Oleh: Syahzevianda* Pasca diproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, euforia sangat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesi...
Oleh: Syahzevianda*
Pasca diproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, euforia
sangat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh pelosok nusantara,
tak terkecuali Aceh yang juga ikut campur tangan dalam mempertahankan keutuhan
wilayah NKRI dari tangan para kolonial. Situasi genting saat itu tak mengurangi
heroik & patriot anak negeri dalam memperjuangkan cita-citanya dari
belenggu para penjajah.
Konon dalam cukilan literatur yang tersisa, bahwa Tamiang pernah
mengalami kejayaan diabad ke-13 dalam
masa daerah kerajaan dibawah pimpinan Muda
Sedia dan Muda Sididu. Tamiang yang juga berjuluk “Negeri
Mude Sedie” yang sangat kental dengan entitas sebuah persukuan/perkauaman, baik
budaya, adat-istiadat rumpun melayu pun memiliki kaitan erat dalam membela dan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Penulis tidak mengulasnya dalam
narasi khusus kaitan tersebut, namun pembahasan mengenai kedalaman cukilan sejarah Tamiang sudah sering
dikupas dalam tulisan lain.
Ini bukan legenda, dongeng, ataupun cerpen!
“IKMAT”. Ya, mungkin sedikit membingungkan dibenak pembaca, dan bahkan kurang akrab ditelinga pembaca. Atau bahkan
sama sekali tidak pernah mendengar “wujud” apakah itu? itu bukanlah nama seseorang, melainkan adalah sebuah
singkatan dari “IKATAN KESATUAN
MASYARAKAT TAMIANG (IKMAT)”. Sebuah wadah perkumpulan era pasca-kemerdekaan
yang memperjuangkan Tamiang menjadi lebih baik dimasanya. Organisasi masa murni
pergerakan membela daerah Tamiang kearah kemakmuran dan kejayaan ini didirikan
pada 16 Desember 1957.
Kemurnian perjuangan mewujudkan cita-cita dalam bingkai kesejahteraan
rakyat Tamiang dalam organisasi ini murni diisi oleh ketokohan putera-putera
terbaik Tamiang. Kerja keras tim
formatur dalam melahirkan organisasi ini patut diacungkan jempol. Pasalnya niat
yang kukuh dalam kemajuan “taraf kehidupan rakyat Tamiang” ketika itu masih dapat kira rasakan sampai detik ini Tamiang jauh lebih
baik hingga saat ini, seiring dalam perjalanan locus, tempus dan focus mereka berjuang sampai hanya
meninggalkan nama sahaja saat ini.
Terdapat 9 orang formatur IKMAT diantaranya: O.K. Amir Husin, O.K.
Mahmunarrasyid, Tajuddin, T. Abd. Azis, Mohd. Syah, Idris S. Thayib, Abdul
Munir, T. Amir Hasan dan Wan Ismail (Harian
Lembaga: 11.01.57). Format kepengurusan yang jelas laiknya kopetensi sebuah
organisasi kekinian, mengantarkan Tamiang dalam cita-cita IKMAT.
Apa saja yang dihasilkan IKMAT dalam perjalanannya?
IKMAT dalam usahanya memperjuangkan nasib rakyat Tamiang sering
mengadakan pertemuan-pertemuan dalam mengagendakan program dan rencana
strategis di Gedung Madrasah (SMI) Al Jamiatul Chairiah tepatnya di
Kualasimpang. Wacana-wacana yang dibahas melainkan perwujudan dalam perbaikan
ekonomi, pendidikan dan hal lainnya di Tamiang. Dengan daya dukung seadanya
tapi mampu menunjukkan hasil yang mencengangkan.
Adapun beberapa capaian gemilang yang diperjuangkan oleh kakek kita
terdahulu dibawah naungan IKMAT, diantaranya adalah Pembentukan “KECAMATAN
ADMINISTRATIF KOTA KUALASIMPANG dan
KECAMATAN TAMIANG HULU” pada Tahun 1966. Yang merupakan sebelumnya (pemekaran)
dari Kecamatan Kejuruan Muda. Proses demi proses pun terus berjalan, oleh
pengurus IKMAT yang telah melekat dibahu mereka segenap “Harapan Rakyat
Tamiang” melakukan segala hal yang diperlukan sebagai kelengkapan syarat dalam
memperjuangkan dan percepatan pembentukan kedua kecamatan tersebut. Perjuangan
mereka terus berprogres manis, Kala itu (Kabupaten Aceh Tamiang sekarang) masih
bagian dari daerah otonom Aceh Timur yang kepalai oleh Bupati era T. Djohansyah.
Mengingat terlalu luasnya cakupan wilayah kecamatan Kejuruan muda, atas
dasar keinginan dan hasrat masyarakat kualasimpang dan Tamiang Hulu, maka
menjadi sangat penting diwujudkan lahirnya dua kecamatan ini agar terjadinya
pemerataan, pola administratif yang lebih mobilitas. Beberapa dokumen yang penulis
dapati, terkait kelengkapan syarat atas usaha IKMAT memperjuangkan kelahiran
Kecamatan Kota Kualasimpang dan Tamiang Hulu ini menunjukkan bahwa, IKMAT
merupakan sebuah pergerakan perkumpulan segenap tokoh-tokoh Tamiang masa lalu
(1956-1966) yang banyak berkiprah bagi kemajuan Tamiang. IKMAT jugalah yang
merupakan salah satu organisasi perkumpulan yang termasuk “CIKAL-BAKAL” Kabupaten Aceh Tamiang seperti saat ini. “Warisan yang
kini dirasa oleh anak-cucu-cicit dalam sebuah kemajuan dan kemajemukan yang
luar biasa signifikan”.
