Lentera 24.com | BANDA ACEH -- Permukaan air Krueng Aceh saat memasuki minggu kedua bulan Juli ini menurun dari 3 menjadi 2 bahkan hanya te...
Lentera24.com | BANDA ACEH -- Permukaan air Krueng Aceh saat memasuki minggu kedua bulan Juli ini menurun dari 3 menjadi 2 bahkan hanya tersisa 1,5 meter lagi dari dasar sungai. Kondisi ini berdampak negatif terhadap penyediaan air baku untuk PDAM dan bendungan irigasi yang ada di sepanjang Krueng Aceh.
Yang paling terancam krisis air bakunya akibat berkurangnya debit air Krueng Aceh ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy Banda Aceh dan PDAM Tirta Mountala Aceh Besar.
“Sejak permukaan air di Krueng Aceh menurun sampai 2 meter, produksi air baku PDAM telah menurun 50 persen. Dalam kondisi normal dengan ketinggian air 3-4 meter dari dasar sungai, debit sedotan air baku ke kolam pengolahan air bersih tekanannya mencapai 700-750 liter/detik. Tapi saat ini setelah turun, tekanan air baku berkurang menjadi 350-300 liter/detik,” ungkap Direktur PDAM Tirta Daroy, Teuku Novizal Aiyub kepada Serambi, Senin (8/7) di ruang kerjanya, ketika dimintai keterangannya tentang semakin menurunnya permukaan air Krueng Aceh.
Sungai ini hulunya di pegunungan Aceh Besar, melintasi Kota Banda Aceh, dan bermuara di kawasan Lampulo Banda Aceh. Baik PDAM Tirta Mountala, maupun PDAM Tirta Daroy sama-sama mengambil air baku dari Krueng Aceh kemudian diolah dan didistribukan ke pelanggan yang jumlahnya puluhan ribu.
Novizal menyebutkan, jumlah sambungan meteran air PDAM Tirta Daroy saat ini sekitar 50.000 unit. Jika setiap satu sambungan air PDAM digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi lima orang, maka jumlah orang yang membutuhkan air PDAM di Banda Aceh mencapai 250.000 orang. Ini jumlah yang sangat besar. Nah, jika debit air bersih yang dipompakan ke 50.000 sambungan itu menurun setengah dari kondisi normalnya, bakal banyak rumah penduduk, pertokoan, perkantoran, kafe, hotel, tempat-tempat usaha, dan industri kecil dan menengah yang butuh air bersih, tidak mendapat suplai air yang maksimal dari pipa air PDAM Tirta Daroy.
Kondisi itu, kata Teuku Novizal, bukan disebabkan ketidakmampuan PDAM Tirta Daroy memproduksi air bersih, melainkan karena sumber air bakunya yang diambil dari Krueng Aceh di Lambaro, permukaan airnya sudah menurun. Turunnya malah setengah dari ketinggian normal 4-3 meter turun menjadi 2-1,5 meter dari dasar sungai.
Menurunnya permukaan air Krueng Aceh, menurut Teuku Novizal, disebabkan sejak habis Lebaran sampai Juli ini sudah sangat jarang turun hujan. Kondisi itu membuat permukaan air Krueng Aceh terus menurun.
Penyebab kedua, lanjut Novizal, bendungan karet Krueng Aceh di Lambaro yang berfungsi menahan air hujan untuk penyediaan air baku PDAM Tirta Daroy dan Tirta Mountala, bagian bawah bendungan karetnya sudah koyak sepanjang 3 meter akibat dihantam kayu besar yang turun bersama air bah pada Desember 2018 sewaktu musim penghujan.
Sampai kini, ungkap Novizal, bagian bawah bendungan karet yang sudah koyak itu belum diperbaiki, sehingga pada waktu hujan turun, bendungan karet tak bisa berfungsi menahan sebagian air hujan yang turun dari hulu sungai.
Dampak ikutan dari bendungan karet koyak tapi belum ditambal itu, kata Novizal, jika terjadi pasang purnama (rob), maka air baku yang ada di sebelah bendungan karet yang sudah bocor otomatis tercampur dengan air laut yang masuk dari muara sungai. Rasa air baku pun jadi berubah, dari air tawar menjadi keasinan.
“Kondisi ini membuat kualitas air baku PDAM menjadi menurun. Jika diolah menjadi air bersih malah butuh biaya yang besar,” ujarnya.
Menurut Novizal, jika dalam bulan ini Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh belum juga memperbaiki bendungan karet yang bocor tersebut, maka musibah yang akan dialami PDAM Banda Aceh dan Aceh Besar adalah produksi air bakunya kian menurun. Suplai air bersih kepada pelanggan pun ikut menurun.
