HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Dishutbun Tamiang: PT Seudaman Menyalahi Izin

Foto : Ilustrasi/hariansip.co  suara-tamiang.com , ACEH TAMIANG -- Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Aceh Tamiang me...

Foto : Ilustrasi/hariansip.co 
suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Aceh Tamiang mempertanyakan penanaman tanaman sawit di lahan HGU perusahaan perkebunan PT Sumadam yang luasnya mencapai ratusan hektare, karena izin HGU diterbitkan untuk penanaman tanaman karet dan kakao.

Kadis Perkebunan dan Kehutanan Aceh Tamiang, Al Fuadi, Minggu (21/2) mengatakan, pihaknya sudah mengetahui adanya penanaman sawit di lahan HGU PT Seumadam. 

“Secara aturan, perusahaan tidak dibenarkan melakukan penanaman komoditi di luar izin HGU yang diberikan,” ujarnya.

Atas pelanggaran izin peruntukan lahan itu, Al Fuadi mengaku sudah meminta perusahaan mengurus izin konvensi. 

Menurutnya, perusahaan itu beralasan tanaman sawit tersebut hanya sebatas untuk melakukan uji tanam. “Alasan tersebut (uji coba penanaman-red) hanya dalih perusahaan saja. 

Karena yang membuat aneh, luas areal uji coba penanaman malah mencapai seratus hektare lebih,” ujar Fuadi.

Ditambahkan, Fuadi, luas lahan HGU PT Seumadam di Kecamatan Sekrak mencapai 2.305 haktare, dan terdapat lahan yang masih bersengketa antara PT Seumadam dengan warga setempat yang perkaranya belum tuntas.

Warga mengklaim, dalam lahan HGU tersebut terdapat lahan milik warga empat desa/kampong. Yakni Kampong Pematang Durian, Sikumur, Suka Makmur, dan Kampong Baleng Karang. 

“Sengketa ini sudah lama terjadi. Sejak adanya laporan warga yang mengeluhkan penyerobotan lahan mereka oleh perusahaan pemegang izin HGU,” paparnya.Sengketa ini pernah diupayakan penyelesaiannya. Namun belum ada titik temu. 

Titik koordinat batas lahan HGU perusahaan itu, masih menggunakan data lama yang bias saat dicocokkan dengan data lapangan. 

Sehingga terjadi perbedaan penafsiran batas (patok) lahan yang dikuasai perusahaan dengan lahan milik warga.

“Penyelesaian persoalan ini terkendala karena tidak adanya tapal batas HGU di lapangan. Padahal jika ada tapal batas yang jelas, dapat diukur luas HGU perusahaan dan berapa haktare lahan warga yang masuk dalam HGU, atau sebaliknya,” ujar Fuadi.

Ia mendesak badan Pertanahan Negara (BPN) segera menyerahkan dokumen hasil survei lahan yang dilakukan beberapa waktu lalu kepada Pemkab Aceh Tamiang, agar sengketa lahan ini dapat diselesaikan Pemkab Tamiang secara adil dan bijaksana.

Manager PT Seumadam, Rusli, yang dikonfirmasi Serambi kemarin, tidak menepis adanya sengketa lahan antara warga dengan perusahaan ini. 

Namun, ia menilai konflik itu bentuk provokasi yang dilakukan oknum tertentu yang telah membeli lahan HGU milik PT Seumadam dari oknum aparatur desa. 

“Oknum aparatur desa ini menjual lahan yang masuk HGU PT Seumadam, yang luasnya mencapai ratusan hektare,” ujarnya.

Rusli mengaku, mengetahui beberapa oknum desa yang ia maksud itu. Menurutnya, oknum tersebut tidak dapat mempertanggungjawabkan lahan HGU yang sudah diperjualbelikan itu. Bahkan beberapa aparat penegak hukum juga terlibat. 

“Beberapa oknum sengaja membesarkan masalah ini, karena tidak dapat mempertanggungjawabkan lahan HGU PT Seumadam yang sudah diperjualbelikan kepada orang lain,” katanya.

Pihaknya pun sudah menyurati Bupati Tamiang, yang isinya mengizinkan sebagian lahan HGU digunakan masyarakat yang terkena musibah banjir bandang. 

“Kami membolehkan warga naik ke hutan (areal HGU) untuk bermukim sementara, karena rumah mereka diterjang banjir. Di lokasi ini pun bisa saja dibangun sekolah dan fasilitas umum untuk warga. 

Tapi kalau lahan HGU itu kemudian dijual oleh oknum aparat desa kepada orang lain, perusahaan tidak mau melepasnya,” ujar Rusli.

Mengenai adanya patok tapal batas HGU di dalam wilayah gampong desa, menurutnya, itu kewajiban perusahaan mengamankan batas HGU nomor 102 tahun 1992. 

Karena dulunya, ketika dipasang tapal batas itu, kawasan tersebut masih hutan dan baru jadi permukiman penduduk pascabanjir baru-baru ini. 

“Kalau memang PT Seumadam salah, silakan tempuh jalur hukum,” ujarnya.Sedangkan mengenai penanaman sawit, pihaknya sudah memberitahu Dishutbun setempat, bahwa penanaman sawit masih dalam uji coba seluas 100 Ha. 

“Kalau memang tidak cocok kami hentikan, dan mengembalikannya ke penanaman karet,” jelasnya. (md/serambinews)