Lentera 24.com | TANGSEL -- Seorang guru honorer di Kota Tangerang Selatan, Rumini (44), berakhir dengan pemecatan ketika mencoba membongka...
Lentera24.com | TANGSEL -- Seorang guru honorer di Kota Tangerang Selatan, Rumini (44), berakhir dengan pemecatan ketika mencoba membongkar praktik pungli di tempatnya mengajar, SDN 02 Pondok Pucung, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Menurut kesaksian Rumini, di tempatnya mengajar terdapat pungutan uang dengan dalih keperluan buku dengan harga mulai dari Rp 230.000 - Rp 360.000.
Pungutan lainnya adalah dana laboratorium komputer, dan kegiatan sekolah yang harus disetor oleh orangtua murid setiap tahunnya.
Padahal, kata Rumini, SDN 02 Pondok Pucung sudah masuk sebagai sekolah rujukan nasional yang mendapat bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDa).
"Iuran komputer Rp 20.000 setiap bulan persiswa, untuk uang kegiatan siswa Rp 135.000 pertahun," katanya saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Rabu (26/6/2019).
Rumini merupakan guru honorer yang sudah bekerja di sekolah itu sekira 7 tahun sejak tahun 2012 lalu.
Awalnya Rumini adalah pengajar ekstrakurikuler tari tradisional di akhir pekan, delapan bulan kemudian wanita lulus Universitas Terbuka ini diangkat menjadi guru dan wali kelas pada tahun 2015.
Selama menjadi guru honorer, Rumini pernah memberi keringanan kepada muridnya dengan membiarkan beberapa murid untuk mengkopi buku dengan alasan faktor ekonomi orangtuanya.
Dijelaskan Rumini, di tempatnya mengajar banyak orangtua murid yang berasal dari latar belakang keluarga berkecukupan meski sekolahnya berada di dekat kawasan elit Bintaro.
Pemecatan Rumini dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan dilakukan dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1440 H lalu, yakni tanggal 3 Juli 2019.
Saat itu Rumini akan pergi salat tarawih, namun dua orang pegawai SDN 02 Pondok Pucung mendatangi kediamannya dan memberikan surat pemutusan hubungan kerja itu.
Rumini juga bercerita, sekitar Oktober 2018, dirinya sempat mengambil data BOS dan BOSDa dari komputer sekolah untuk menganalisa anggaran yang didapat sekolah.
Dari data yang ditunjukkan, terdapat anggaran untuk keperluan buku sekolah bagi para siswa.
Terdapat juga kejanggalan yang ditemukan Rumini ketika memiliki draft dana BOS dan BOSda itu.
"Jadi dana BOS dan dana BOSDa itu tumpang tindih itu tidak boleh, dalam aturannya tidak boleh tumpang tindih. Jadi misalnya pembelian buku dimasukin ke BOS dan BOSDa harusnya tidak boleh, harusnya salah satunya," ujarnya.
"Emang draft saya glondongan ya bukan draft resminya. Takutnya kalau glondongan mereka merekayasa lagi, itu aja susah ngambilnya," imbuhnya.
Rumini juga memiliki bukti lainnya yaitu surat dari orangtua yang sempat protes tentang pungutan itu. Namun protes itu tiba-tiba meredup.
Mengaku Laptop dan Handphonenya Diretas Setelah Memiliki Data BOS dan BOSDa
Hal janggal tiba-tiba terjadi pada perangkat komunikasi serta laptop yang dimiliki Rumini setelah memindahkan data BOS dan BOSDa.
Rumini bercerita, kedua perangkat pribadinya itu seakan-akan diretas, sehingga tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya padahal terdapat keperluan untuk memasukan nilai ujian murid-muridnya.
Bahkan, Rumini mengaku sempat pergi ke Cikarang untuk memasukan nilai dengan memanfaatkan warung internet.
"Di Warnet di Cikarang tembus juga, ini minta share location press enter, your destination press enter, tukang warnet sampai bantuin juga, sampai kaget ko gini sih. Padahal bukanya pakai flashdisk," ungkapnya.
Kini telepon genggam Rumini juga tidak dapat diaktifkan, ketika memindahkan kartu nomor teleponnya, handphone lainnya juga ikut rusak. Sementara, banyak data di dalam handphone dan laptopnya.
"Saya pindahin kartu ke hape (handphone) adik saya, malah rusak juga kedap kedip terus," ujarnya.
Diintimidasi di Sekolah Hingga Diikuti Orang Tidak Dikenal
Keputusannya untuk mengambil data BOS dan BOSDa juga mengakibatkan Rumini mendapatkan sejumlah intimidasi di sekolah.
Sejak saat itu juga Rumini diminta untuk mengundurkan diri.
Bahkan Rumini juga sudah tidak lagi diajak dalam kegiatan yang digelar oleh pihak sekolah.
Dangan nada berat, Rumini mengingat perlakuan yang pernah didapatnya.
Matanya menghadap ke arah jalan ketika bercerita pengalaman pahit yang dilakukan beberapa oknum pegawai di sekolah.
