Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Yayasan Satucita Lestari Indonesia (YSLI) kembali melepaskanliarkan 93 ekor tukik penyu hijau. Pelepasliar...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Yayasan Satucita Lestari Indonesia (YSLI) kembali melepaskanliarkan 93 ekor tukik penyu hijau. Pelepasliaran satwa dilindungi kehabitatnya itu dilakukan perairan bebas selat Malaka dipantai Pusong Cium, Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang, Senin (16/4).
Ketua Yayasan Satucita Lestari ndonesia, Yusriono dalam sambutannya mengatakan, Pelepasan tukik penyu hijau dimaksud merupakan hasil temuan telur yang ditetaskan pihaknya, disaat melakukan survey pengamanan telur satwa langka sejenis kura-kura yakni spesies tuntong laut (Batagur Borneoensis) dipantai tersebut.
Yusriono menyebutkan, dari sebanyak 93 ekor dr jumlah telur 119 butir. Tukik tersebut hasil penetasan yayasan di pusat penetasan rumah informasi tuntong laut milik yayasan. Ke 119 telur penyu itu ditemukan tim yayasan saat melakukan kegiatan patroli pengamanan telur tuntong laut di pesisir pantai pusong putus ujung tamiang dan pantai pusong cium.
“Ini merupakan pelepasan ke 2 tukik penyu sejak yayasan melakukan upaya penyelamatan spesies tuntong laut. Sebelumnya pd tahun 2015 yayasan jg melakukan pelepasan tukik penyu hijau sbnyak 109 ekor dari jumlah telur 119 butir,” ungkap Yusriono.
Imbuhnya, pihak yayasan sudah melakukan kerjasama dengan BKSDA Aceh, Pemkab Aceh Tamiang, PT Pertamina aset 1 Rantau dalam upaya penyelamatan tuntong laut. penyelamatan penyu dimaksud, pihak yayasan belum melakukan kerjasama dgn pihak manapun, dikarenakan pihak yayasan belum mampu mendata seberapa banyak populasi penyu didaerah pesisir Aceh Tamiang.
Dia menjelaskan, saat ini kendala yang dihadapi yayasan selain predator alami seperti babi hutan dan biawak yang memangsa telur tuntong laut maupun penyu.
“Masih ada juga masyarakat yang secara sembunyi sembunyi memanfatkan telur untuk dikosumsi. Selain itu kendala lain yakni masih ada alat tangkap nelayan seperti bubu udang yang belum ramah terhadap tuntong,” paparnya.
Terbukti pada tahun 2017 pihak Yayasan menemukan 6 kasus tuntong mati terperangkap di bubu milik nelayan. Harapanya adalah pemerintah harus melakukan upaya konkrit dalam upaya penyelamatan spesies yang sudah menjadi mascot Aceh Tamiang ini.
“Salah satu langkah yang harus dilakukan adalah memberi pemahaman kepada nelayan agar tidak lagi menggunakan bubu yang tidak ramah terhadap tuntong, sehingga kasus kematian tuntong dapat teratasi,” ujar Yusriono.
Kapala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, S.Hut, MSc menyampaikan bahwa spesies langka tersebut wajib dilestarikan keberadaannya. Upaya pelestarian itu tidak dapat dilakukan hanya oleh sepihak saja, melainkan atas kerjasama oleh banyak pihak, termasuk peran serta masyarakat.
Hal senada juga disampaikan oleh FM Pertamina EP Field Rantau, Hari Widodo selaku mitra kerja YSLI yang tetap bekerjasama dalam menjaga dan melestarikan satwa langka nyaris punah tersebut beserta ekosistemnya. [] L24-002