Lentera 24.com | JAKARTA -- Pakar ekonomi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo menyebut adanya pem...
Lentera24.com | JAKARTA -- Pakar ekonomi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo menyebut adanya pembekuan kegiatan KPPU per 27 Februari ini menunjukkan betapa kacaunya manajemen pemerintahan.
"Bagaimana mungkin sebuah lembaga negara seperti KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) harus beku kegiatan, karena belum mendapat Keputusan Presiden (Keppres) tentang keanggotaan komisinya,” kata Dradjad, kepada Republika.co.id, Rabu (28/2).
Pernyataan ini menyikapi peristiwa KPPU yang resmi membekukan kegiatannya terhitung Selasa (27/2). Hal itu dilakukan karena KPPU belum menerima surat perpanjangan izin operasi dari Presiden Joko Widodo. Padahal masa jabatan anggota Komisioner KPPU sudah habis.
"Jika di negara maju, pejabat yang berwenang bisa diyakini akan mundur atau diberhentikan dari jabatannya,” ungkap anggota Dewan Kehormatan (Wanhor) PAN ini.
Dijelaskannya, UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menetapkan bahwa anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diangkat dan diberhentikan Presiden atas persetujuan DPR (Pasal 31 ayat 2).
Lalu dalam ayat 4 disebutkan: Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
"Dalam penjelasan disebutkan, perpanjangan tersebut maksimal 1 tahun. Jadi seharusnya, kekosongan jabatan tidak perlu terjadi,” kata Dradjad.
Situasi saat ini, kata Dradjad, anggota KPPU sudah habis masa jabatannya per 27 Desember 2017. Mereka lalu diperpanjang Presiden hingga 27 Februari 2018.
"Ternyata hingga Selasa (27/2) sore belum ada perpanjangan baru. Otomatis anggota KPPU habis masa jabatannya. Sementara itu, karena DPR belum memproses persetujuan atas calon anggota KPPU, maka secara legal KPPU tidak lagi mempunyai anggota Komisi yang sah,” papar ekonom senior ini.
Padahal Presiden, lanjut dia, pada 8 Agustus 2017 sudah membentuk Pansel KPPU berdasarkan Keppres No. 96/P tahun 2017. Seharusnya Pansel yang dipimpin Hendri Saparini dengan anggota antara lain Rhenald Kasali dan Alexander Lay ini sudah menyelesaikan proses seleksinya. Lalu pemerintah sudah memasukkan nama calon ke DPR paling telat sekitar awal Desember agar DPR sempat lakukan fit and proper test.
Dradjad tidak tahu siapa yang salah, Pansel, pemerintah atau DPR. Yang jelas per 27 Februari sore belum ada anggota KPPU yang baru yang sah. Yang jelas kondisi ini mengakibatkan KPPU harus beku sementara.
"Ini kan koplak (error) banget. Apalagi, pada tanggal 12-14 Desember 2011 KPPU juga pernah beku kegiatan karena penyebab yang sama. Masak negara terjeblos di lubang yang sama?” ungkapnya.
Hanya bedanya, jelas Dradjad, pada tahun 2011 itu Pansel tidak terkena tuduhan konflik kepentingan. Sekarang ini, kata dia, beberapa anggota Pansel dituduh konflik kepentingan karena mereka bekerja atau terkait dengan pihak terlapor yang sedang diproses KPPU. "Apakah ini penyebabnya kekacauan sekarang?” tanya Dradjad. [] REPUBLIKA.CO.ID
Foto : Polanusa.com |
Pernyataan ini menyikapi peristiwa KPPU yang resmi membekukan kegiatannya terhitung Selasa (27/2). Hal itu dilakukan karena KPPU belum menerima surat perpanjangan izin operasi dari Presiden Joko Widodo. Padahal masa jabatan anggota Komisioner KPPU sudah habis.
"Jika di negara maju, pejabat yang berwenang bisa diyakini akan mundur atau diberhentikan dari jabatannya,” ungkap anggota Dewan Kehormatan (Wanhor) PAN ini.
Dijelaskannya, UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menetapkan bahwa anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diangkat dan diberhentikan Presiden atas persetujuan DPR (Pasal 31 ayat 2).
Lalu dalam ayat 4 disebutkan: Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
"Dalam penjelasan disebutkan, perpanjangan tersebut maksimal 1 tahun. Jadi seharusnya, kekosongan jabatan tidak perlu terjadi,” kata Dradjad.
Situasi saat ini, kata Dradjad, anggota KPPU sudah habis masa jabatannya per 27 Desember 2017. Mereka lalu diperpanjang Presiden hingga 27 Februari 2018.
"Ternyata hingga Selasa (27/2) sore belum ada perpanjangan baru. Otomatis anggota KPPU habis masa jabatannya. Sementara itu, karena DPR belum memproses persetujuan atas calon anggota KPPU, maka secara legal KPPU tidak lagi mempunyai anggota Komisi yang sah,” papar ekonom senior ini.
Padahal Presiden, lanjut dia, pada 8 Agustus 2017 sudah membentuk Pansel KPPU berdasarkan Keppres No. 96/P tahun 2017. Seharusnya Pansel yang dipimpin Hendri Saparini dengan anggota antara lain Rhenald Kasali dan Alexander Lay ini sudah menyelesaikan proses seleksinya. Lalu pemerintah sudah memasukkan nama calon ke DPR paling telat sekitar awal Desember agar DPR sempat lakukan fit and proper test.
Dradjad tidak tahu siapa yang salah, Pansel, pemerintah atau DPR. Yang jelas per 27 Februari sore belum ada anggota KPPU yang baru yang sah. Yang jelas kondisi ini mengakibatkan KPPU harus beku sementara.
"Ini kan koplak (error) banget. Apalagi, pada tanggal 12-14 Desember 2011 KPPU juga pernah beku kegiatan karena penyebab yang sama. Masak negara terjeblos di lubang yang sama?” ungkapnya.
Hanya bedanya, jelas Dradjad, pada tahun 2011 itu Pansel tidak terkena tuduhan konflik kepentingan. Sekarang ini, kata dia, beberapa anggota Pansel dituduh konflik kepentingan karena mereka bekerja atau terkait dengan pihak terlapor yang sedang diproses KPPU. "Apakah ini penyebabnya kekacauan sekarang?” tanya Dradjad. [] REPUBLIKA.CO.ID