Foto : Ilustrasi suara-tamiang.com , ACEH TAMIANG -- Sehubungan munculnya berita "Mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang Bungkam ...
Foto : Ilustrasi |
suara-tamiang.com, ACEH
TAMIANG -- Sehubungan
munculnya berita "Mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang Bungkam Soal Ganti
Rugi Tanah Pasar Tradisional Minuran" dilintasatjeh.com,
edisi Sabtu (6/6/2015) kemarin, secara mengejutkan, mantan Kadisperindagkop,
Abdul Hadi, mulai berani menyampaikan kejujurannya.
Kepada lintasatjeh.com,
Minggu (7/6/2015), sekira pukul 08.52 WIB, mantan Kadisperindagkop, Abdul Hadi,
menyampaikan permohonan ma'afnya karena tidak sempat mengangkat panggilan
telepon dan tidak membalas sms dari lintasatjeh.com,
terkait adanya indikasi mark up ganti rugi tanah untuk pusat pasar tradisional
di Desa Minuran.
Abdul
Hadi mengaku bahwa kemarin dirinya dalam keadaan sibuk, dan dia juga mengatakan
kebetulan telepon selulernya juga lagi tidak ada pulsa, sehingga tidak bisa membalas
beberapa sms terkait konfirmasi tentang indikasi mark up ganti rugi tanah yang
saat ini sedang tersandung masalah.
Abdul Hadi juga mengakui bahwa berita yang dikabarkan oleh lintasatjeh.com,
edisi Sabtu (6/6/2015) kemarin, adalah berita yang mengandung unsur kebenaran.
Cuma menurutnya, terkait permasalahan indikasi mark up yang harus diklarifikasi
balik.
Pengakuan mantan Kadisperindagkop tersebut, proses ganti rugi lahan untuk
lokasi pusat pasar tradisional Minuran sudah sesuai dengan standar perbandingan
harga. Dengan sertifikat pembanding dan juga telah sesuai dengan surat
keterangan harga dari datok desa setempat.
Dirinya juga menyampaikan bahwa selama ini telah bekerja sesuai dengan
mekanisme tupoksi, sesuai dengan perintah tugas, dan juga telah berupaya
membuat usulan sesuai dengan perintah agar tidak mati anggaran serta sesuai
pula dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Abdul
Hadi mengaku ingin berbuat untuk Tamiang, namun dia menyayangkan bahwa belum
sempat harapan tersebut diwujudkan, dirinya sudah keburu dilengserkan. Apakah
permasalahan ini ada indikasi penyetelan atau tidak oleh pihak pimpinan
terhadap dirinya, Abdul Hadi mengaku tidak tahu.
Selama ini dirinya hanya menyadari bahwa pelengseran tersebut terkesan sangat
aneh. Pasalnya, setelah sepuluh hari dicairkan anggaran ganti rugi tanah,
barulah dirinya dilengserkan dari jabatan Kadisperindagkop Kabupaten Aceh
Tamiang (anggaran ganti rugi cair pada pertengahan bulan Desember 2014, dan
dirinya lengser pada akhir bulan tersebut_red).
"Memang,
pada prinsipnya pelengseran saya adalah sepenuhnya hak prerogatif dari seorang
bupati. Tapi ada kesan bahwa pelaksanaan hak prerogatif tersebut tidak sesuai
dengan etika yang berlaku," terangnya.
"Jujur saya katakan bahwa pekerjaan tentang pembangunan pusat pasar
tradisional di Minuran tersebut bukanlah usulan dari saya. Dan saya hanya
menjalankan perintah dari pimpinan," ungkapnya.
"Dan saat itu saya hanya menjalankan perintah dari pimpinan untuk membuat
usulan karena dikabarkan ada anggaran di bagian keuangan dan rancangannya pun
sudah disiapkkan oleh pihak Bapeda Kabupaten Aceh Tamiang," bebernya
secara blak-blakkan.
"Oleh karenanya semua data untuk pekerjaan yang saya usulkan tersebut,
langsung di drop out dari pihak badan anggaran ke pihak petugas anggaran di
Disperindagkop Aceh Tamiang," bebernya lagi.
"Ironisnya, usulan tersebut sudah ada dokumennya dan ada kesan bahwa
seolah-olah dokumen yang sudah dipersiapkan itu, sebagai alat pembuktian bahwa
jauh-jauh hari saya sudah membuat usulan tentang pekerjaan yang sedang didera
masalah besar ini" ungkapnya sedih.
