"Darah saya cukup Yahudi untuk menjadi tentara, tapi tidak setelah itu," teriak seorang wanita di depan polisi antihuru-hara,...
"Darah
saya cukup Yahudi untuk menjadi tentara, tapi tidak setelah itu,"
teriak seorang wanita di depan polisi antihuru-hara, Kamis pekan lalu di
Yerusalem.
"Saudara saya Golani, sebutan untuk
unit militer Israel. Begitu juga saya. Tapi saya tidak bisa mendapatkan
pekerjaan," teriak yang lain. "Saya menghadapi perlakuan rasis ketika
pindah ke sebuah apartemen."
Kedua suara itu telah cukup
untuk menggambarkan apa yang terjadi dengan Yahudi Ethiopia, atau orang
Yahudi yang berasal dari Ethiopia. Suara itu telah ada sejak mereka tiba
di Israel, antara 1980-an dan 1990-an, tapi baru kali ini meledak
menjadi kekerasan di jalan-jalan.
Setidaknya dua kali dalam
beberapa hari terakhir Yahudi Ethiopia turun ke jelan, melampiaskan duka
terdalam sebagai warga kelas tiga dan mengubahnya menjadi amarah dan
amuk.
Polisi Israel memperlakukan
mereka tidak ubahnya orang Palestina. Menggunakan kendaraan lapis baja,
granat setrum, meriam air, dengan ratusan polisi berpentungan, untuk
membubarkan mereka.
Yahudi Ethiopia hanya dua persen
dari populasi Israel. Mereka dibawa diam-diam dari Ethiopia, setelah
para rabbi mengakui mereka keturunan Suku Dan -- seperti tercatat dalam
kitab-kitab suci Yahudi.
Pemicu aksi mereka adalah sebuah
video di media sosial, yang memperlihatkan serdadu Yahudi Ethiopia
diserang dua polisi Israel dan disiksa.
Tahun 2012, mereka juga pernah
berdemo di Knesset untuk mengutuk rasisme. Pnina Tamano-Shata, anggota
Knesset dari kalangan Yahudi Ethiopia, menenangkan mereka dengan
mengatakan; "Hitam dan putih adalah sama."
Seorang pedemo mengatakan; "Tapi
mengapa otoritas kesehatan publik menolak Yahudi Ethiopia menyumbangkan
darah." Pertanyaan lain, mengapa pemerintah memaksa perempuan Yahudi
Ethiopia membatasi kelahiran, dengan memberi suntikan pencegah
kesuburan.
Data lebih menarik, dan sangat
menyedihkan, sebanyak 40 persen Yahudi Ethiopia menjadi tentara tapi
dengan gaji 100 dolar, Rp 1,2 juta, per bulan. Jumlah yang membuatnya
tak bisa bayar tagihan telepon dan makan.
Akibatnya, banyak dari mereka
bekerja paruh waktu. Ketika terlambat bertugas, mereka masuk penjara
militer dengan alasan mangkir.
Dulu, hanya remaja di atas 18
yang bisa ditahan jika membuat ulah. Kini, remaja yang ditahan adalah
mereka yang berusia di bawah 18. Akibatnya, 30 persen remaja Yahudi
Ethiopia menghuni rumah tahanan.
Rasisme di Ethiopia memiliki
akarnya di tahun 1950-an, ketika kelompok-kelompok migran dari Eropa
datang dan orang Arab lokal dianggap orang luar oleh elit Yahudi.
Rasisme di antara Yahudi terus
berkembang, dan terlihat jelas di setiap pemilu. Orang-orang Yahudi
Eropa; Shepardim dan Azkenazim, menyebut Yahudi Arab -- sering pula
disebut Yehudim Aravim atau Yahudi Mizrahi -- Neanderthal.
Yahudi Ethiopia, kendati
digambarkan sebagai orang yang ramah, dianggap primitif dan bodoh, yang
hanya berhak atas pekerjaan terendah. Mereka juga dijauhi oleh sekolah
elit dan masyarakat papan atas.
Yang kini masih diam adalah
Yahudi Rusia, atau Yahudi Ultra-Orthodox. Tidak ada sebutan spesifik
untuk mereka, tapi elite Yahudi menyingkirkan mereka.
Kini, Yahudi Ethiopia telah
berteriak. Pertanyaannya, apakah mungkin mereka bisa mengubah tren yang
mengakar sedemikian kuat di masyarakat Yahudi?
Jawabnya; Tidak.
Orang Yahudi mengidentifikasi
diri sebagai kulit putih, bukan hitam. Jika demikian, mereka mengingkari
kitab suci. Ya, dan itu sesuatu yang telah dilakukan ribuan tahun.
INILAH - ATJEH CYBER