kemarin.
Namun, politisi PPP ini tidak serta-merta setuju dengan rencana pria yang ingin berpoligami. Menurutnya, harus dilihat dulu apa alasan pria yang ingin melakukannya. “Jika memang keinginannya untuk mengangkat harkat dan martabat wanita yang lain, itu silakan. Misalnya ada wanita miskin, sakit, janda bersama anak yatim, itu ya silakan,” katanya.
Namun, belakangan, yang banyak terjadi, kata Syarifah, mayoritas lelaki ingin berpoligami karena ingin memenuhi hasrat semata, bukan karena ingin beribadah layaknya Rasulullah yang mengangkat harkat dan martabat istri-istrinya. “Belum lagi mereka beralasan, katanya sang istri tidak lagi menarik, tidak merawat diri. Ya, bagaimana cantik dan merawat diri jika sebulan uang yang dikasih 300 ribu, anak lima, kemudian dengan pekerjaan rumah yang menumpuk,” gugat Syarifah.
Seorang suami, kata Syarifah, seharusnya benar-benar memberi perhatian kepada istri dengan baik dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga agar kokoh dan hidup dalam kasih sayang hingga akhir hayat. “Jangan selalu menyalahkan istri, sedangkan suami tidak mengambil peran misalnya untuk mempercantik sang istri,” timpalnya.
Dalam rencana penggodokan qanun tersebut, Syarifah tidak berkomentar setuju atau tidak. Namun, dia meminta dewan di level provinsi untuk melakukan riset terlebih dulu. Jika memang kebanyakan laki-laki untuk poligami untuk alasan yang tidak jelas, menurutnya, wajar istri tidak akan menerimanya.
“Tapi kalau untuk angkat harkat martabat ya tidak apa-apa, kalau memang itu tujuannya, kami ibu-ibu butuh pemahaman khusus, tidak serta-merta juga kita tolak, itu ibadah juga. Dan kalau memang ikut jejak Rasulullah ya silakan saja, berpoligamilah ala Rasulullah,” anjurnya.
Selanjutnya, kaum pria juga harus tahu kemampuan diri, mampu nafkah lahir dan batin, bukan hanya sekadar menikah lalu menimbulkan masalah baru dalam keluarga. “Harus tahu kemampuan diri. Kemudian wali nikah juga harus selektif, makanya kalau ada yang mau poligami harus ditanya tujuannya untuk apa,” demikian Syarifah Munira.
Jangan cederai
Solidaritas Pembela Keterwakilan Perempuan (SPKP) juga menanggapi usulan rancangan qanun yang mengatur masalah poligami. Juru Bicara SPKP, Arabiyani MH kepada Serambi, Sabtu (6/7) mengatakan persoalan itu harus didiskusikan secara mendalam dengan berbagai pihak, dimensi apa yang ingin dicapai dari penerapan qanun tersebut ke depan.
“Sehingga perempuan tidak dikorbankan oleh penafsiran-penafsiran yang tak melihat persoalan secara holistik. Saya mengajak DPRA agar tidak terburu-buru dengan qanun ini. Jangan hanya mengejar target penyelesaian qanun, tapi miskin substansi dan tidak aplikatif. Yang kita inginkan adalah keadilan kepada semua,” kata istri Kautsar, Anggota DPRA ini.
Karena itu, Arabiyani mengajak semua pihak agar tidak berprasangka (prejudice) dulu terhadap raqan ini. “Tapi bawa isi qanun ini ke dalam diskusi yang lebih mendalam dengan melibatkan berbagai prespektif. Jangan sampai qanun tersebut malah mencederai rasa keadilan yang justru dilarang oleh agama itu sendiri,” demikian Arabiyani. [] SERAMBI
![]() |
Foto : Serambi |
Isu ini juga menyedot perhatian nasional, banyak media arus utama (mainstream) yang ikut memberitakannya, bahkan akun-akun media sosial ternama juga me-repost berita terkait.
