HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Militer, Polisi dan Warga Buddha Bantai 10 Pria Rohingya

Lentera 24.com | JAKARTA -- Kantor berita Reuters merilis laporan pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar yang antara lain ditulis d...

Lentera24.com | JAKARTA -- Kantor berita Reuters merilis laporan pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar yang antara lain ditulis dua wartawannya yang kini diadili pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi tersebut.

Foto : cnnindonesia.com
Dalam laporan investigasi berjudul "Bagaimana Tentara Myanmar Membakar, Menjarah dan Membunuh di Sebuah Desa Terpencil", dua jurnalis Reuters Wa Lone, Kyaw Soe Oo menggambarkan serangan warga Buddha dan tentara Myanmar yang menewaskan 10 pria Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Dalam kondisi terikat, 10 pria muslim Rohingya menyaksikan tetangga-tetangga mereka yang beragama Budha menggali sebuah kuburan yang dangkal. Tak lama setelahnya, di pagi hari pada 2 September lalu, ke-10 nya tewas. Dua di antaranya ditikam warga Buddha. Sisanya ditembak mati pasukan Myanmar, ungkap dua dari penggali kuburan seperti dilaporkan Reuters, Kamis (8/2).

"Satu kuburan untuk 10 orang," kata Soe Chay, 55 tahun, pensiunan tentara dari komunitas Buddha Inn Din's yang mengaku membantu menggali lubang dan menyaksikan pembunuhan. Tentara-tentara Myanmar menembaki tiap orang sedikitnya dua atau tiga kali, katanya. "Saat mereka dikuburkan, beberapa di antaranya masih bersuara, yang lainnya sudah mati."

Pembunuhan yang terjadi di desa di pesisir Inn Din menandai episode berdarah lainnya dalam kekerasan etnis di wilayah utara negara bagian Rakhine, di pinggiran sebelah barat Myanmar. 

Sekitar 690 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari desa-desa mereka dan melintasi perbatasan ke Bangladesh sejak Agustus. Tidak seorang pun dari 6.000 warga Rohingya di Inn Din masih tertinggal di desa itu hingga Oktober.

Rohingya menuduh militer melakukan pembakaran, pemerkosaan dan pembunuhan untuk mengenyahkan mereka dari negara berpenduduk 53 juta jiwa dengan mayoritas beragama Buddha itu. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyatakan tentara diduga melakukan 'genosida', PBB menyebutnya aksi tersebut sebagai pembersihan etnis. Myanmar menyatakan aksi itu sebagai 'operasi pembersihan' sebagai balasan atas serangan pemberontak Rohingya.

Reuters melacak keberadaan Rohingya di Rakhine selama berabad-abad. Namun sebagian warga Burma menganggap Rohingya sebagai imigran yang tidak diinginkand ari Bangladesh. Tentara menyebut Rohingya sebagai 'Bengalis'. 

Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan sektarian meningkat dan pemerintah telah menempatkan lebih dari 100 ribu Rohingya di kamp-kamp di mana makanan, obat-obatan dan pendidikan sangat terbatas.

Reuters merangkaikan kejadian yang terjadi di Inn Din, yang berujung pada pembunuhan ke-10 pria rohingya, delapan pria dan dua pelajar sekolah menengah atas berusia belasan tahun.

Hingga kini, kisah kekerasan terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine hanya dituturkan oleh para korbannya. Rekonstruksi yang dilakukan Reuters menguraikan untuk pertama kalinya hasil wawancara dengan warga Buddha yang mengaku membakar rumah-rumah warga Rohingya, menguburkan jenazah dan membunuh warga Muslim.

Untuk pertama kalinya tentara dan polisi paramiliter terkait dengan kesaksian dari personel keamanan sendiri. Anggota polisi paramiliter memberikan deskripsi operasi untuk mengusir warga Rohingya dari Inn Din, memastikan peran besar militer dalam aksi tersebut.

Ke-10 keluarga korban, yang kini tinggal di kamp pengungsi Bangladesh, mengidentifikasi para korban dari selembar foto yang diperlihatkan Reuters. Mereka adalah nelayan, penjaga toko, dua remaja pelajar, dan seorang guru agama Islam.

Tiga foto diperoleh Reuters dari seorang tetua desa beragama Buddha, merekam momen-momen pembantaian di Inn Din. Mulai dari penangkapan para pria Rohingya oleh tentara pada 1 September pagi, hingga eksekusi tepat setelah pukul 10 pagi pada keesokan hari, 2 September. Dua foto, satu diambil pada hari pertama, yang lain di hari pembunuhan. Memperlihatkan ke-10 pria berlutut berjajar. Foto terakhir memperlihatkan jenazah yang bersimbah darah bertumpukan di lubang kubur yang dangkal.

Penyelidikan Reuters atas pembantaian di Inn Din tersebut berujung pada penangkapan dua reporter Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Keduanya ditahan pada 12 Desember dengan tuduhan mendapatkan dokumen rahasia terkait dengan Rakhine. 

Pada 10 Januari, militer mengeluarkan pernyataan yang memastikan porsi yang disiapkan dalam laporan Wa Lone, Kyaw Soe Oo, dan kolega mereka, mengakui bahwa 10 pria Rohingya telah dibantai di desa itu. Militer memastikan bahwa warga Buddha menyerang beberapa pria dengan pedang dan tentare menembaki yang lainnya hingga tewas.

Namun versi militer dari peristiwa itu berlawanan dengan hal-hal penting yang diperoleh Reuters dari kesaksian warga Buddha dan etnis Rohingya. Militer mengatakan ke-10 pria itu adalah anggota dari 200 teroris yang menyerang aparat keamanan. Disebutkan bahwa tentara memutuskan untuk membunuh mereka karena pertempuran sengit tidak memungkinkan mereka dipindahkan ke tahanan polisi. 

Warga Buddha yang diwawancara menyatakan tidak ada serangan terhadap aparat keamanan di Inn Din. Warga Rohingya menyatakan ke-10 orang itu diambil acak dari ratusan pria, wanita dan anak-anak yang sedang berlindung di pantai dekat desa tersebut.

Dari hasil wawancara warga Buddha, tentara, polisi paramiliter, etnis muslim Rohingya dan pemerintah setempat terungkap bahwa militer dan polisi paramiliter mengorganisir warga Buddha di Inn Din dan sedikitnya dua desa lainnya untuk membakar rumah-rumah warga Rohingya. Hal ini diungkap oleh sebelas warga Buddha yang mengaku bahwa warga Buddha melakukan tindakan kekerasan termasuk pembunuhan. 

Pemerintah dan tentara berulangkali menyebut bahwa pembakaran desa dan rumah-rumah dilakukan oleh pemberontak Rohingya.

Terungkap pula bahwa perintah membersihkan dusun Rohingya Inn Din diturunkan dari rantai komando militer, kata tiga polisi yang tidak mau menyebut namanya dan seorang polisi unit intelijen di Ibu Kota Sittwe. Aparat mengenakan pakaian sipil agar tidak dikenali selama razia.

Pemerintah Desa Inn Din, Maung Thein Chay dan seorang polisi paramiliter menyebut beberapa anggota polisi menjarah milik warga Rohingya, termasuk sapi dan sepeda motor untuk dijual.

Diungkapkan pula bahwa operasi di Inn Din dipimpin Divisi Infantri 33, didukung polisi paramiliter Batalyon 8. Hal ini diungkap sendiri oleh empat polisi anggota batalion tersebut. [] CNNINDONESIA.COM