Foto : Ilustrasi/luwukpost.info suara-tamiang.com , ACEH TAMIANG -- Masyarakat Aceh Tamiang merasa kecewa terkait pembangunan proyek ...
![]() |
Foto : Ilustrasi/luwukpost.info |
Saat ini kondisi jalan dua jalur sepanjang lebih kurang 1 kilometer meliputi pertigaan Grand Arya Hotel hingga jembatan Kualasimpang, itu kondisinya seperti terbengkalai, tidak ada aktivitas apa pun di lokasi mega proyek bernilai puluhan miliar tersebut.
“Kita selaku masyarakat Aceh Tamiang sangat kecewa terhadap pelaksanaan proyek jalan dua jalur yang tidak selesai dikerjakan sesuai rencana.
Hari ini kondisinya seperti terbengkalai, ditinggalkan begitu saja oleh kontraktor,” kata Ridwan (45) warga seputaran Karang Baru kepada Analisa Kamis (7/1).
Menurutnya, selain tidak selesai, kontruksi bangunan jalan dua arah di kawasan kompleks perkantoran bupati Aceh Tamiang juga diragukan kualitasnya.
Pasalnya, di sejumlah titik terdapat badan jalan yang sudah dihampar aspal kini sudah pecah dan terancam menjadi lubang menganga.
“Saat ini proyek jalan dua jalur hanya menyisakan debu bagi masyarakat, dan menambah kesemrawutan tatanan keindahan kawasan ibukota kabupaten ini,” ungkapnya.
Hal serupa dikatakan Sariful Alam, warga Desa Tanjung Karang, Karang Baru yang menyinggung proses pelaksanaan proyek jalan dua jalur dengan waktu yang begitu panjang sampai sekitar 270 hari, tapi kenyataan di lapangan pekerjan justru tidak rampung.
Seharusnya, kata dia, kontraktor pelaksana bertanggung jawab penuh dan selalu memonitor sejauh mana realisasi pekerjaan sudah dilaksanakan. Jangan hanya berdasarkan terima laporan dari orang lapangan saja
“Saya dapat informasi kontrak sudah diputus, berarti mereka (rekanan) sudah meninggalkan Aceh Tamiang.
Ya, paling kita bisa berharap, pembangunan ini bisa dilanjutkan kembali oleh kontraktor yang profesional di tahun 2016 ini,” tuturnya.
Salah seorang ahli kontruksi di Aceh Tamiang juga mengungkapkan kekecewaannya. Dia mengemukakan, proses dan mutu pembangunan jalan dua jalaur dari awal sudah salah kaprah.
Hal itu bisa dilihat dari material yang digunakan jauh dari sempurna dan metode pelaksanaan tidak lazim seperti pada umumnya.
Sebab, dari awal pelaksanaan kita tidak melihat basecous murni/batu sprit dihampar di permukaan jalan lazimnya dilakukan untuk setiap proyek pengaspalan. “Justru lebih banyak terlihat batu kerikil yang dicampur pasir,” ungkapnya.
Selain itu, beber ahli kontruksi yang enggan disebutkan namanya ini, proyek jalan negara yang inklud dangan pembangunan drainase di sisi jalan harus benar-benar dikerjakan sesuai aturan spesifikasi.
Ada indikasi parit beton cetak yang dibuat sendiri oleh rekanan di kawasan Sekrak mungkin tidak sesuai standar kekerasan beton untuk digunakan parit jalan negara.
“Setahu saya parit beton cetak untuk kriteria jalan lintas provinsi paling tidak memakai beton K 250 atau K 225, tidak di bawah standar itu,” bebernya.
Informasi diperoleh Analisa, paket proyek pelebaran jalan dua jalur Aceh Tamiang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT Tam, dengan nilai kontrak Rp28 miliar lebih dari sumber dana APBN 2015.
Pelaksanaan pekerjaan selama 270 hari kalender dimulai sejak 18 Februari 2015 dengan Konsultan Supervisi dari PT EM.
Belum Tuntas
Informasi lain, selain proyek tidak selesai, pembebasan lahan untuk proyek jalan dua jalur di Aceh Tamiang ternyata belum tuntas.
Belasan penduduk yang tinggal di kawasan kafe Djokja Karang Baru, belum mendapatkan hak ganti rugi tanah, sehingga mereka masih bertahan hingga sekarang.
Hal itu semestinya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah daerah untuk dapat menyelesaikan ganti rugi tanah sesuai keinginan masyarakat, sehingga pelaksanaan proyek jalan dua jalur di Aceh Tamiang tidak terkendala.
Akibat pembebasan itu belum steril, pihak rekanan terpaksa menunda pekerjaan. Akibatnya, puluhan meter lahan yang terkena jalur jalan belum tersentuh material sedikit pun.
Bahkan, parit beton cetak yang rencananya dipasang sebanyak 3000 unit, saat ini baru bisa terpasang sekitar 250 unit, kata seorang pengawas proyek jalan dua jalur Aceh Tamiang, Lion, kepada Analisa saat pelaksanaan proyek masih dikerjalan pada bulan Desember lalu.
Dia juga menampik tudingan standar mutu parit beton cetak harus K250. Menurutnya ,parit beton cetak yang telah dipasang mutu K225 itu sudah sesuai ketetapan RAB dalam kontrak.
Namun saat akan dikonfirmasi terkait tidak selesainya pekerjaan tersebut, Kamis (7/1), orang kepercayaan kontraktor ini tidak berhasil dihubungi.
Kasi Bidang Cipta Karya Dinas PU Aceh Tamiang, Rizal, saat dimintai perbandingan antara parit beton cetak yang dibangun di perkotaan dengan parit beton cetak jalan dua jalur mengatakan, di kawasan perkotaan Kualasimpang tahun 2015 sudah dibangun drainase menggunakan beton cetak dari pabrikan Jaya Beton dengan mutu K300.
Jika jalan nasional mutu beton cetak hanya K225 dikhawatirkan tidak mampu menopang beban dari muatan kendaraan yang melintas setiap harinya.
“Namun semua tergantung perencanaan awal. Jika dalam RAB sudah ditentukan K225 ya pelaksana harus mengikuti aturan itu,” ujarnya.
Menurutnya, tidak selesainya jalan dua jalur di Aceh Tamiang, salah satu faktornya mereka (rekanan) membuat cetak parit beton sendiri sehingga tidak terkejar dengan kebutuhan di lapangan.
Berbeda dengan pembangunan lanjutan drainase di Kota Kualasimpang yang bersumber dari dana Otsus 2015, barangnya langsung didatangkan dari pabrik yang sudah teruji sesuai pesanan. (dhs/analisa)