suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Aktivitas pengeboran minyak mentah (crude oil) secara ilegal mulai merambah ke wilayah Kabupaten Ace...
suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Aktivitas pengeboran minyak mentah (crude oil) secara ilegal mulai merambah ke wilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Pencurian minyak dari perut bumi ini nyaris tidak diketahui instansi terkait maupun penegak hukum di kabupaten tersebut.
Justru pelaku pengeboran mengaku sudah pernah menjual minyak mentah asal Aceh Tamiang itu ke Sumatera Utara, untuk kepentingan pribadi. Bahkan sampai saat ini diperkirakan pengeboran minyak terus berlangsung secara terang-terangan.
Berdasarkan penelusuran MedanBisnis, pekan lalu, aktivitas pengeboran minyak mentah tanpa izin tersebut dilakukan di kawasan hulu, tepatnya di Desa Pematang Durian, Kecamatan Sekrak, dilakukan seorang oknum warga Sumatera Utara. Pelaku menggunakan jasa warga desa setempat untuk terlibat langsung dalam kegiatan pengeboran.
"Jelas kami sangat resah, karena mereka mengebor tepat di bawah rumah kami. Setiap dibor bukan hanya minyak yang keluar, tapi batuan, air, lumpur bahkan gas. Kalau dalam tanah sudah kosong, apa tidak bakal longsor di lingkungan rumah kami," kata M Akbar, seorang warga setempat.
Pantauan di lapangan, aksi pengeboran di atas lahan kebun kelapa sawit milik masyarakat yang sudah diajak bekerjasama oleh pengebor tradisional. Belasan pipa paralon dan pipa besi siap dipakai untuk menyedot minyak mentah.
Cara mereka mengebor masih semi manual, menggunakan mesin dompeng untuk menarik seling yang menyatu dengan pipa mata bor. Sejumlah drum dan jerigen wadah minyak juga sudah terisi minyak mentah murni pascadipisahkan dengan air.
"Ini tanah masayarat, saya kemari diminta langsung oleh yang punya tanah untuk mengebor minyak. Jika dapat minyak hasilnya dibagi 40% hak yang punya tanah sebagai investasi, 60% untuk saya.
Kalau mau jual minyaknya langsung, saya tampung," ungkap Syamsul Azhar, seorang pengebor minyak saat disambangi MedanBisnis di lokasi pengeboran, Jumat pekan lalu.
Syamsul mengaku berdomisili di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dia mengaku sebelumnya pernah mengebor minyak mentah di daerahnya dan di Rantau Panjang, Peureulak, Aceh Timur.
Saat ditanya izin pengeboran minyak dimaksud, pria perawakan tinggi dan kepala plontos itu dengan lantang menjawab, "Tidak ada izin dari manapun. Yang ada hanya izin Tuhan," ucapnya.
Bahkan, pria bertato ini tak segan-segan mengaku dari instansi pemerintahan, menjabat Kabid Pertambangan pada Dinas Pertambangan Kabupaten Langkat.
"Saya pun dari PNS, dan saya tahu aturan. Saya hanya ditugaskan untuk mengembangkan pengeboran ke wilayah Aceh Tamiang," ujar Syamsul.
Tapi ketika diminta bukti dirinya PNS, Syamsul hanya bisa menunjukkan kartu pengenal mirip SIM tertulis namanya, dengan jabatan Kabid Kehutanan dan Pertambangan. Kartu tersebut diduga palsu, dari hasil scanning.
Dia mengatakan, sudah sejak awal September 2015 melakukan pengeboran, baru menjual sekitar 10 jerigen minyak mentah ke Langkat. Minyak mentah diolah terlebih dulu menjadi minyak tanah, sebelum dijual.
Namun saat ditanya dalam satu hari bisa dapat berapa banyak, pria yang juga mengaku dari satu lembaga ini berkelit, mengatakan hasilnya cuma kecil-kecilan dan tidak memberitahu berapa harga minyak mentah itu.
Tapi dia menyatakan minyak mentah di Aceh Tamiang merupakan kualitas nomor satu dibandingkan di Rantau Panjang dan Tanjung Pura.
Untuk mengeluarkan isi perut bumi terdiri dari air, lumpur dan minyak tersebut, Syamsul hanya memerlukan enam batang pipa.
