suara-tamiang.com , JAKARTA -- Terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta dan kemudian Presiden Indonesia, yang membuat Surakarta ...
suara-tamiang.com, JAKARTA
-- Terpilihnya Jokowi sebagai
Gubernur DKI Jakarta dan kemudian Presiden Indonesia, yang membuat Surakarta
dan Jakarta dipimpin kepala daerah nonmuslim, dinilai sebagai kesalahan
sejarah.
“Dosa
politik” kolektif ini turut mengundang azab yang menimpa Bangsa Indonesia
seperti bencana kemarau panjang, kekeringan, kebakaran, kabut asap, dan
sebagainya.
Demikian
disampaikan Syafirul Hamdi Naumin, senior trainer pada Lembaga Kubik Training,
dalam khutbah Jumát di Masjid Babussalam Rawamangun, Jakarta Timur, Jum’at
(30/10).
Mantan
profesional di City Bank itu menjelaskan, setiap musibah bisa dimaknai sebagai
ujian, peringatan, atau hukuman. ”Musibah sebagai ujian adalah cara Allah SWT
menjajal kadar keimanan hamba-Nya. Jika lulus, maka derajat ketaqwaan hamba itu
meningkat,” terang Syaiful. Musibah
juga menjadi peringatan ketika hamba Allah SWT mulai menyimpang dari jalan-Nya.
”Musibah
sebagai peringatan ini semacam jeweran atau cubitan, agar kita segera kembali
hidup sesuai dengan aturan Allah,” mantan komisaris Olympic Group memaparkan.
Bila
penyimpangan terhadap syariat Islam berlangsung secara kolektif, terstruktur,
sistematis, dan masif, maka musibah akan datang beruntun sebagai azab atau
hukuman.
”Bagaimana
kita tidak diazab, karena memilih dan membiarkan seorang gubernur yang
melegalkan penjualan minuman keras di swalayan, melegalkan diskotek 24 jam,
menghina umat Islam, dan seterusnya?!” gugat Syaiful.
Pengelola
Pondok Yatim Dhuafa ”Yatamasakin” Bogor ini kemudian mengajak Bangsa Indonesia
untuk bertaubat secara komprehensif. ”Kita jangan hanya sholat dan berdoa minta
hujan (istisqa). Tapi juga bertaubat dengan sebenar-benarnya,” ujar Syaiful.
Taubat
nasuha itu harus diikuti dengan taubat di segala bidang, termasuk politik.
”Taubat di bidang politik misalnya jangan lagi memilih pemimpin yang nonmuslim
dalam pilkada nanti. Jangan lagi memihak pemimpin yang korup, dan seterusnya,”
urai Syaiful Naumin, yang di era Presiden Soeharto sempat disensor materi
khutbah Jumát yang akan dibawakannya. [bowo/Islampos] Foto : Ilustrasi/id.yarsi