Seperti diberitakan, ketentuan mengenai rencana Pemerintah Aceh melegalkan poligami diatur dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang digodok oleh Komisi VII DPRA dan direncanakan akan disahkan menjadi qanun pada September nanti, menjelang berakhirnya masa jabatan anggota DPRA periode 2014-2019.
Kemarin, Serambi juga berupaya menjaring komentar beberapa tokoh perempuan Aceh terkait hal itu. Darwati A Gani, istri Irwandi Yusuf, gubernur Aceh nonaktif, salah satu sosok yang dimintai Serambi komentarnya terkait rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami. Awalnya, Darwati menanggapi hal ini dengan kocak.
“Cepat kali dibahas itu sama mereka (anggota DPRA), tidak ditunggu saya duduk di Komisi VII dulu,” tulis Darwati, membalas pesan WhatsApp (WA) Serambi.
Seperti diketahui, Darwati adalah salah satu caleg DPRA terpilih yang maju melalui Partai Nanggroe Aceh (PNA) dari daerah pemilihan (dapil) I Aceh pada Pemilu 2019. Sebelumnya pun dia anggota DPRA dari partai yang sama, tapi karena suaminya terpilih lagi menjadi Gubernur Aceh tahun 2017, maka sejak 25 Juni 2017 istri Irwandi Yusuf ini mundur dari DPRA dan full mendampingi suaminya sebagai Gubernur Aceh untuk kali kedua.
Terkait isu poligami, Darwati yang juga tokoh perempuan Aceh ini mengomentarinya dengan bijak. Ia tidak menyatakan boleh atau tidak, melainkan hanya mengkaji dari perspektif Alquran dan menganalisisnya. Ibu dari Putroe Sambinoe Meutuah yang pilot ini menjelaskan, poligami memang bukan sesuatu yang salah, apalagi hal itu juga diterangkan di dalam Alquran.
Namun, katanya, pesan kuat Alquran dalam ayat tentang poligami adalah pentingnya mewujudkan keadilan dalam keluarga. Menurutnya, Alquran mengingatkan bahwa monogami (satu istri) lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya dibanding poligami. Berbuat aniaya yang dimaskud oleh Darwati adalah bersikap tidak adil dalam rumah tangga.
Menurut ibu lima anak ini, berpoligami rentan untuk tidak adil, susah untuk bersikap adil antara satu dengan yang lainnya. “Itu berarti mewujudkan keadilan dalam keluarga yang poligami lebih sulit daripada dalam keluarga yang monogami. Nikah siri dan poligami sama-sama rentan ketidakadilan, maka keduanya sama-sama tidak bisa dijadikan solusi untuk mengatasi masalah lainnya,” kata jebolan program diploma sekretari pada Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.
Yang lebih penting lagi, lanjut Darwati, suami memiliki tanggung jawab dalam mendidik dan membina keluarga. “Didik dan bangunlah masyarakat untuk setia dan bertanggung jawab dalam memenuhi tanggung jawab perkawinan yang tidak mudah, walau monogami. Apalagi kalau poligami meski nikahnya terang-terangan dan lebih-lebih lagi kalau menikah secara siri,” katanya.
Suami dan istri juga bertanggung jawab untuk mendidik masyarakat guna membangun tradisi perkawinan yang sehat lahir batin untuk semua anggota keluarga agar sehat juga masyarakat dan negaranya. “Rasulullah monogami dengan Siti Khadijah selama 25 tahun dan hanya delapan tahun berpoligami. Beda kan beliau dengan umatnya? Maka, mereka mesti tahu diri,” demikian Darwati A Gani.
Anggota DPRK Banda Aceh yang juga tokoh perempuan di Aceh, Syarifah Munira turut diminta pendapatnya oleh Serambi terkait rencana Pemerintah Aceh untuk melegalkan poligami. Syarifah tidak mengomentari tentang qanun yang sedang digodok DPRA itu, melainkan poligami itu sendiri yang, menurutnya, bukan sesuatu yang dilarang.
