Lentera 24.com | JAKARTA -- Satgas Nusantara Polri yang mengusut rentetan kasus penyerangan terhadap ulama dan pengrusakan simbol agama bel...
Lentera24.com | JAKARTA -- Satgas Nusantara Polri yang mengusut rentetan kasus penyerangan terhadap ulama dan pengrusakan simbol agama belum menemukan kaitan antarsatu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Nusantara Irjen Gatot Eddy Pramono menuturkan, Satgas telah bergerak ke sejumlah daerah yang terdapat isu penyerangan ulama yang diduga dilakukan orang dengan gangguan jiwa.
Seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Timur. ”Kita menghitung semua kasus yang terjadi, baik yang dilaporkan atau yang terdapat di media sosial,” terangnya, Senin (5/3).
Total ada 45 isu penganiayaan ulama yang dihitung Satgas Nusantara. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kebenaran isu tersebut.
Mulai pengumpulan alat bukti di tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan kesehatan jiwa pelaku, hingga pemeriksaan darah pelaku yang diduga memiliki gangguan jiwa.
”Ada tiga psikiatri dilibatkan untuk memastikan benar-benar gangguan jiwa atau tidak,” ungkapnya.
Untuk pemeriksaan darah pelaku yang diduga mengalami gangguan jiwa, sebenarnya merupakan anjuran dari para ahli.
Sebab, ada obat yang memang bisa membuat orang dengan gangguan jiwa itu menjadi lebih agresif.
”Namun, hasilnya ternyata tidak ditemukan zat-zat kimia di darahnya,” terang staf ahli kapolri bidang sosial dan ekonomi tersebut.
Dari 45 isu penganiayaan ulama itu bisa dikategorikan menjadi empat fakta.
Pertama, yakni benar-benar terjadi tiga penganiayaan ulama; dua di Jawa Barat dan satu di Jawa Timur.
Kedua, tindak pidana umum yang seolah-olah korbannya ulama dan pelakunya orang dengan gangguan jiwa. ''Itu ada enam kasus,” tuturnya.
Ketiga, peristiwa yang seolah-olah terjadi dan ada yang mengaku jadi korban, namun ternyata tidak ada dengan empat kasus.
Keempat, peristiwa yang diviralkan tapi hanya rekayasa dengan jumlah terbanyak 32 kasus. Dari semua itu, Satgas Nusantara belum menemukan keterhubungan antarsatu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
Hanya, ada temuan keterhubungan di dunia maya dalam penyebaran hoaks penganiayaan dan penculikan ulama.
”Di darat, Satgas belum temukan benang merah, di udara atau dunia maya baru terhubung dengan adanya penggorengan isu oleh TFMCA dan eks Saracen,” paparnya.
Kendati diduga bermotif politik, namun Satgas Nusantara hingga saat ini belum menemukan dengan pasti siapa aktor intelektual yang merancang penyerangan ulama dan hoaks penculikan ulama, di balik TFMCA. ”Ini baru awal, masih berlanjut,” terangnya.
Sementara Wakasatgas Nusantara sekaligus Direktur Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim Brigjen Fadil Imran menjelaskan, untuk pelaku-pelaku yang diduga anggota TFMCA ini memang terhubung dengan eks anggota Saracen. ”Ini sangat terlihat dari pengelolaan isu di medsos,” terangnya.
Dengan tertangkapnya lebih dari enam pelaku, maka diharapkan ke depan bisa menyimpulkan hubungan semuanya sekaligus mengetahui siapa sosok di balik semua ini.
”Kami terus bekerja untuk menghilangkan berita hoaks dan fintah yang mengganggu stabilitas keamanan nasional,” paparnya.
Sementara Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi menuturkan, setidak-tidaknya sudah ada perkembangan yang disampaikan satgas tersebut, walau belum sepenuhnya menggambarkan peristiwa penyerangan ulama oleh orang dengan gangguan jiwa.
”Polri pelu menindaklanjuti kasus-kasus ini lebih serius dan transparan, agar masyarakat memahami secara utuh,” tuturnya.
Saat ditanya apakah tetap harus diungkap bila ternyata melibatkan tokoh politik atau oknum sebuah institusi, dia menyatakan bahwa sepahit apapun hasil penyelidikan dan penyidikan kasus ini harus diungkap.
”Kalau tidak diungkap, justru bisa terjadi kesalahpahaman informasi yang diterima masyarakat. Yang bisa membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara kita,” tegasnya.
Dia menuturkan, Polri juga jangan terjebak dengan identitas dari pelaku penyebar hoaks. Fokusnya harus pada perbuatan kriminal yang dilakukan.