Penurunan suplai air bersih kepada pelanggan berdampak tak baik pula terhadap penerimaan PDAM dari rekening bulanan konsumen. Pendapatan ikut menurun. “Kebiasaan pelanggan kita, kalau suplai air bersih ke rumah, toko, kafe, restoran, dan usaha industri menurun, maka mereka jadi malas membayar rekening bulanan air PDAM yang sudah dipakainya. Alasan mereka, untuk apa kita bayar rekening PDAM, toh suplai airnya saja tersendat-sendat,” kata Teuku Novizal.
Saat ini, tunggakan rekening air pelanggan kepada PDAM Tirta Daroy sudah lebih dari Rp 10 miliar. Tunggakan ini diprediksi makin besar jika suplai air ke kediaman pelanggan tidak lancar.
Sementara itu, biaya operasi PDAM satu bulan sekitar Rp 5 miliar. “Jadi, kalau suplai air ke rumah pelanggan macet, konsekuensinya bakal banyak pelanggan yang nunggak bayar rekening air. Ini bisa membuat PDAM kesulitan membiayai pengolahan air bersihnya,” kata Teuku Novizal.
Karena banyak pelanggan yang menunggak pembayaran rekening air PDAM, ia sarankan kepada Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh segera memperbaiki bendungan karet yang koyak tersebut agar bisa berfungsi kembali.
Kategori ‘waspada’
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman MM menilai, penurunan debit air di Krueng Aceh tersebut sudah mencapai 50 persen. “Ini kami nilai sudah masuk dalam kategori ‘waspada’. Artinya setengah dari volume air baku PDAM sudah menurun, sehingga suplai air bersih kepada pelanggan jadi tak lagi maksimal,” ujarnya.
Jika kondisi ini tidak segera ditangani oleh Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh, maka kondisinya bakal semakin parah dan Kota Banda Aceh serta sebagian Aceh Besar bisa mengalami krisis air bersih yang lebih parah.
Sebelum kondisi krisis air bersih di Banda Aceh dan Aceh Besar semakin parah, kata Amiullah Usman, pihak Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh harus segera menambal bendungan karet yang koyak tersebut. “Ingat, krisis air bersih bisa menimbulkan keresahan bahkan gejolak di tengah masyarakat sehingga Kota Banda Aceh bisa tak lagi kondusif bagi wisatawan. Alasannya, suplai air bersih ke hotel, homestay, restoran, kafe, perkantoran, rumah penduduk, industri, dan lainnya, sudah tidak mencukupi. [] SERAMBI
![]() |
Foto : Ilustrasi |
“Sejak permukaan air di Krueng Aceh menurun sampai 2 meter, produksi air baku PDAM telah menurun 50 persen. Dalam kondisi normal dengan ketinggian air 3-4 meter dari dasar sungai, debit sedotan air baku ke kolam pengolahan air bersih tekanannya mencapai 700-750 liter/detik. Tapi saat ini setelah turun, tekanan air baku berkurang menjadi 350-300 liter/detik,” ungkap Direktur PDAM Tirta Daroy, Teuku Novizal Aiyub kepada Serambi, Senin (8/7) di ruang kerjanya, ketika dimintai keterangannya tentang semakin menurunnya permukaan air Krueng Aceh.
Sungai ini hulunya di pegunungan Aceh Besar, melintasi Kota Banda Aceh, dan bermuara di kawasan Lampulo Banda Aceh. Baik PDAM Tirta Mountala, maupun PDAM Tirta Daroy sama-sama mengambil air baku dari Krueng Aceh kemudian diolah dan didistribukan ke pelanggan yang jumlahnya puluhan ribu.
Novizal menyebutkan, jumlah sambungan meteran air PDAM Tirta Daroy saat ini sekitar 50.000 unit. Jika setiap satu sambungan air PDAM digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi lima orang, maka jumlah orang yang membutuhkan air PDAM di Banda Aceh mencapai 250.000 orang. Ini jumlah yang sangat besar. Nah, jika debit air bersih yang dipompakan ke 50.000 sambungan itu menurun setengah dari kondisi normalnya, bakal banyak rumah penduduk, pertokoan, perkantoran, kafe, hotel, tempat-tempat usaha, dan industri kecil dan menengah yang butuh air bersih, tidak mendapat suplai air yang maksimal dari pipa air PDAM Tirta Daroy.
