suara-tamiang.com , KARANG BARU -- Rekomendasi DPRA Aceh Komisi 6 terhadap hasil Pansus di Lokasi Transmigrasi Lokal (Translok) di Kampu...
suara-tamiang.com, KARANG BARU -- Rekomendasi DPRA Aceh Komisi 6 terhadap hasil
Pansus di Lokasi Transmigrasi Lokal (Translok) di Kampung Paya Tampah Alue
Punti Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang dinyatakan Proyek Gagal dan
perlu dilakukan Evaluasi ulang atas terpilih Aceh sebagai Provinsi Daerah
Tujuan Transmigrasi terbaik se-Indonesia tahun 2014, sehingga meraih juara atau
mendapatkan Anugerah Transmigrasi Award 2014 untuk Kategori Makarti Nayotama.
Hal ini disampaikan oleh Rusli Tambi salah
seorang Anggota DPRA Komisi 6 yang melakukan Pansus ke Lokasi Transmigrasi
Lokal di Kampung Paya Tampah Alue Punti, Senin 18 Mei yang lalu, "bagaimana
bisa mendapatkan penghargaan itu, sementara kegiatan yang dilakukan dari hasil
Pansus yang kita laporkan tidak sesuai fakta di lapangan dan sangat tidak
mendukung dengan penerimaan anugrah Kategori Makarti Nayotama yang diserahkan
Plakat dan piagam penghargaan itu diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada
Gubernur Aceh yang diwakili Sekda Drs Dermawan MM di Jakarta, pada 15 Desember
2014 yang lalu.
Terkesan pemberian Anugrah itu yang dipesan untuk
sebuah pencitraan dengan tujuan ABS (Asal Bapak Senang) seakan akan pemberian
penghargaan itu dibeli jika kita lihat kondisi dilapangan yang sangat tidak
sesuai dengan apa yang diberikan oleh Negara untuk Aceh, inikan merupakan
pembohongan publik, bahkan Datok Penghulu pernah menyurati secara resmi pada
tanggal 26 Maret 2015 kepada Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk
(Kadisnakermobduk) Aceh, namun hingga saat ini masalah tersebut tidak ditindak lanjuti
hingga hari ini.
Memang penghargaan itu diberikan karena Pemerintah Aceh telah menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam mengembangkan potensi sumber daya wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program transmigrasi,” kata Rusli melalui telepon selularnya tapi itu hanya pencitraan semata hingga memperoleh nilai tertinggi yakni 90,7 untuk Aceh.
Namun saat kami melakukan pansus ke lokasi itu
kenyataan dilapangan penilaian terbalik, dimana penyediaan air bersih sama
sekali tidak berfungsi, masyarakat yang menempati rumah translok itu untuk
kebutuhan air bersih hanya dari langit menunggu hujan turun, jika hujan tidak
turun kami terpaksa harus mengambil air dari kaki bukit yang jaraknya hingga 2
KM, sebut warga kecewa.
“Bagaimana kami untuk dapat bersemanga
mengerjakan seluruh keharusan kami dalam memberdayakan diri, keluarga, dan
lingkungannya, sementara sarana dan prasarana yang ada sama sekali tidak
mendukung”, timpal warga yang ikut serta dalam dalam pansus
itu. (Saiful Alam, SE/stc).