“Saya setuju-setuju saja, agama saja membolehkan, Allah membolehkan, Rasulullah melakukannya. Semua anjuran Allah itu tidak ada yang memudaratkan, tinggal kita mengelola hati saja untuk bisa menerima. Itu akan jadi sebuah ibadah bagi perempuan yang bisa mengerti hal itu,” kata Syarifah Munira menjawab Serambi di Banda Aceh, Sabtu kemarin.
Namun, politisi PPP ini tidak serta-merta setuju dengan rencana pria yang ingin berpoligami. Menurutnya, harus dilihat dulu apa alasan pria yang ingin melakukannya. “Jika memang keinginannya untuk mengangkat harkat dan martabat wanita yang lain, itu silakan. Misalnya ada wanita miskin, sakit, janda bersama anak yatim, itu ya silakan,” katanya.
Namun, belakangan, yang banyak terjadi, kata Syarifah, mayoritas lelaki ingin berpoligami karena ingin memenuhi hasrat semata, bukan karena ingin beribadah layaknya Rasulullah yang mengangkat harkat dan martabat istri-istrinya. “Belum lagi mereka beralasan, katanya sang istri tidak lagi menarik, tidak merawat diri. Ya, bagaimana cantik dan merawat diri jika sebulan uang yang dikasih 300 ribu, anak lima, kemudian dengan pekerjaan rumah yang menumpuk,” gugat Syarifah.
Seorang suami, kata Syarifah, seharusnya benar-benar memberi perhatian kepada istri dengan baik dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga agar kokoh dan hidup dalam kasih sayang hingga akhir hayat. “Jangan selalu menyalahkan istri, sedangkan suami tidak mengambil peran misalnya untuk mempercantik sang istri,” timpalnya.
Dalam rencana penggodokan qanun tersebut, Syarifah tidak berkomentar setuju atau tidak. Namun, dia meminta dewan di level provinsi untuk melakukan riset terlebih dulu. Jika memang kebanyakan laki-laki untuk poligami untuk alasan yang tidak jelas, menurutnya, wajar istri tidak akan menerimanya.
“Tapi kalau untuk angkat harkat martabat ya tidak apa-apa, kalau memang itu tujuannya, kami ibu-ibu butuh pemahaman khusus, tidak serta-merta juga kita tolak, itu ibadah juga. Dan kalau memang ikut jejak Rasulullah ya silakan saja, berpoligamilah ala Rasulullah,” anjurnya.
Selanjutnya, kaum pria juga harus tahu kemampuan diri, mampu nafkah lahir dan batin, bukan hanya sekadar menikah lalu menimbulkan masalah baru dalam keluarga. “Harus tahu kemampuan diri. Kemudian wali nikah juga harus selektif, makanya kalau ada yang mau poligami harus ditanya tujuannya untuk apa,” demikian Syarifah Munira.
Jangan cederai
Solidaritas Pembela Keterwakilan Perempuan (SPKP) juga menanggapi usulan rancangan qanun yang mengatur masalah poligami. Juru Bicara SPKP, Arabiyani MH kepada Serambi, Sabtu (6/7) mengatakan persoalan itu harus didiskusikan secara mendalam dengan berbagai pihak, dimensi apa yang ingin dicapai dari penerapan qanun tersebut ke depan.
“Sehingga perempuan tidak dikorbankan oleh penafsiran-penafsiran yang tak melihat persoalan secara holistik. Saya mengajak DPRA agar tidak terburu-buru dengan qanun ini. Jangan hanya mengejar target penyelesaian qanun, tapi miskin substansi dan tidak aplikatif. Yang kita inginkan adalah keadilan kepada semua,” kata istri Kautsar, Anggota DPRA ini.
Karena itu, Arabiyani mengajak semua pihak agar tidak berprasangka (prejudice) dulu terhadap raqan ini. “Tapi bawa isi qanun ini ke dalam diskusi yang lebih mendalam dengan melibatkan berbagai prespektif. Jangan sampai qanun tersebut malah mencederai rasa keadilan yang justru dilarang oleh agama itu sendiri,” demikian Arabiyani. [] SERAMBI