Kondisi itu, kata Teuku Novizal, bukan disebabkan ketidakmampuan PDAM Tirta Daroy memproduksi air bersih, melainkan karena sumber air bakunya yang diambil dari Krueng Aceh di Lambaro, permukaan airnya sudah menurun. Turunnya malah setengah dari ketinggian normal 4-3 meter turun menjadi 2-1,5 meter dari dasar sungai.
Menurunnya permukaan air Krueng Aceh, menurut Teuku Novizal, disebabkan sejak habis Lebaran sampai Juli ini sudah sangat jarang turun hujan. Kondisi itu membuat permukaan air Krueng Aceh terus menurun.
Penyebab kedua, lanjut Novizal, bendungan karet Krueng Aceh di Lambaro yang berfungsi menahan air hujan untuk penyediaan air baku PDAM Tirta Daroy dan Tirta Mountala, bagian bawah bendungan karetnya sudah koyak sepanjang 3 meter akibat dihantam kayu besar yang turun bersama air bah pada Desember 2018 sewaktu musim penghujan.
Sampai kini, ungkap Novizal, bagian bawah bendungan karet yang sudah koyak itu belum diperbaiki, sehingga pada waktu hujan turun, bendungan karet tak bisa berfungsi menahan sebagian air hujan yang turun dari hulu sungai.
Dampak ikutan dari bendungan karet koyak tapi belum ditambal itu, kata Novizal, jika terjadi pasang purnama (rob), maka air baku yang ada di sebelah bendungan karet yang sudah bocor otomatis tercampur dengan air laut yang masuk dari muara sungai. Rasa air baku pun jadi berubah, dari air tawar menjadi keasinan.
“Kondisi ini membuat kualitas air baku PDAM menjadi menurun. Jika diolah menjadi air bersih malah butuh biaya yang besar,” ujarnya.
Menurut Novizal, jika dalam bulan ini Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh belum juga memperbaiki bendungan karet yang bocor tersebut, maka musibah yang akan dialami PDAM Banda Aceh dan Aceh Besar adalah produksi air bakunya kian menurun. Suplai air bersih kepada pelanggan pun ikut menurun.
Penurunan suplai air bersih kepada pelanggan berdampak tak baik pula terhadap penerimaan PDAM dari rekening bulanan konsumen. Pendapatan ikut menurun. “Kebiasaan pelanggan kita, kalau suplai air bersih ke rumah, toko, kafe, restoran, dan usaha industri menurun, maka mereka jadi malas membayar rekening bulanan air PDAM yang sudah dipakainya. Alasan mereka, untuk apa kita bayar rekening PDAM, toh suplai airnya saja tersendat-sendat,” kata Teuku Novizal.
Saat ini, tunggakan rekening air pelanggan kepada PDAM Tirta Daroy sudah lebih dari Rp 10 miliar. Tunggakan ini diprediksi makin besar jika suplai air ke kediaman pelanggan tidak lancar.
Sementara itu, biaya operasi PDAM satu bulan sekitar Rp 5 miliar. “Jadi, kalau suplai air ke rumah pelanggan macet, konsekuensinya bakal banyak pelanggan yang nunggak bayar rekening air. Ini bisa membuat PDAM kesulitan membiayai pengolahan air bersihnya,” kata Teuku Novizal.
Karena banyak pelanggan yang menunggak pembayaran rekening air PDAM, ia sarankan kepada Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh segera memperbaiki bendungan karet yang koyak tersebut agar bisa berfungsi kembali.
Kategori ‘waspada’
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman MM menilai, penurunan debit air di Krueng Aceh tersebut sudah mencapai 50 persen. “Ini kami nilai sudah masuk dalam kategori ‘waspada’. Artinya setengah dari volume air baku PDAM sudah menurun, sehingga suplai air bersih kepada pelanggan jadi tak lagi maksimal,” ujarnya.
Jika kondisi ini tidak segera ditangani oleh Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh, maka kondisinya bakal semakin parah dan Kota Banda Aceh serta sebagian Aceh Besar bisa mengalami krisis air bersih yang lebih parah.
Sebelum kondisi krisis air bersih di Banda Aceh dan Aceh Besar semakin parah, kata Amiullah Usman, pihak Balai Wilayah Sungai Sumatra I Aceh harus segera menambal bendungan karet yang koyak tersebut. “Ingat, krisis air bersih bisa menimbulkan keresahan bahkan gejolak di tengah masyarakat sehingga Kota Banda Aceh bisa tak lagi kondusif bagi wisatawan. Alasannya, suplai air bersih ke hotel, homestay, restoran, kafe, perkantoran, rumah penduduk, industri, dan lainnya, sudah tidak mencukupi. [] SERAMBI