Foto : Sayed Zainal/harianandalas suara-tamiang.com , ACEH TAMIANG -- Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari)...
Foto : Sayed Zainal/harianandalas |
“Rencana Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Pertamina EP (Persero), Bupati Aceh Tamiang (H Hamdan Sati) dan para Direktur Utama BUMD berpotensi korupsi. Sejak awal tidak terbuka dan tidak transparan dalam proses mendapatkan KSO.
apalagi di sisi lain, peran publik dalam rangka monitoring tidak mendapatkan tempat di Pemda Aceh Tamiang. bahkan DPRK sebagai lembaga legislatif hanya digunakan untuk rekomendasi,” jelas Sayed Zainal, kemarin.
Menurut Sayed Zainal, yang dikuatirkan apabila terlaksana KSO, Mitra Usaha KSO memperoleh penggantian biaya dari PT Pertamina EP berupa biaya operasi (cost recovery) sebesar 80% revune (cap cost 80%) setelah mencapai di atas produksi dasar. Sedangkan bagian keuntungan mitra usaha KSO (net split) maksimal mencapai 15%.
“Di sinilah potensi korupsi itu muncul termasuk gandengan perusahaan dari BUMD, karena elemen sipil tidak mendapatkan peran monitoring yang konkrit.
Oleh karenanya keterbukaan dan transparasi sangat penting untuk menghindari permufakatan jahat dari pihak–pihak tertentu dalam BUMD,” tegas Sayed Zainal.
Sayed Zainal menambahkan, saat pengangkatan atau penunjukan dewan direksi baik PT Petro Tamiang Raya dan PT Kwala Simpang Petroleum pada tgl 30 Oktober 2014 jelas ada kejanggalan dan pelanggaran yang dilakukan Bupati Aceh Tamiang (H Hamdan Sati) dengan kewenangan secara hokum bersama Direktur PDAM Tirta Tamiang Suhairi sebagai pendiri dan pemilik saham.
“Misalnya kapan Bupati Aceh Tamiang membentuk tim ahli dan menunjuknya untuk melakukan fit and propertest. Siapa tim ahlinya dan harus dilakukan sebelum tanggal 30 Oktober secara terbuka,” jelas Sayed Zainal.
Bahkan jelas jabatan Direktur Utama PT Kwala Simpang Petroleum sambung Sayed Zainal, bukan penduduk Aceh Tamiang.
Termasuk salah seorang direktur di PT Petro Tamiang Raya dalam Akte Notoris Nomor 26 tanggal 30 Oktober 2014 adalah warga Kelurahan Krukut Kecamatan Limo Kota Depok dengan inisial HLT.
“Kita sama sekali tidak pernah kenal, apalagi dalam pasal 7, baik Qanun nomor 12 dan 13 tahun 2014, para Dewan Direksi harus memiliki pengalaman 5 tahun bekerja di bidang migas dibuktikan dengan referensi dari perusahaan asal,” sebut Sayed Zainal.
Ditambahkan Sayed Zainal hasil monitoring, fakta yang ditemukan sejak berakhir KSO antara PT Pertamina EP dengan perusahaan swasta pada tanggal 13 Desember 2014 lalu, yaitu pada bulan Oktober– Nopember 2014, Bupati Aceh Tamiang mulai mengajukan permohonan KSO kepada Direktur Utama PT Pertamina EP.
“Surat tanggal 7 0ktober 2014 Nomor Surat: 540/6336 dan Surat tanggal 8 0ktober 2014 Nomor Surat: 590/6374, intinya minta KSO dan didukung oleh Ketua DPRK Aceh Tamiang yang merekomendasi untuk KSO dengan perusahaan BUMD adalah PT Petro Tamiang Raya bukan PT Kwala Simpang Petroleum yang Direktur Utamanya bukan penduduk Aceh Tamiang.
Bahkan H Arman Muis berkali-kali mengajukan agar KSO bisa didapat PT Petro Tamiang Raya, dengan bukti surat H Arman Muis tanggal 19 Agustus 2015 Nomor: 015/PTR/VIII/2015.
Kemudian tanggal 15 Januari 2015 dengan Nomor: 003/PTR/I/2016 termasuk beberapa surat yang diajukan ke DPRK Aceh Tamiang untuk minta dukungan dan rekomendasi agar PT Petro Tamiang Raya mendapatkan hak kelola bekerja sama Partai Aceh,” terang Sayed Zainal.
Dalam perjalanan Bupati Aceh Tamiang H Hamdan Sati, sambung Sayed Zainal, pada pertemuan 15 Januari 2015 di ruang rapat Lantai 12 PT Pertamina EP, Wisma Standart Chartered Jalan Satrio No 164 Jakarta Selatan, mulai merekomendasikan PT Kwala Simpang Petroleum.
Menurutnya, penyampaian Direktur Utama PT Pertamina EP Bapak Adriansyah dalam notulensi rapat, pada prinsipnya PT Pertamina EP setuju mengenai KSO.
Bahkan katanya lagi, dalam notulensi meminta Bupati Aceh Tamiang menyelesaikan masalah KSO agar tidak terjadi konflik sosial yang dapat mengganggu jalannya KSO.
Sayed Zainal memjelaskan, dua hari sebelum unjuk rasa yang digawe oleh Arman Muis yaitu pada tanggal 1 Maret 2016. Dia mengatasnamakan Direktur Utama PT Petro Tamiang Raya menyatakan, mengundurkan diri dari rencana KSO dengan Pertamina untuk wilayah Kwala Simpang Timur dan Bukit Tiram dan pernyataannya setuju membubarkan PT Petro Tamiang Raya untuk tidak KSO. Selanjutnya diserahkan kepada Bupati.
“Aneh dan ada apa yang sebelumnya ngotot untuk kepentingan daerah, kok malah setuju kepada Bupati.
Ini jelas pembodohan. Klarifikasi ke Komisi VII DPR RI beberapa waktu yang lalu di Jakarta bersama Bupati Aceh Tamiang.
Kenapa saat unjuk rasa surat pengunduran diri tidak dibagi dengan warga atau diserahkan ke Wakil Bupati dan DPRK Aceh Tamiang,” tegas Sayed Zainal sembari mengimbau agar DPRK gunakan kewenangannya untuk Konsultasi Publik dalam rangka membenahi para dewan direksi kedua BUMD secara terbuka dan transparan dan meminta melakukan fit and propertest sesuai syarat Qanun BUMD. (ERW/Harian Andalas)