Foto : Ilustrasi/google suara-tamiang.com, KUALASIMPANG -- Fraksi Partai Aceh (FPA) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Ta...
Foto : Ilustrasi/google |
suara-tamiang.com, KUALASIMPANG
-- Fraksi Partai Aceh (FPA) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang
protes terhadap penghapusan piutang daerah karena tidak ada persetujuan dewan.
Protes tersebut disampaikan pada sidang paripurna dewan terkait pemandangan
umum fraksi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) APBK tahun
2014 pada, Rabu (3/6).
Juru
bicara Fraksi Partai Aceh, Fitri AR dalam pandangan fraksinya menyoroti
keganjilan mengenai mekanisme penghapusan piutang pemerintah daerah, karena
secara aturan, bupati tidak dapat menghapus secara sepihak piutang daerah yang
tidak mendapat pertimbangan dari DPRK Tamiang.
Apalagi, tambah Fitri AR, dasar
Bupati mengeluarkan surat pembatalan kasbon hanya berdasarkan laporan
penelusuran Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD).
Menurut
Fraksi PA ini, saldo tagihan tuntutan ganti kerugian daerah per 31 Desember
2013 sebesar Rp 16.376.491.606 yang merupakan piutang daerah yang terdiri dari
piutang Tuntutan Perbendaharaan-Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR) atas kasbon tahun
2005 sampai 2008 yang telah diterbitkan Surat Keputusan Pembebanan Sementara
(SKPS) sebesar Rp 14.616.446.304 dan Uang Persediaan (UP) tahun 2007 sebesar Rp
1.760.045.302.
Jumlah
uang itu dianggap Pemkab Tamiang piutang daerah telah selesai masalahnya sesuai
dengan Surat keputusan Bupati nomor 007 tahun 2014 tanggal 31 Desember 2014
tentang pembatalan kasbon tahun 2005 sampai 2008 setelah menindak lanjuti surat
dari Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD).
Padahal
sesuai dengan pasal 36 ayat 1 dan pasal 36 ayat 3 huruf b UU nomor 1 tahun 2004
tentang perbendaharaan negara yang menyebutkan bahwa penyelesaian piutang
daerah yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui
perdamaian kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya diatur
tersendiri. Dalam hal ini ditetapkan Bupati setelah mendapat pertimbangan DPRK.
Sementara
Fraksi Merah Putih melalui juru bicaranya Desi Amelia menyoroti krisis obat
obatan dan darah di RSUD Aceh Tamiang dan terjadinya rujukan pasien ke RS Kota
Langsa akibat RSUD Tamiang tipe C, walapun dokter di Tamiang dapat menangani
pasien tersebut.
Namun karena mereka takut hasil kerja mereka tidak dibayar,
maka terjadilah slogan ditengah tengah masyarakat, RSUD Tamiang sebagai RS
rujukan.
Disamping itu, banyak para dokter tidak standby di daerah dengan
alasan tidak ada rumah dinas karena rumah dinas yang ada ditempati warga dan
pegawai RSU sendiri.
Diakhir
pandangan umumnya, Fraksi PA dan Tamiang Sekate meminta Bupati agar menjelaskan
alasan mengapa dana sebesar itu, tiba tiba dapat dihapus, sedangkan Fraksi
Merah Putih meminta Bupati segera membentuk tim agar RSUD menjadi Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD).
Menanggapi
Pandangan Fraksi PA dan Tamiang Sekate DPRK, Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati,
dalam jawabannya pada sidang paripurna dewan Kamis (4/6) kemarin menjelaskan,
piutang TP TGR bukanlah piutang yang dimaksud dalam UU nomor 1 tahun 2004
tentang Pembendaharaan Negara.
Sedangkan utang TP TGR merupakan asset lain
bukan asset lancer sehingga bukan mekeanisme penghapausan utang, namun koreksi
atas laporan keuangan dapat dilakukan tanpa persetujuan dewan.
Menurutnya,
hal itu tindak lanjut dari rekomendasi atas laporan BPK tahun 2013. Dan hasil
penelusuran TPKD dan BPKP Aceh didapati kas bon dan UP telah dipertanggung
jawabkan, kemudioan hasil ini dipaparkan kepada BPK dan BPK dapat menerima
sehingga keluar laporan dari BPK tahun 2014.
Sementara
terkait krisis obat di RSU Tamiang, Bupati menjelaskan, pada tahun 2015
pengadaan obat melalui E Katalog sehingga terjadi perubahan system dari
pembelian langsung menjadi pemesanan lewat elektronik. Mengenai rujukan ke RSU
Kota Langsa karena Rumah Sakit Umum Tamiang tipe C. (md/serambinews)