"Ini pengeboran semi manual, kami tidak berani mengebor di kedalalam lebih dari enam pipa. Jika enam pipa tidak dapat minyak, kami pindah ke lubang berikutnya," sambung Syamsul, sambil mengatakan, jika didukung peralatan canggih, dalam satu hari bisa berton keluar minyak dari tempat itu.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Tamiang, Ir H Muhammad Zein yang ditanyai soal ini, Senin (20/9), mengaku belum tahu soal adanya aktivitas pengeboran minyak di Desa Pematang Durian.
"Secara teknis kami belum tahu ada aktivitas pengeboran di sana. Informasi ini akan kami tindaklanjuti dengan mengecek ke lapangan," ujarnya.
Tapi menurutnya, pengeboran tersebut tidak ada izin. Sebab, sejauh ini tidak ada laporan yang masuk ke mereka terkait izin beroperasinya pengeboran.
"Selain izin yang dikeluarkan Distamben, jika secara lokal dalam kabupaten, harus ada izin prinsip dari Bagian Ekonomi dan izin Amdal dari BLHK.
Sebab, air dan lumpur yang dihasilkan bisa mencemari lingkungan. Yang kami khawatirkan, ada semburan gas liar kapan saja yang bisa membahayakan masyarakat," ucapnya.
Sementara L&R Asst Manager PT Pertamina EP Rantau, Jufri menjelaskan, pengeboran tradisionil jelas menghasilkan pencemaran lingkungan.
Karena limbah seperti lumpur dan sisa-sisa minyak yang tumpah tidak terkelola dengan baik. Bahkan jika ada percikan api di area pengeboran tersebut, akan terjadi kebakaran yang tidak diduga-duga.
"Pengeboran yang tidak ada izin resmi tentunya tidak sesuai akidah-akidah ASE sebagai syarat melakukan pengeboran," kata Jufri, sembari menyarankan pemerintah daerah harus segera melarang aktivitas pengeboran ilegal tersebut sebelum menimbulkan dampak serius. (ck05/medanbisnis)
Foto : PENGEBORAN MINYAK ILEGAL Lokasi pengeboran minyak mentah ilegal di Desa Pematang Durian, Kecamatan Sekrak, Aceh Tamiang, yang berlangsung mulus tidak diketahui instansi terkait meskipun aktivitasnya tidak ada izin, Jumat 18 September 2015. (medanbisnis/ck05)
Justru pelaku pengeboran mengaku sudah pernah menjual minyak mentah asal Aceh Tamiang itu ke Sumatera Utara, untuk kepentingan pribadi. Bahkan sampai saat ini diperkirakan pengeboran minyak terus berlangsung secara terang-terangan.
Berdasarkan penelusuran MedanBisnis, pekan lalu, aktivitas pengeboran minyak mentah tanpa izin tersebut dilakukan di kawasan hulu, tepatnya di Desa Pematang Durian, Kecamatan Sekrak, dilakukan seorang oknum warga Sumatera Utara. Pelaku menggunakan jasa warga desa setempat untuk terlibat langsung dalam kegiatan pengeboran.
"Jelas kami sangat resah, karena mereka mengebor tepat di bawah rumah kami. Setiap dibor bukan hanya minyak yang keluar, tapi batuan, air, lumpur bahkan gas. Kalau dalam tanah sudah kosong, apa tidak bakal longsor di lingkungan rumah kami," kata M Akbar, seorang warga setempat.
Pantauan di lapangan, aksi pengeboran di atas lahan kebun kelapa sawit milik masyarakat yang sudah diajak bekerjasama oleh pengebor tradisional. Belasan pipa paralon dan pipa besi siap dipakai untuk menyedot minyak mentah.
Cara mereka mengebor masih semi manual, menggunakan mesin dompeng untuk menarik seling yang menyatu dengan pipa mata bor. Sejumlah drum dan jerigen wadah minyak juga sudah terisi minyak mentah murni pascadipisahkan dengan air.
"Ini tanah masayarat, saya kemari diminta langsung oleh yang punya tanah untuk mengebor minyak. Jika dapat minyak hasilnya dibagi 40% hak yang punya tanah sebagai investasi, 60% untuk saya.
Kalau mau jual minyaknya langsung, saya tampung," ungkap Syamsul Azhar, seorang pengebor minyak saat disambangi MedanBisnis di lokasi pengeboran, Jumat pekan lalu.
