HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Dirut PT Mon Mata Raya Harus Ingat Janji

Lentera 24.com | ACEH TAMIANG -- Terkait persoalan yang menyebabkan warga Dusun Kamboja, Desa Bukit Rata menjadi resah terhadap dampak yan...

Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Terkait persoalan yang menyebabkan warga Dusun Kamboja, Desa Bukit Rata menjadi resah terhadap dampak yang ditimbulkan oleh usaha industri pemecah batu ((stone crusher), baik tentang abu maupun kebisingan, sesuai berita yang pernah dirilis pada media ini beberapa hari lalu, Lentera24 berupaya untuk mengkonfirmasi Direktur Utama (Dirut) PT Mon Mata Raya, Dra Muslihah Ismail Thaib, Senin (8/7).


Upaya untuk bisa wawancara kepada sang Direktur utama PT Mon Mata Raya via ponsel tersebut mengalami kegagalan karena sesuai pengakuan seorang yang mengaku bernama Nawar, Nomor ponsel yang tertulis dalam identitas pemrakasa perusahaan dan Dra Muslihah Ismail Thaib ternyata nomor ponsel milik Nawar yang katanya hanya seorang pekerja diperusahaan dimaksud.

Dalam ungkapannya disebutkan kalau Dra Muslihah berada di Banda Aceh, sedangkan posisi handfon bersama Nawar berada di Aceh Timur.

Sayangnya niat untuk bisa konfirmasi dengan Direktur Utama PT Mon Mata Raya tidak dukabulkannya. Dan saat dimintai keterangannya, orang yang diduga masih memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan Dra Muslihah tersebut mengaku kurang memahami persoalan lapangan, termasuk permasalahan isi dari sejumlah dokumen perusahaan.

Bahkan untuk mendapatkan informasi lengkap sesuai yang dibutuhkan media ini, lentera24 malah diarahkan agar menemui orang yang statusnya sebagai pekerja.

"Silahkan datang aja kelokasi kerjaan, temui orang kerja yang bernama Satar atau Saleh," ujarnya.

Menanggapi isi surat pernyataan Direktur Utama PT Mon Mata Raya, Dra Muslihah Ismail Thaib terkait UKL-UPL dari kegiatan usaha industri pemecah batu yang berlokasi di Jalan Medan-Banda Aceh, antara Minuran dengan Kebun Tengah, Desa Bukit Rata (depan ikon Selamat Datang Kuala Simpang), Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.

Dalam surat pernyataannya yang tanpa tanggal itu dan ditandatangani oleh Dirut PT Mon Mata Raya pada Februari 2016, pada poin 2  dinyatakan bahwa  Dra Muslihah Ismail Thaib berjanji dan bersedia melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai yang tercantum dalam UKL-UPL. Serta bersedia dipantau dampaknya oleh oleh instansi/pihak yang berwenang selama kegiatan berlangsung sesuai peraturan yang berlaku.

Sedangkan pada poin 3 juga disebutkan, bila pihak pengusaha tidak melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik, maka Dirut PT Mon Mata Raya, Dra Muslihah Ismail Thaib bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, dirinya juga bersedia menghentikan kegiatan usaha dan bersedia menanggung semua kerugian serta segala resiko yang ditimbulkannya oleh kegiatan tersebut.

Padahal pada rekomendasi Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melalui UKL-UPL Nomor 660/406/2016 tanggal 11 Maret 2016 sesuai surat Direktur Utama  PT Mon Mata Raya Nomor 08/III/MMR-ATAM/2016 tanggal 08 Maret 2016 perihal penyampaian dokumen UKL-UPL industri pemecah batu (stone crusher) tertulis berbagai janji muluk.

Untuk lingkup rencana usaha  industri pemecah batu diperkirakan dapat menimbulkan dampak, yang diantaranya ialah, sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana kegiatan industri pemecah batu, penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan, penurunan kualitas permukaan air dan penurunan nilai estetika lingkungan.

Sejumlah keluhan masyarakat Dusun Kamboja, Desa Bukit Rata terus bermunculan. Apalagi ketika teringat adanya berita acara musyawarah yang pernah dilakukan pihak perusahaan bersama perangkat Desa dan warga setempat, setidaknya ada 6 syarat isi permintaan warga yang diantaranya ada yang belum dipenuhi oleh perusahaan industri pemecah batu tersebut.

Keenam syarat dimaksud adalah, pihak perusahaan menjaga hubungan baik kepada masyarakat sekitar, perusahaan juga harus memberi kesempatan kerja  kepada warga sesuai skillnya diperusahaan sebanyak 50:50. Menjaga kebersihan sekitar, perusahaan wajib menanam pohon untuk menghambat polusi, namun sudah berjalan 4 tahun, rimbunan daun tanaman pohon yang dimaksud belum terlihat.

Pada poin 5 juga disebutkan kalau pihak perusahaan membuat serapan/ penyedot abu pada alat produksi. Namun jika serapan abu sudah terpasang dengan baik, niscaya warga tidak akan pernah merasa resah dan ribut terhadap dampak abu yang ditimbulkan dari industri pemecah batu itu.

Sedangkan pada poin terakhir dikatakan, bila ada warga sekitar ternyata sakit akibat polusi perusahaan, maka warga yang sakit tersebut akan meminta biaya perobatan kepada pihak perusahaan melalui perangkat kampung Bukit Rata sesuai bukti otentik penyebab penyakit yang dideritanya. [] L24-002