Foto : Ilustrasi suara-tamiang.com , BANDA ACEH - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Iskandar Muda, H. A. Muthallib IBR, SE, SH, M...
Foto : Ilustrasi |
suara-tamiang.com, BANDA
ACEH - Direktur
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Iskandar Muda, H. A. Muthallib IBR, SE, SH, Msi,
menyampaikan keprihatinannya atas terjadinya konspirasi dan dugaan tindak
pidana korupsi pada pelaksanaan kegiatan ganti rugi lahan milik Asiong untuk
lokasi pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata,
Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang.
Oleh
karenanya, dirinya mendesak pihak Kejaksaan Negeri Kuala Simpang agar berani
mengusut tuntas kasus yang diduga kuat banyak melibatkan para oknum pejabat di
kabupaten yang terkenal dengan julukan Bumi Raja Muda Sedia tersebut.
"Kegiatan
ganti rugi yang telah menguras uang negara Rp.2,5 Milyar itu, terbukti tidak
ada perencanaan dalam dokumen," ungkapnya, Minggu (21/6/2015).
Dari
hasil pengakuan dari mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang, Abdul Hadi, yang
menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah mengusulkan kegiatan tersebut, telah
menjadi pembuktian awal bahwa proses ganti rugi lahan milik Asiong untuk lokasi
pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata. Jelas
terindikasi adanya konspirasi dan juga berpotensi munculnya tindak pidana
korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
"Ditambah
lagi dengan adanya pengakuan dari sebagian besar anggota Badan Anggaran
(Banggar) DPRK Aceh Tamiang, Tahun 2014, yang membeberkan bahwa usulan tersebut
tidak pernah dibahas dalam sidang-sidang Banggar DPRK Aceh Tamiang,"
terang H. A. Muthallib IBR, SE, SH, Msi.
"Sangatlah
aneh bila tanpa ada usulan dari Disperindagkop dan tanpa dibahas oleh Banggar
DPRK Aceh Tamiang, namun secara tiba-tiba pada tanggal 5 September 2014, muncul
anggaran ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional tersebut, di APBK
Perubahan 2014 dengan anggaran sebesar RP 2,5 Milyar dan ditetapkan dalam Qanun
APBK P No.5 Tahun 2014," imbuhnya.
Adapun yang menjadi pertanyaan besar bagi kita semua pada saat ini, siapa
sesungguhnya yang telah nekad bermain curang dalam permasalahan ini?
Menurut H. A. Muthallib IBR, pembuktian adanya konspirasi jahat dan tindak
pidana korupsi pada pelaksanaan ganti rugi lahan milik Asiong untuk lokasi
pembangunan pasar tradisional di Kebun Tengah, semakin terlihat secara terang
benderang setelah mendengar pengakuan Pj. Datok Desa Buket Rata, Kecamatan
Kejuruan Muda.
Pj. Datok Desa Buket Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, yang bernama Anggi Fahrian
pernah mengungkapkan bahwa tanah milik Asiong seluas 12.000 M2 di Kebun Tengah
akan dijual seluas 10.000 M2 (satu hektar_red), kepada pihak Pemerintah
Kabupaten Aceh Tamiang untuk dijadikan lokasi pembangunan "Gudang Bongkar
Muat".
Dari awalnya saja sudah ada pembohongan terhadap Pj. Datok Desa Buket Rata.
Selain itu, Pj. Datok juga pernah menerangkan bahwa perbandingan harga tanah
Asiong untuk dipinggiran jalan sekitar Rp.260 ribu s/d Rp.280 ribu. Dan untuk
harga ke dalamnya lebih murah lagi.
Selain itu, Pj. Datok Desa Buket Rata juga turut membeberkan bahwa harga tanah
milik Asiong yang bernilai sejumlah Rp.2,5 Milyar, sangatlah tidak pantas.
Namun menurutnya, harga setinggi itu adalah hasil rembukan dari orang-orang
yang mengikuti rapat di ruang Sekda pada tahun 2014 lalu
"Tragisnya lagi, persoalan persen jual beli tanah untuk desa dan untuk
kecamatan belum diberikan oleh si pemilik tanah yang terkenal dengan nama
Asiong," cetus H. A. Muthallib IBR, dengan nada kesal.
"Didasari oleh segala uraian di atas, maka selaku Direktur Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Iskandar Muda, saya memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan ganti
rugi lahan milik Asiong untuk lokasi pembangunan pasar tradisional di Kebun
Tengah, Desa Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda, sudah cukup bukti adanya
konspirasi dan dugaan tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan keuangan
negara," jelas H. A. Muthallib IBR.
"Kejaksaan Negeri Kuala Simpang harus berani usut secara transparan dan
tuntas kasus ganti rugi tanah Asiong di Kebun Tengah, Desa Bukit Rata,
Kecamatan Kejuruan Muda, yang katanya untuk lokasi pasar tradisional. Jikalau
pihak Kejari Kuala Simpang mendiamkan kasus ini, maka kita akan melaporkan ke Kajati
Aceh," demikian ditegaskan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Iskandar Muda, H. A. Muthallib IBR, SE, SH, Msi yang juga Wakil Ketua Persatuan
Wartawan Indonesia Aceh.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuala Simpang, Amir Syarifuddin,
melalui Kasi Intel, Muhammad Arfi, SH, Kamis (18/6/15) kemarin, kepada lintasatjeh.com,
menjelaskan bahwa saat ini telah meminta keterangan dari beberapa pihak yang
mengetahui proses permasalahan tentang kasus tersebut.
"Keterangan
dari beberapa pihak yang diperiksa, barulah nantinya dapat disimpulkan tentang
ada atau tidaknya ditemukan peristiwa pidana dalam proses pelaksanaan ganti
rugi lahan untuk Pasar Tradisional di Minuran," ungkap Kasi Intel,
Muhammad Arfi, SH.
Muhammad Arfi menerangkan bahwa sampai saat ini sudah 25 (dua puluh lima) orang
yang dipanggil dan diperiksa oleh pihak Kejaksaan Negeri Kuala Simpang.
"Adapun
pihak-pihak yang telah dipanggil dan diperiksa oleh penyidik Kejari Kuala
Simpang diantaranya sejumlah enam anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRK Aceh
Tamiang, Tahun 2014, PAPK Pemerintah Kab. Aceh Tamiang. Pelaksana Program,
yakni Disperindagkop dan pihak ke tiga, yakni penyedia tanah," jelas
Muhammad Arfi.
"Kasus ini masih dalam proses penyelidikan dan kedepan masih banyak
pihak-pihak yang akan diperiksa oleh pihak penyidik Kejari Kuala Simpang,"
pungkas Kasi Intel, Muhammad Arfi, SH. (lintasatjeh)