"Saya kalau inget gitu-gitu sedih sendiri, saya harus keluar ke pintu, lari ke lapangan, sampai motor dikejar ramai-ramai, posisi standing masih dipegangin," ujar Rumini yang mengaku trauma.
"Saya sampai bilang saya tabrak kalian, mereka bilang selesaikan, mereka mengingkan saya mengeluarkan diri. Mereka nggak mau terima argumen saya. Mereka anggap saya gila, nggak waras, keras kepala, nggak ikut aturan," imbuhnya.
Bukan tanpa alasan Rumini menolak menandatangi surat pengunduruan diri. Menurutnya, masalah di sekolahnya mengajar harus selesai sehingga orangtua murid tidak dibebankan biaya tambahan.
Rumini pernah mencoba ingin melapor ke Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany akan tetapi dirinya merasa terus diikuti orang tidak dikenal.
Atas ketidaknyamanannya itu, Rumini membuat laporan ke Komnas HAM. Pihak Komnas HAM juga menyarankan untuk membuat laporan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika lantaran merasa disadap.
"Saya keluar aja diikutin orang, makanya saya ga berani ke sana (Kantor Wali Kota). saya lempar ke Komnas HAM. Itu bikin saya trauma, perempuan sendiri biarpun dia kecil tapi kan (penguntit) laki-laki kuat," katanya.
Kepala SDN 02 Pondok Pucung Menolak Berkomentar
Kepala SDN 02 Pondok Pucung yang berstatus Plt, Suriah enggan berkomentar terkait pemecatan yang menimpa guru honorernya pada awal Juni 2019 lalu.
"Tanya saja ke sumbernya," katanya ketika dihubungi.
Suriah juga membantah adanya praktik pemungutan yang dilakukan oleh pihaknya kepada orangtua murid.
"Nggak ada (pemungutan uang buku)," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan, Taryono, yang juga menandatangani pemecatan Rumini juga membantah tentang tudingan buku sekolah dan iuran yang dibebankan.
Pemecatan itu kata Taryono tidak ada hubungannya dengan tudingan Rumini terkait praktik iuran orangtua murid di SDN 02 Pondok Pucung.
"Bukan, kalau kaya gitu (ada praktik pungli) saya dukung (Rumini) bener, saya sudah cek nggak ada. Itu proses panjang sudah lama sekali hampir setahun bukan semata-mata langsung dipecat, karena proses panjang pakai teguran satu kali, dua kali pemanggilan, dan seterusnya," ungkapnya.
Taryono juga tidak menjelaskan detil alasan pemecatan Rumini, dia meminta untuk menghubungi bawahannya yang berada di bagian PTK Dinas Kependidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan.
Namun, pihak terkait belum dapat dihubungi hingga saat ini.
Kini Rumini tinggal sendiri di sebuah kontrakan sederhana, dirinya belum bekerja kembali setelah pemecatan itu lantaran trauma yang dialaminya. [] SERAMBI
Foto : Serambi |
Pungutan lainnya adalah dana laboratorium komputer, dan kegiatan sekolah yang harus disetor oleh orangtua murid setiap tahunnya.
Padahal, kata Rumini, SDN 02 Pondok Pucung sudah masuk sebagai sekolah rujukan nasional yang mendapat bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDa).
"Iuran komputer Rp 20.000 setiap bulan persiswa, untuk uang kegiatan siswa Rp 135.000 pertahun," katanya saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Rabu (26/6/2019).
Rumini merupakan guru honorer yang sudah bekerja di sekolah itu sekira 7 tahun sejak tahun 2012 lalu.
Awalnya Rumini adalah pengajar ekstrakurikuler tari tradisional di akhir pekan, delapan bulan kemudian wanita lulus Universitas Terbuka ini diangkat menjadi guru dan wali kelas pada tahun 2015.
Selama menjadi guru honorer, Rumini pernah memberi keringanan kepada muridnya dengan membiarkan beberapa murid untuk mengkopi buku dengan alasan faktor ekonomi orangtuanya.
Dijelaskan Rumini, di tempatnya mengajar banyak orangtua murid yang berasal dari latar belakang keluarga berkecukupan meski sekolahnya berada di dekat kawasan elit Bintaro.
Pemecatan Rumini dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan dilakukan dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1440 H lalu, yakni tanggal 3 Juli 2019.
Saat itu Rumini akan pergi salat tarawih, namun dua orang pegawai SDN 02 Pondok Pucung mendatangi kediamannya dan memberikan surat pemutusan hubungan kerja itu.
Rumini juga bercerita, sekitar Oktober 2018, dirinya sempat mengambil data BOS dan BOSDa dari komputer sekolah untuk menganalisa anggaran yang didapat sekolah.
Dari data yang ditunjukkan, terdapat anggaran untuk keperluan buku sekolah bagi para siswa.
Terdapat juga kejanggalan yang ditemukan Rumini ketika memiliki draft dana BOS dan BOSda itu.
"Jadi dana BOS dan dana BOSDa itu tumpang tindih itu tidak boleh, dalam aturannya tidak boleh tumpang tindih. Jadi misalnya pembelian buku dimasukin ke BOS dan BOSDa harusnya tidak boleh, harusnya salah satunya," ujarnya.
