Lentera 24.com | MEDAN - Provinsi Aceh, menjadi satu-satunya provinsi yang memiliki keistimewaan melaksanakan syariat Islam, dengan berpedo...
Lentera24.com | MEDAN - Provinsi Aceh, menjadi satu-satunya provinsi yang memiliki keistimewaan melaksanakan syariat Islam, dengan berpedoman kepada Al Quran, Hadist, Qiyas dan juga Ijma Ulama. Aceh dikenal juga dengan sebutan Serambi Mekkah, bahkan ada sebagian yang memberi istilah Aceh sebagai Bumoe para Aulia.
Hal tersebut di sampaikan Rahmat Asri Sufa selaku tokoh muda Aceh pada media ini Jumat (6/4) malam via pesan singkat Whatsaap nya.
Menurut Rahmat, belakangan ini, Bumi Aceh diterpa isu-isu negatif dari penerapan syariat Islam yang tidak berkeadilan, seakan-akan hukum di Aceh berat sebelah atau tumpul ke atas tajam ke bawah ujar Rahmat Asri Sufa, tokoh muda Aceh di Medan yang saat ini sedang menuntut ilmu di Program Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan .
Lanjutnya, Bahkan terkait penerapan Syariat Islam yang di nilai tidak berjalan lagi di koridornya sudah menjadi perbincangan hangat di luar Provindi Aceh. Sebagai cintoh di tempat saya menuntut ilmu UIN Sumut , banyak teman yang mempertanyakan terkait tidak ada lagi ketegasan pemerintah Aceh dalam penerapan syariat Islam, ujarnya.
"Secara kasat mata, Aceh memang sangat baik dalam semua program termasuk memiliki UU sendiri dan Qanun. Tetapi semua itu saat ini hanya sekedar hitam di atas putih, seperti kamuplase semata", ungkap Rahmat Asri Sufa yang juga Bendahara Umum Tamaddun Institute itu.
Rahmat menduga, memudarnya marwah Syariat islam di tanah rencong ini disebabkan adanya tangan tangan yang kotor sengaja menghancurkan tatanan syariat Islam yang sudah berdiri tegak sejak dulu. Bahkan keistimewaan Aceh perlahan lahan telah dikikis oleh kepentingan-kepentingan para pemegang tampuk kekuasaan, urainya.
Dengan dilepasnya mucikari Prostitusi Online beserta 7 wanita PSK tanpa diproses hukum menjadi bukti nyata bahwa penegakan Syariat Islam di Bumi Serambi Mekah ini terindikasi sudah disusupi oleh kepentingan, katanya lagi.
Padahal kata Rahmat, Provinsi Aceh satu satu Provinsi se Indonesia yang memiliki undang undang sendiri serta Qanun,namun saat ini sepertinya kekususan Aceh sudah redup dan tidak bersinar.
Jika pasal 303 tentang jinayah berbenturan dengan Qanun, sehingga pelanggar jinayah tidak bisa diproses hukum negara maka hendaknya Mucikari dan ketujuh wanita PSK yang biasa dijajakan kepada lelaki hidung belang dapat dijerat dengan Qanun Syariat Islam dengan hukum cambuk sehingga ada efek jera bukan dilepaskan begitu saja.
Lanjutnya, dengan kondisi penegakan Syariat Islam yang mulai memudar menjadi tugas penting bagi pemangku jabatan di Aceh untuk membangitkan kembali marwah Syariat Islam di Aceh, sehingga apa yang menjadi daerah yang memiliki kekhususan atau keistimewaan dapat mengembalikan marwahnya di mata dunia.
Meski kita semua tahu, memang tidak mudah mengelola Provinsi Aceh yang memiliki 14 suku dan memiliki bahasa yang berbeda antar satu suku dengan lainnya, namun ini tanggungjawab, apapun resiko harus berani ditegakkan demi tercapainya Aceh bermartabat", tegas Sekbid DPP IPTR Sumut ini.