Syamsul mengaku berdomisili di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dia mengaku sebelumnya pernah mengebor minyak mentah di daerahnya dan di Rantau Panjang, Peureulak, Aceh Timur.
Saat ditanya izin pengeboran minyak dimaksud, pria perawakan tinggi dan kepala plontos itu dengan lantang menjawab, "Tidak ada izin dari manapun. Yang ada hanya izin Tuhan," ucapnya.
Bahkan, pria bertato ini tak segan-segan mengaku dari instansi pemerintahan, menjabat Kabid Pertambangan pada Dinas Pertambangan Kabupaten Langkat.
"Saya pun dari PNS, dan saya tahu aturan. Saya hanya ditugaskan untuk mengembangkan pengeboran ke wilayah Aceh Tamiang," ujar Syamsul.
Tapi ketika diminta bukti dirinya PNS, Syamsul hanya bisa menunjukkan kartu pengenal mirip SIM tertulis namanya, dengan jabatan Kabid Kehutanan dan Pertambangan. Kartu tersebut diduga palsu, dari hasil scanning.
Dia mengatakan, sudah sejak awal September 2015 melakukan pengeboran, baru menjual sekitar 10 jerigen minyak mentah ke Langkat. Minyak mentah diolah terlebih dulu menjadi minyak tanah, sebelum dijual.
Namun saat ditanya dalam satu hari bisa dapat berapa banyak, pria yang juga mengaku dari satu lembaga ini berkelit, mengatakan hasilnya cuma kecil-kecilan dan tidak memberitahu berapa harga minyak mentah itu.
Tapi dia menyatakan minyak mentah di Aceh Tamiang merupakan kualitas nomor satu dibandingkan di Rantau Panjang dan Tanjung Pura.
Untuk mengeluarkan isi perut bumi terdiri dari air, lumpur dan minyak tersebut, Syamsul hanya memerlukan enam batang pipa.
"Ini pengeboran semi manual, kami tidak berani mengebor di kedalalam lebih dari enam pipa. Jika enam pipa tidak dapat minyak, kami pindah ke lubang berikutnya," sambung Syamsul, sambil mengatakan, jika didukung peralatan canggih, dalam satu hari bisa berton keluar minyak dari tempat itu.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Tamiang, Ir H Muhammad Zein yang ditanyai soal ini, Senin (20/9), mengaku belum tahu soal adanya aktivitas pengeboran minyak di Desa Pematang Durian.
"Secara teknis kami belum tahu ada aktivitas pengeboran di sana. Informasi ini akan kami tindaklanjuti dengan mengecek ke lapangan," ujarnya.
Tapi menurutnya, pengeboran tersebut tidak ada izin. Sebab, sejauh ini tidak ada laporan yang masuk ke mereka terkait izin beroperasinya pengeboran.
"Selain izin yang dikeluarkan Distamben, jika secara lokal dalam kabupaten, harus ada izin prinsip dari Bagian Ekonomi dan izin Amdal dari BLHK.
Sebab, air dan lumpur yang dihasilkan bisa mencemari lingkungan. Yang kami khawatirkan, ada semburan gas liar kapan saja yang bisa membahayakan masyarakat," ucapnya.
Sementara L&R Asst Manager PT Pertamina EP Rantau, Jufri menjelaskan, pengeboran tradisionil jelas menghasilkan pencemaran lingkungan.
Karena limbah seperti lumpur dan sisa-sisa minyak yang tumpah tidak terkelola dengan baik. Bahkan jika ada percikan api di area pengeboran tersebut, akan terjadi kebakaran yang tidak diduga-duga.
"Pengeboran yang tidak ada izin resmi tentunya tidak sesuai akidah-akidah ASE sebagai syarat melakukan pengeboran," kata Jufri, sembari menyarankan pemerintah daerah harus segera melarang aktivitas pengeboran ilegal tersebut sebelum menimbulkan dampak serius. (ck05/medanbisnis)
Foto : PENGEBORAN MINYAK ILEGAL Lokasi pengeboran minyak mentah ilegal di Desa Pematang Durian, Kecamatan Sekrak, Aceh Tamiang, yang berlangsung mulus tidak diketahui instansi terkait meskipun aktivitasnya tidak ada izin, Jumat 18 September 2015. (medanbisnis/ck05)