Abdul Hadi melihat bahwa ada indikasi ada orang yang memakan nangka tapi
dirinya yang akan terkena getah nantinya.
"Saya membuat usulan setelah dinyatakan adanya anggaran oleh bagian
keuangan serta pihak Bapeda Aceh Tamiang. Ketentuannya, jauh-jauh hari saya
harus membuat usulan terlebih dahulu, barulah nantinya akan muncul anggaran
untuk usulan tersebut. Bukankan pekerjaan ini sangat rancu?" tanyanya
dengan nada serius.
Masih menurut Abdul Hadi, biasanya untuk mengusulkan anggaran berupa pengecatan
kantor ataupun untuk perbaikan komputer rusak, sangatlah sulit prosesnya. Tapi
entah kenapa untuk anggaran yang jumlahnya sangat besar tersebut, yakni
sejumlah Rp. 2,5 Milyar, sangat mudah sekali pencairannya?
"Siapa sesungguhnya yang telah nekad bermain curang dalam permasalahan
ini?" tanya Abdul Hadi serius.
Kita harus menganalisa tentang kapasitas dan sistem kerja pihak Panitia
Anggaran Kabupaten Aceh Tamiang. Apakah panitia anggaran yang terdiri dari A,
B, C dan seterusnya merupakan panitia beneran, top down, ataukah hanya panitia
titipan?
"Saya sangat bingung bahkan tidak tahu untuk memberikan jawaban tentang
hal itu," jelasnya secara terbuka.
Adapun keanehan lainnya yang dia lihat adalah usulan tentang permasalahan pusat
pasar tradisional di Minuran tidak pernah dibahas dalam sidang-sidang saat
menuju pencairan anggaran.
Abdul
Hadi turut menjelaskan bahwa Jum'at (5/6/15) kemarin, dirinya menghadap Bupati
Aceh Tamiang. Saat itu dirinya mengaku bahwa tidak dapat menyampaikan perihal
apapun dan hanya berani mengiyakan saja 'apa' yang diutarakan oleh sang
pimpinan.
"Sebenarnya
saat itu, saya ingin melihat tentang sejauh mana upaya bagi seorang pimpinan
untuk melindungi saya selaku anak buahnya. Namun, saat saya menghadap, saya
hanya mendapatkan ungkapan-ungkapan bahasa yang terkesan sudah distel oleh
pihak pimpinan" jelas Abdul Hadi.
"Selaku
anak buah, saya hanya mampu mengiya-iyakan saja. Karena kita paham bahwa sang
pimpinan tidak akan mau disalahkan," tambahnya lagi.
Mantan Kadisperindagkop turut menyampaikan bahwa dirinya merasa curiga terhadap
sikap kepedulian yang terkesan berlebihan dari seorang Ketua DPRK Aceh Tamiang
terhadap kasus ganti rugi tanah untuk pusat pasar tradisional di Minuran.
Abdul Hadi mengungkapkan bahwa selama ganti rugi tanah untuk pusat pasar
tradisional di Minuran tersandung masalah, Ketua DPRK Aceh Tamiang sangat
sering menelpon dirinya, dan selalu menanyakan tentang kabar permasalahan
tersebut.
Abdul
Hadi juga menambahkan bahwa saat sekda menggelar rapat terkait permasalahan
tersebut, Ketua DPRK Aceh Tamiang berupaya hadir walaupun tanpa ada undangan.
"Dia berupaya untuk terus memantau (memonitor_red), tentang permasalahan
ganti rugi tanah untuk pusat pasar tradisional di Desa Minuran, Kec. Kejuruan
Muda. Apa maksud dan tujuan atas perilaku aneh Ketua DPRK Aceh Tamiang
tersebut?" tanya Abdul Hadi dengan perasaan aneh.
"Terkait permasalahan ini, saya sangat berharap sekali semoga tidak ada
upaya pendzaliman untuk seseorang dalam permasalahan ganti rugi lahan untuk
lokasi pusat pasar tradisional di Desa Minuran, Kecamatan Kejuruan Muda,"
demikian pinta mantan Kadisperindagkop Kabupaten Aceh Tamiang, Abdul Hadi. [lintasatjeh.com]