Foto : Ilustrasi/google suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Pembangunan Perguruan Tinggi Politeknik Kabupaten Aceh Tamiang dengan sumbe...
![]() |
Foto : Ilustrasi/google |
Namun hingga saat ini izin dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi tidak terbit, sedangkan yayasan yang ditunjuk untuk pengelola oleh pemkab setempat diragukan keberadaannya bahkan indikasi bodong.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Sayed Zainal melalui siaran persnya, Kamis (15/10).
"Pengkuncuran dana pembangunan gedung tahap I senilai Rp5 miliar dilaksanakan secara swakelola dengan diterbitkan SK Bupati Aceh Tamiang Nomor 116/2012 tanggal 27 Febuari 2012.
Kemudian 2013 turun kembali bantuan pembangunan gedung tahap II sebesar Rp5 miliar dilaksanakan juga secara swakelola," terang Sayed.
Menurutnya, di 2014 dilanjutkan kembali pembangunan tahap III, sumber dana tetap APBA dengan pelaksanaan proses tender dengan penawaran 4.816.800.000.
"Pembangunan tahap III ini bermasalah dengan temuan BPK ada kerugian negara sebesar Rp 285.000.000. Selain itu pembangunan tidak selesai yang disesuikan dengan anggaran Rp4.824.800.000, ada indikasi rekayasa saat perencanaan tahap III.
Tapi sangat disayangkan penegak hukum yang menangani kasus tindak korupsi berhenti di jalan," sebut Sayed.
LembAHtari prihatin dengan komitmen dan keseriusan Bupati Aceh Tamiang dengan Politehnik memiliki izin sesuai undang-undang Nomor 12/2012 Tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 04/2014 Tentang Penyelengara Pendidikan Tinggi dan Pengelola Perguruan Tinggi.
Sayed Zainal menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 95/2014 tentang pendirian, perubahan dan pembentukan perguruan tinggi, pasal 6 poin 2 bahwa pendirian pendidikan tinggi harus memenuhi standar nasional pendidikan yang mencakup studi kelayakan rancangan statute, rancangan strategi termasuk rancangan program akademik sistem pejamin mutu dan susunan organisasi serta tata kerja.
"LembAHtari mendesak Bupati Aceh Tamiang segera mengambil langkah cepat, tepat dan tanggap mencari jalan keluar agar Politehnik memiliki izin sesuai peraturan perundang-undangan.
Kalau tidak dari segi manfaat bisa dikatakan nol besar, apalagi mekanisme yayasan yang ditunjuk untuk mengelola tidak jelas," tegas Direktur Eksekutif LembAHtari tersebut.
Sayed menambahkan, dalam LKPJ Bupati Aceh Tamiang 2014, H Hamdan Sati tidak pernah menyampaikan laporan masalah kegagalan tidak terbitnya izin politehnik.
"LKPJ Bupati termasuk cacat dalam laporannya, namun DPRK Aceh Tamiang tetap menerimanya. Ini aneh, dimana fungsi pengawasan anggota dewan, apakah sibuk dengan studi banding atau lupa dengan tugas dan fungsi dewan," sendir Sayed Zainal.
Menyangkut tentang izin politeknik hingga saat belum terbit, Asisten II Pemkab Aceh Tamiang Izwardi mengatakan, untuk izin politeknik tersebut terhambat karena adanya surat edaran tentang penghentian sementara (Moratorium) pendirian dan perubahan bentuk perguruan tinggi.
Serta pembukaan program studi baru yang ditunjukkan kepada Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, Gubernur dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.
"Dikti menganjurkan untuk dilakukan program di luar domisili dan saat ini lagi penjajakan program tersebut," jelas Izwardi.
Sementara data yang dihimpun andalas menyebutkan, program politeknik tersebut merupakan rencana besar masa bupati terdahulu H Abdul Latief untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang pendidikan.
Gedung Politeknik di Kampung Sapta Marga, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang tepatnya di Lintas Jalan Negara Medan-Banda Aceh tersebut merupakan eks HGU kebun sawit seluas 22,22 hektare dengan nilai ganti rugi tanah senilai Rp31,5 miliar pada tahun 2010.
Gedung politeknik dengan bangunan dua lantai itu memiliki 24 ruang belajar yang saat ini sudah diisi kegiatan studi akademi komunitas dengan bidang studi manajemen informatika, perikanan dan teknologi benih yang masih di bawah pembinaan Institut Pertanian Bogor (IPB). (WAN/Harian Andalas)