Lentera 24.com | ACEH TAMIANG -- Keluhan banyaknya debu yang ditimbulkan dari jalan sepanjang musim kemarau ini, masih saja dirasakan warg...
Lentera24.com | ACEH TAMIANG -- Keluhan banyaknya debu yang ditimbulkan dari jalan
sepanjang musim kemarau ini, masih saja dirasakan warga Dusun Bahagia
Desa Bundar Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang.
Jalan
yang sudah tidak ada lagi aspalnya itu menyebabkan warga yang bermukim
ditepi jalan menuju Kecamatan Sekrak dan Kecamatan Bandar Pusaka merasa
tidak nyaman karena banyaknya debu yang masuk kedalam rumah mereka.
Seperti yang diutarakan Ani, salah seorang pemilik warung nasi dan minuman dikawasan dusun Bahagia atau yang kerap disebut kebanyakan orang sebagai kawasan perumahan banjir. Ani mengatakan, kalau kehidupan warga disana masih saja dihadapkan dengan persoalan debu yang tiada akhir.
"Sejak menginjakkan kaki ditahun 2018 ini, pendapatan kami sebagai penjual makanan siap saji drastis menurun gara-gara abu yang sangat luar biasa masuk kedalam warung dan rumah kami," ujar Ani saat ditemui Lentera24, Selasa (24/4).
Menurutnya, debu yang muncul akibat pijakan roda mobil dan truk yang terbang bersama angin sangat mempengaruhi konsumen yang ingin makan diwarungnya.
"Jualan kami tidak pernah habis, padahal sebelum musim kemarau tiba, dagangan makanan yang kami sediakan tetap saja tidak bersisa, karena sepinya pembeli" kata Ani.
Imbuh Ani, sebelumnya dari penghasilan makanan dan berbagai minuman, termasuk es cendol, air tebu, air kelapa, kolding tersebut setiap harinya bisa laku sebesar Rp.500 an ribu.
"Sekarang ini, jangankan bisa laku sampai Rp.100 ribu, untuk mencari uang sebesar Rp.40 ribu sampai Rp.50 ribu sehari aja sangat berat sekali," keluh Ani.
Ani beserta warga disana berharap perhatian dari pemerintah dalam mengatasi debu dimaksud. Bahkan sambung Ani lagi, pihak perusahaan yang beroperasi didaerah pedalamanpun seperti tidak punya hati.
Padahal kata Ani setiap harinya truk bermuatan TBS kelapa sawit dan Crude Palm Oil (CPO) yang melintasi jalan itu jumlahnya sangat banyak.
Selain itu truk truk bermuatan material batu koral dan kerikil serta truk milik perseorangan yang melintasi kawasan itu, jumlahnya juga tidak kalah banyak dengan truk milik perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS).
"Pemerintah juga janganlah ikut-ikutan pejam mata seperti para pengusaha kebun dan PKS. Cari solusi bagaimana cara agar rakyat bisa hidup tanpa adanya polusi debu. Misalnya memerintahkan perusahaan untuk menyiram jalan," pungkasnya. [] L24-002
foto: Debu yang sangat meresahkan warga Desa Bundar Kecamatan Karang Baru Aceh Tamiang (SUPARMIN) |
Seperti yang diutarakan Ani, salah seorang pemilik warung nasi dan minuman dikawasan dusun Bahagia atau yang kerap disebut kebanyakan orang sebagai kawasan perumahan banjir. Ani mengatakan, kalau kehidupan warga disana masih saja dihadapkan dengan persoalan debu yang tiada akhir.
"Sejak menginjakkan kaki ditahun 2018 ini, pendapatan kami sebagai penjual makanan siap saji drastis menurun gara-gara abu yang sangat luar biasa masuk kedalam warung dan rumah kami," ujar Ani saat ditemui Lentera24, Selasa (24/4).
Menurutnya, debu yang muncul akibat pijakan roda mobil dan truk yang terbang bersama angin sangat mempengaruhi konsumen yang ingin makan diwarungnya.
"Jualan kami tidak pernah habis, padahal sebelum musim kemarau tiba, dagangan makanan yang kami sediakan tetap saja tidak bersisa, karena sepinya pembeli" kata Ani.
Imbuh Ani, sebelumnya dari penghasilan makanan dan berbagai minuman, termasuk es cendol, air tebu, air kelapa, kolding tersebut setiap harinya bisa laku sebesar Rp.500 an ribu.
"Sekarang ini, jangankan bisa laku sampai Rp.100 ribu, untuk mencari uang sebesar Rp.40 ribu sampai Rp.50 ribu sehari aja sangat berat sekali," keluh Ani.
Ani beserta warga disana berharap perhatian dari pemerintah dalam mengatasi debu dimaksud. Bahkan sambung Ani lagi, pihak perusahaan yang beroperasi didaerah pedalamanpun seperti tidak punya hati.
Padahal kata Ani setiap harinya truk bermuatan TBS kelapa sawit dan Crude Palm Oil (CPO) yang melintasi jalan itu jumlahnya sangat banyak.
Selain itu truk truk bermuatan material batu koral dan kerikil serta truk milik perseorangan yang melintasi kawasan itu, jumlahnya juga tidak kalah banyak dengan truk milik perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS).
"Pemerintah juga janganlah ikut-ikutan pejam mata seperti para pengusaha kebun dan PKS. Cari solusi bagaimana cara agar rakyat bisa hidup tanpa adanya polusi debu. Misalnya memerintahkan perusahaan untuk menyiram jalan," pungkasnya. [] L24-002