HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Ganti Rugi Tanah, Kejari Aceh Tamiang Belum Tentukan Sikap

Foto : Ilustrasi/google  suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Kasus dugaan korupsi ganti rugi 1 hektare lahan Rp 2,5 miliar untuk pembang...

Foto : Ilustrasi/google 
suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Kasus dugaan korupsi ganti rugi 1 hektare lahan Rp 2,5 miliar untuk pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda masih mencair di Kejaksaan Negeri Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang.

“Meskipun Kejari belum dapat menentukan sikap hingga BPKP Aceh turun mengaudit investigasi hingga menemukan unsur kerugian Negara,” sebut Muhammad Arfi SH Kasi Intelijen Kejari Aceh Tamiang di ruang kerjanya, Kamis  (15/10).

Muhammad Arfi mengaku sudah menyerahkan data dan menyurati BPKP Aceh 7 Agustus 2015, untuk meminta agar BPKP Aceh segera dapat melakukan audit investigasi sebagai dasar audit perhitungan untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana terhadap kerugian negara yang ditimbulkan dengan demikian dapat ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Sementara ini, kasus ganti rugi tanah untuk pembangunan pasar tradisional tersebut dijelaskan Arfi, masih dalam tahap penyelidikan, harus punya 2 alat pembuktian yang sah seperti saksi dan dokumen untuk membuktikan adanya tindak Pidana sedangkan proses Penyidikan untuk mencari dan menentukan tersangka.

Memenuhi unsur tersebut pihak Kejaksaan telah memanggil 27 saksi diantaranya SKPK terkait (Diskoperindag), DPPKA, Bappeda, Datok/Kepala Desa, pemilik tanah (Asiong) sementara Ketua PPATK Sekda Ir Rajuardi belum diperiksa.

Muhammad Arfi menegaskan, tetap akan menindak lanjuti kasus ganti rugi lahan tersebut tanpa bermaksud mengendapkannya, namun semua itu perlu proses yang matang terutama pada tahap penyelidikan ini. 

Sebab kalau proses penyelidikan matang, maka proses selanjutnya akan lebih mudah mengungkapkan siapa tersangkanya oleh karena itu sedang dilakukan pembuktian baik secara formil maupun materil.

Anggaran ganti rugi lahan untuk pasar tradisional Desa Minuran tersebut muncul, di APBK Perubahan Tahun 2014 secara tiba-tiba dengan besaran anggaran Rp 2,5 miliar untuk 1 hektare lahan yang ditetapkan dengan Qanun APBK-P No.05 Tahun 2014. 

Naifnya, anggaran tersebut tidak pernah dibahas sekalipun oleh Badan Anggaran DPRK Aceh Tamiang.

Abdul Hadi mantan Kadis Koperindag 2014 kepada andalas mengaku heran, mudahnya proses penganggaran untuk ganti rugi lahan pasar tradisional tersebut biasanya mengusulkan anggaran untuk pengecatan kantor atau untuk perbaikan komputer rusak saja sangat sulit. 

Tapi entah kenapa untuk anggaran yang jumlahnya sangat besar Rp 2,5 miliar sangat mudah sekali pencairannya.

Terpisah, Direktur LSM Lembahtari Kabupaten Aceh Tamiang Saed Jainal SH mendesak BPKP Aceh agar segera turun dan menyelesaikan tugasnya mengaudit investigasi terkait dugaan korupsi atas anggaran ganti rugi lahan oleh oknum pejabat Aceh Tamiang yang telah merugikan uang negara tersebut. Agar masyarakat tidak bingung dan segera dapat diungkap aktor intelektualnya.

Di sisi lain Saed Jainal menilai BPKP Aceh tidak serius menanggapi dan menindaklanjuti kasus ganti rugi lahan pasar tradisional ini. 

Terbukti nyaris 3 bulan Surat Kejaksaan Negeri Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang yang dikirim 7 Agustus 2015 hingga sekarang belum ada tanggapan dan tindaklanjutnya. 

Selain itu kepada penegak hukum juga diminta mengusut status kepemilikan lahan oleh Asiong melalui uji formil dan uji materil. (PJR/Harian Andalas)