Gambar: Naskah Asli rekomendasi Gubernur D.I. Aceh atas permohonan IKMAT
Tak hanya perjuangan pembentukan dua kecamatan tersebut, berdasarkan
literatur yang penulis dapati, IKMAT juga selaku organisasi putera terbaik
Tamiang juga banyak memperjuangkan nasib-nasib rakyat Tamiang dengan melakukan
dorongan pembangunan kewedanaan Tamiang, ekonomi dan sebagainya dengan sokongan
sepenuhnya dengan usulan-usulan dalam RAPBK Aceh Timur melalui Bupati ” (Harian Lembaga: 22.03.57). Artinya,
terlihat bahwa pergerakan organisatoir
IKMAT memang berpihak pada rakyat dan kemajuan daerah Tamiang yang kini
berstatus daerah otonom “Kabupaten Aceh Tamiang.
Hal yang tak terpisahkan adalah, melalui tulisan-tulisan tersisa dari
IKMAT, penulis mendapati bahwa kaitan mereka sebagai putera Tamiang sangat
menunjukkan nuansa etnik, budaya, dan adat istiadat yang sangat heterogen.
Masih menunjukkan eksistensi budaya dalam konteks acara seremonial (pagelaran),
seperti dalam penyambutan, membukaan acara-acara formil maupun non-formil yang
tetap mengemas dalam balutan budaya (adat istiadat) suku-Tamiang.
Refleksi IKMAT Dalam Pergerakan Organisasi di Tamiang
Era-Kekinian
Setelah diulas secara singkat mengenai rekam jejak (track record) perjalanan dan kifrah organisasi/ sebuah pergerakan
masa yang didalamnya berkumpul orang-orang yang berjiwa membangun negerinya.
Lalu pertanyaan konyol yang timbul oleh penulis secara pribadi khususnya
adalah: “Dimanakah IKMAT kini berada?”
Sejarah, hanya bisa menukilkan perjalanan manis mereka untuk menjadi
hadiah kepada anak/cucu/cicit (kita sekarang) yang masih menghirup udara di
bumi muda sedia ini. Apakah IKMAT hanya tinggal nama saja?. Dan itupun (penulis
pribadi) secara egosentries di era digital hampir tidak tahu sama sekali
ternyata IKMAT (Ikatan Kesatuan Masyarakat Tamiang) pernah berjasa membesarkan
tanah eks-kerajaan. Betapa ruginya penulis baru menyadari bahwa kakek/moyang
kita ternyata menyelipkan “helaian cerita manis mereka dalam memperjuangkan
Tamiang” sampai era modernitas saat ini.
Lalu, hikmah apa yang dapat penulis/pembaca petik dari cuplikan tentang
kekuatan dan kemuliaan dari sebuah sepak terjang IKMAT sejak dimulai pada era
1950-an? Sampai-sampai IKMAT kini entah dimana terseleksi alam? Bahkan berdasarkan
referensi/dokumen yang tersisa, dahulu IKMAT juga banyak memunculkan
tokoh-tokoh pada masanya IKMAT berjaya! Sampai segitukah perjuangan IKMAT dalam
melahirkan kaderisasi yang mungkin anak/cucu dari tokoh yang dimunculkan IKMAT
ada yang “MENJADI PEJABAT” di Kabupaten Muda Sedia? Atau sebagai Tokoh lainnya
saat ini yang dipandang melanjutkan warisan perjuangan ayah/kakeknya di IKMAT
dahulu?. Apakah mereka tahu betapa IKMAT yang merupakan wadah kumpulan putera
terbaik Tamiang sudah bersusah-payah membangun Tamiang sampai seperti sekarang?
Bukan bermaksud ingin membandingkan kekukuhan konseptor IKMAT dahulu
dalam menjalankan roda organisasinya, dengan
kondisi organisasi masa yang saat ini terjadi, tapi minimal apa yang sudah
diperjuangkan para pendahulu Tamiang bisa dijadikan petikan nilai implementasi
saat ini. Secara pemikiran dan konsep idialisme membangun sebuah organisasi
punya orientasi dan motivasi yang berbeda pula. Landasan filosofis dan
sosiologis menjadi faktor penentu pada tingkat keberhasilan para aktivis
“tempoe doeloe” dalam bermain dengan sitem dan tatanan birokrasi yang bermental
juang tinggi. Tapi yang penulis garisbawahi adalah, IKMAT sangat memberikan
peluang besar dalam pemberian tongkat estavet kepada cucu/cicit/buyut
“Raje Temiyang” melanjutkan perjuangan sehingga Tamiang kini menjadi daerah
otonom sendiri, melepaskan diri dari daerah otonomnya Aceh Timur, dan kini
berjumlah sebanyak 12 Kecamatan.