"Emang draft saya glondongan ya bukan draft resminya. Takutnya kalau glondongan mereka merekayasa lagi, itu aja susah ngambilnya," imbuhnya.
Rumini juga memiliki bukti lainnya yaitu surat dari orangtua yang sempat protes tentang pungutan itu. Namun protes itu tiba-tiba meredup.
Mengaku Laptop dan Handphonenya Diretas Setelah Memiliki Data BOS dan BOSDa
Hal janggal tiba-tiba terjadi pada perangkat komunikasi serta laptop yang dimiliki Rumini setelah memindahkan data BOS dan BOSDa.
Rumini bercerita, kedua perangkat pribadinya itu seakan-akan diretas, sehingga tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya padahal terdapat keperluan untuk memasukan nilai ujian murid-muridnya.
Bahkan, Rumini mengaku sempat pergi ke Cikarang untuk memasukan nilai dengan memanfaatkan warung internet.
"Di Warnet di Cikarang tembus juga, ini minta share location press enter, your destination press enter, tukang warnet sampai bantuin juga, sampai kaget ko gini sih. Padahal bukanya pakai flashdisk," ungkapnya.
Kini telepon genggam Rumini juga tidak dapat diaktifkan, ketika memindahkan kartu nomor teleponnya, handphone lainnya juga ikut rusak. Sementara, banyak data di dalam handphone dan laptopnya.
"Saya pindahin kartu ke hape (handphone) adik saya, malah rusak juga kedap kedip terus," ujarnya.
Diintimidasi di Sekolah Hingga Diikuti Orang Tidak Dikenal
Keputusannya untuk mengambil data BOS dan BOSDa juga mengakibatkan Rumini mendapatkan sejumlah intimidasi di sekolah.
Sejak saat itu juga Rumini diminta untuk mengundurkan diri.
Bahkan Rumini juga sudah tidak lagi diajak dalam kegiatan yang digelar oleh pihak sekolah.
Dangan nada berat, Rumini mengingat perlakuan yang pernah didapatnya.
Matanya menghadap ke arah jalan ketika bercerita pengalaman pahit yang dilakukan beberapa oknum pegawai di sekolah.
"Saya kalau inget gitu-gitu sedih sendiri, saya harus keluar ke pintu, lari ke lapangan, sampai motor dikejar ramai-ramai, posisi standing masih dipegangin," ujar Rumini yang mengaku trauma.
"Saya sampai bilang saya tabrak kalian, mereka bilang selesaikan, mereka mengingkan saya mengeluarkan diri. Mereka nggak mau terima argumen saya. Mereka anggap saya gila, nggak waras, keras kepala, nggak ikut aturan," imbuhnya.
Bukan tanpa alasan Rumini menolak menandatangi surat pengunduruan diri. Menurutnya, masalah di sekolahnya mengajar harus selesai sehingga orangtua murid tidak dibebankan biaya tambahan.
Rumini pernah mencoba ingin melapor ke Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany akan tetapi dirinya merasa terus diikuti orang tidak dikenal.
Atas ketidaknyamanannya itu, Rumini membuat laporan ke Komnas HAM. Pihak Komnas HAM juga menyarankan untuk membuat laporan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika lantaran merasa disadap.
"Saya keluar aja diikutin orang, makanya saya ga berani ke sana (Kantor Wali Kota). saya lempar ke Komnas HAM. Itu bikin saya trauma, perempuan sendiri biarpun dia kecil tapi kan (penguntit) laki-laki kuat," katanya.
Kepala SDN 02 Pondok Pucung Menolak Berkomentar
Kepala SDN 02 Pondok Pucung yang berstatus Plt, Suriah enggan berkomentar terkait pemecatan yang menimpa guru honorernya pada awal Juni 2019 lalu.
"Tanya saja ke sumbernya," katanya ketika dihubungi.
Suriah juga membantah adanya praktik pemungutan yang dilakukan oleh pihaknya kepada orangtua murid.
"Nggak ada (pemungutan uang buku)," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan, Taryono, yang juga menandatangani pemecatan Rumini juga membantah tentang tudingan buku sekolah dan iuran yang dibebankan.
Pemecatan itu kata Taryono tidak ada hubungannya dengan tudingan Rumini terkait praktik iuran orangtua murid di SDN 02 Pondok Pucung.
"Bukan, kalau kaya gitu (ada praktik pungli) saya dukung (Rumini) bener, saya sudah cek nggak ada. Itu proses panjang sudah lama sekali hampir setahun bukan semata-mata langsung dipecat, karena proses panjang pakai teguran satu kali, dua kali pemanggilan, dan seterusnya," ungkapnya.
Taryono juga tidak menjelaskan detil alasan pemecatan Rumini, dia meminta untuk menghubungi bawahannya yang berada di bagian PTK Dinas Kependidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan.
Namun, pihak terkait belum dapat dihubungi hingga saat ini.
Kini Rumini tinggal sendiri di sebuah kontrakan sederhana, dirinya belum bekerja kembali setelah pemecatan itu lantaran trauma yang dialaminya. [] SERAMBI