Terakhir, saya berharap agar pemerintah Aceh benar-benar memperhatikan syariat dan penerapan yang merata tanpa pandang bulu, kembali kepada Al Quran dan Al Hadist serta konsultasi dengan ulama-ulama di Aceh, agar setiap keputusan yang diambil tidak berdasarkan hawa nafsu, saya yakin Aceh akan berbenah", tutup Rahmat Asri Sufa. [] L24-007 (Roby Sinaga)
Hal tersebut di sampaikan Rahmat Asri Sufa selaku tokoh muda Aceh pada media ini Jumat (6/4) malam via pesan singkat Whatsaap nya.
Menurut Rahmat, belakangan ini, Bumi Aceh diterpa isu-isu negatif dari penerapan syariat Islam yang tidak berkeadilan, seakan-akan hukum di Aceh berat sebelah atau tumpul ke atas tajam ke bawah ujar Rahmat Asri Sufa, tokoh muda Aceh di Medan yang saat ini sedang menuntut ilmu di Program Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan .
Lanjutnya, Bahkan terkait penerapan Syariat Islam yang di nilai tidak berjalan lagi di koridornya sudah menjadi perbincangan hangat di luar Provindi Aceh. Sebagai cintoh di tempat saya menuntut ilmu UIN Sumut , banyak teman yang mempertanyakan terkait tidak ada lagi ketegasan pemerintah Aceh dalam penerapan syariat Islam, ujarnya.
"Secara kasat mata, Aceh memang sangat baik dalam semua program termasuk memiliki UU sendiri dan Qanun. Tetapi semua itu saat ini hanya sekedar hitam di atas putih, seperti kamuplase semata", ungkap Rahmat Asri Sufa yang juga Bendahara Umum Tamaddun Institute itu.
Rahmat menduga, memudarnya marwah Syariat islam di tanah rencong ini disebabkan adanya tangan tangan yang kotor sengaja menghancurkan tatanan syariat Islam yang sudah berdiri tegak sejak dulu. Bahkan keistimewaan Aceh perlahan lahan telah dikikis oleh kepentingan-kepentingan para pemegang tampuk kekuasaan, urainya.
Dengan dilepasnya mucikari Prostitusi Online beserta 7 wanita PSK tanpa diproses hukum menjadi bukti nyata bahwa penegakan Syariat Islam di Bumi Serambi Mekah ini terindikasi sudah disusupi oleh kepentingan, katanya lagi.
Padahal kata Rahmat, Provinsi Aceh satu satu Provinsi se Indonesia yang memiliki undang undang sendiri serta Qanun,namun saat ini sepertinya kekususan Aceh sudah redup dan tidak bersinar.
Jika pasal 303 tentang jinayah berbenturan dengan Qanun, sehingga pelanggar jinayah tidak bisa diproses hukum negara maka hendaknya Mucikari dan ketujuh wanita PSK yang biasa dijajakan kepada lelaki hidung belang dapat dijerat dengan Qanun Syariat Islam dengan hukum cambuk sehingga ada efek jera bukan dilepaskan begitu saja.
Lanjutnya, dengan kondisi penegakan Syariat Islam yang mulai memudar menjadi tugas penting bagi pemangku jabatan di Aceh untuk membangitkan kembali marwah Syariat Islam di Aceh, sehingga apa yang menjadi daerah yang memiliki kekhususan atau keistimewaan dapat mengembalikan marwahnya di mata dunia.
Meski kita semua tahu, memang tidak mudah mengelola Provinsi Aceh yang memiliki 14 suku dan memiliki bahasa yang berbeda antar satu suku dengan lainnya, namun ini tanggungjawab, apapun resiko harus berani ditegakkan demi tercapainya Aceh bermartabat", tegas Sekbid DPP IPTR Sumut ini.
Terakhir, saya berharap agar pemerintah Aceh benar-benar memperhatikan syariat dan penerapan yang merata tanpa pandang bulu, kembali kepada Al Quran dan Al Hadist serta konsultasi dengan ulama-ulama di Aceh, agar setiap keputusan yang diambil tidak berdasarkan hawa nafsu, saya yakin Aceh akan berbenah", tutup Rahmat Asri Sufa. [] L24-007 (Roby Sinaga)