”Kalau terjebak identitas, justru bisa membuat kelompok lain merasa tersinggung dan kontraproduktif dengan penanganan kasus ini,” paparnya ditemui di ruang Rupatama Mabes Polri kemarin. [] JPNN.COM
Foto : jpnn.com |
Seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Timur. ”Kita menghitung semua kasus yang terjadi, baik yang dilaporkan atau yang terdapat di media sosial,” terangnya, Senin (5/3).
Total ada 45 isu penganiayaan ulama yang dihitung Satgas Nusantara. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kebenaran isu tersebut.
Mulai pengumpulan alat bukti di tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan kesehatan jiwa pelaku, hingga pemeriksaan darah pelaku yang diduga memiliki gangguan jiwa.
”Ada tiga psikiatri dilibatkan untuk memastikan benar-benar gangguan jiwa atau tidak,” ungkapnya.
Untuk pemeriksaan darah pelaku yang diduga mengalami gangguan jiwa, sebenarnya merupakan anjuran dari para ahli.
Sebab, ada obat yang memang bisa membuat orang dengan gangguan jiwa itu menjadi lebih agresif.
”Namun, hasilnya ternyata tidak ditemukan zat-zat kimia di darahnya,” terang staf ahli kapolri bidang sosial dan ekonomi tersebut.
Dari 45 isu penganiayaan ulama itu bisa dikategorikan menjadi empat fakta.
Pertama, yakni benar-benar terjadi tiga penganiayaan ulama; dua di Jawa Barat dan satu di Jawa Timur.
Kedua, tindak pidana umum yang seolah-olah korbannya ulama dan pelakunya orang dengan gangguan jiwa. ''Itu ada enam kasus,” tuturnya.
Ketiga, peristiwa yang seolah-olah terjadi dan ada yang mengaku jadi korban, namun ternyata tidak ada dengan empat kasus.
Keempat, peristiwa yang diviralkan tapi hanya rekayasa dengan jumlah terbanyak 32 kasus. Dari semua itu, Satgas Nusantara belum menemukan keterhubungan antarsatu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
Hanya, ada temuan keterhubungan di dunia maya dalam penyebaran hoaks penganiayaan dan penculikan ulama.
”Di darat, Satgas belum temukan benang merah, di udara atau dunia maya baru terhubung dengan adanya penggorengan isu oleh TFMCA dan eks Saracen,” paparnya.
Kendati diduga bermotif politik, namun Satgas Nusantara hingga saat ini belum menemukan dengan pasti siapa aktor intelektual yang merancang penyerangan ulama dan hoaks penculikan ulama, di balik TFMCA. ”Ini baru awal, masih berlanjut,” terangnya.
Sementara Wakasatgas Nusantara sekaligus Direktur Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim Brigjen Fadil Imran menjelaskan, untuk pelaku-pelaku yang diduga anggota TFMCA ini memang terhubung dengan eks anggota Saracen. ”Ini sangat terlihat dari pengelolaan isu di medsos,” terangnya.
Dengan tertangkapnya lebih dari enam pelaku, maka diharapkan ke depan bisa menyimpulkan hubungan semuanya sekaligus mengetahui siapa sosok di balik semua ini.
”Kami terus bekerja untuk menghilangkan berita hoaks dan fintah yang mengganggu stabilitas keamanan nasional,” paparnya.
Sementara Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi menuturkan, setidak-tidaknya sudah ada perkembangan yang disampaikan satgas tersebut, walau belum sepenuhnya menggambarkan peristiwa penyerangan ulama oleh orang dengan gangguan jiwa.
”Polri pelu menindaklanjuti kasus-kasus ini lebih serius dan transparan, agar masyarakat memahami secara utuh,” tuturnya.
Saat ditanya apakah tetap harus diungkap bila ternyata melibatkan tokoh politik atau oknum sebuah institusi, dia menyatakan bahwa sepahit apapun hasil penyelidikan dan penyidikan kasus ini harus diungkap.
”Kalau tidak diungkap, justru bisa terjadi kesalahpahaman informasi yang diterima masyarakat. Yang bisa membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara kita,” tegasnya.
Dia menuturkan, Polri juga jangan terjebak dengan identitas dari pelaku penyebar hoaks. Fokusnya harus pada perbuatan kriminal yang dilakukan.
”Kalau terjebak identitas, justru bisa membuat kelompok lain merasa tersinggung dan kontraproduktif dengan penanganan kasus ini,” paparnya ditemui di ruang Rupatama Mabes Polri kemarin. [] JPNN.COM