Lentera 24.com | KARANG BARU -- Dari beberapa kasus penyalahgunaan dana desa (ADD) yang terjadi di kabupaten Aceh Tamiang pada khususnya, d...
Lentera24.com | KARANG BARU -- Dari beberapa kasus penyalahgunaan dana desa (ADD) yang terjadi di kabupaten Aceh Tamiang pada khususnya, dapat penulis lihat beberapa celah yang terjadi, Selasa(17/10).
Yang pertama pada proses perencanaan dimana pada proses ini sering adanya elite capture atau kuasa pengguna Anggaran yang cenderung memanipulasi penyusunan kebijakan, termasuk mempengaruhi aturan main yang menguntungkan kepentingan mereka. Kelompok tersebut memiliki kelebihan dalam distribusi sumberdaya, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan pekerjaan, Oleh sebab itu sebuah Desa harus mempersiapkan pemimpin lokal desa untuk menahan penetrasi para elite capture tersebut.
Yang kedua proses pertanggungjawaban sebanyak dua kali baik itu 60% pertama dan 100% terakhir, pada proses ini berpotensi menyampaikan laporan pertanggung jawaban yang bersifat fiktif, hal ini bukan menjadi rahasia umum lagi dan ini terlihat dari deretan kasus ADD yang terjadi di mana lemah dan kurangnya pengawasan laporan yang dianggap sepele tapi berdampak luas dan bisa di olah.
Yang ketiga proses monitoring dan evaluasi, pada dasarnya keberhasilan sebuah program ADD tidak lepas dari fungsi pengawasan dan evaluasi yang dilakukan, sebab jika monitoring dan evaluasi minim dilakukan maka berdampak besar sehingga terkesan bersifat formalitas, administrative dan telat deteksi korupsi.
Yang keempat Proses pelaksanaan, pada proses ini potensi nepotisme sangat kuat, dimana jika perencanaan sudah di setel untuk kepentingan satu kelompok maka pelaksanaan kegiatan akan menguntungkan pihak tersebut tanpa berlandaskan pada asas transparan dan akuntabel, padahal seyogyanya pelaksanan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan kelompok, belum lagi jika pelaksana di lapangan pintar olah maka potensi nepotisme akan terlaksana dengan mulus.
Proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa yang berpotensi Mark up, rekayasa dan tidak transfaran, pada proses ini banyak permainan yang terjadi, bagaimana tidak pada konteks pengadaan barang dan jasa tidak dipungkiri lagi adanya celah besar untuk melakukan markup dan rekayasa, ini terlihat dari Kasus ADD yang terjadi, dimana perencanaan tidak sesuai dengan realisasi akibatnya pekerjaan tidak terlaksana secara maksimal sehingga kegiatan yang dibuat mudah rusak dan tidak untuk jangka panjang.
Harapan besar penulis celah-celah tersebut dapat diminimalisir dengan kerjasama yang baik antara pemerintah kabupaten/kota,kampung dengan masyarakat sebagai tujuan utama dikucurkannya dana desa tersebut. (Abdul Razzaq Mubaroq)
Foto : Ilustrasi |
Yang kedua proses pertanggungjawaban sebanyak dua kali baik itu 60% pertama dan 100% terakhir, pada proses ini berpotensi menyampaikan laporan pertanggung jawaban yang bersifat fiktif, hal ini bukan menjadi rahasia umum lagi dan ini terlihat dari deretan kasus ADD yang terjadi di mana lemah dan kurangnya pengawasan laporan yang dianggap sepele tapi berdampak luas dan bisa di olah.
Yang ketiga proses monitoring dan evaluasi, pada dasarnya keberhasilan sebuah program ADD tidak lepas dari fungsi pengawasan dan evaluasi yang dilakukan, sebab jika monitoring dan evaluasi minim dilakukan maka berdampak besar sehingga terkesan bersifat formalitas, administrative dan telat deteksi korupsi.
Yang keempat Proses pelaksanaan, pada proses ini potensi nepotisme sangat kuat, dimana jika perencanaan sudah di setel untuk kepentingan satu kelompok maka pelaksanaan kegiatan akan menguntungkan pihak tersebut tanpa berlandaskan pada asas transparan dan akuntabel, padahal seyogyanya pelaksanan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan kelompok, belum lagi jika pelaksana di lapangan pintar olah maka potensi nepotisme akan terlaksana dengan mulus.
Proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa yang berpotensi Mark up, rekayasa dan tidak transfaran, pada proses ini banyak permainan yang terjadi, bagaimana tidak pada konteks pengadaan barang dan jasa tidak dipungkiri lagi adanya celah besar untuk melakukan markup dan rekayasa, ini terlihat dari Kasus ADD yang terjadi, dimana perencanaan tidak sesuai dengan realisasi akibatnya pekerjaan tidak terlaksana secara maksimal sehingga kegiatan yang dibuat mudah rusak dan tidak untuk jangka panjang.
Harapan besar penulis celah-celah tersebut dapat diminimalisir dengan kerjasama yang baik antara pemerintah kabupaten/kota,kampung dengan masyarakat sebagai tujuan utama dikucurkannya dana desa tersebut. (Abdul Razzaq Mubaroq)