Foto : orang hutan(ayat s karokoro suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Tim Human Orangutan Conflict Response Unit–Orangutan Informati...
Foto : orang hutan(ayat s karokoro |
suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Tim Human Orangutan Conflict Response
Unit–Orangutan Information Center (HOCRU-OIC), menggagalkan upaya perdagangan
anak orangutan Sumatera, yang akan dibawa keluar hutan Aceh Tamiang, Aceh.
Panut
Hadisiswoyo, Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari OIC, Rabu (27/5/15),
mengatakan, ia bermula dari informasi Sunarno, warga Tamiang Hulu, pada 17 Mei.
Dia menyebutkan, warga menangkap orangutan yang muncul di kebun mereka.
Tim
menuju kelokasi. Krisna, staf HOCRU-OIC langsung mencari tahu keberadaan
orangutan itu. Mereka mendapat kabar orangutan itu melarikan diri. Namun tim
tak begitu saja percaya.
Bersama
Azharuddin, staf Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Aceh Tamiang, mereka
mengungkap keberadaan orangutan disembunyikan warga bernama Bagiok.
Ketika
akan disita, Bagiok menolak dan berkelit. Tim menuju Resort KSDA Aceh Timur,
membuat surat perintah penyitaan.
Dari
Resort Aceh Timur, Azharuddin dan Suparman mendampingi tim. Bersama kepala desa,
polmas, babinsa dan staf BKSDA, tim kembali ke rumah Bagiok meminta penyerahan
orangutan.
Setelah
mendengar penjelasan status satwa ini dilindungi UU dan ada ancaman pidana dan
denda bagi yang menjual atau memelihara, Bagiok ciut. Dia bersedia menyerahkan
orangutan itu.
Dari
pemeriksaan awal BKSDA, diketahui orangutan akan dibawa ke Medan, untuk dijual.
Bagiok mengaku, akan menjual Rp2.500.000.
Anak
orangutan jantan ini berusia sekitar tiga atau empat tahun. Ia tampak trauma.
Pemeriksaan fisik, ditemukan indikasi gangguan pencernaan dan cacingan.
Guna
evakuasi dan rehabilitasi, orangutan dititipkan di Karantina Sumatran Orangutan
Conservation Program (SOCP), Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Mulai sidang
Sementara
itu, di Medan, kasus perdagangan orangutan, Vast HN, sudah memasuki
persidangan. Sidang perdana pada Senin (18/5/15) di PN Medan.
Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Emmy Frasiska Manurung, mendakwa Vast, diduga otak pelaku
perdagangan orangutan melanggar UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman lima tahun penjara.
Emmy
menyatakan, terdakwa tertangkap tangan mencoba transaksi anak
orangutan di Desa Rumah Deras, Sibiru-Biru, Deli Serdang, Sumut.
Dia
menyatakan, JPU akan menghadirkan saksi ahli, tim BBKSDA Sumut yang menangkap
tangan terdakwa Vast.
Fitri Norch, saksi ahli JPU mengatakan,
orangutan merupakan satwa dilindungi UU. Angka perburuan orangutan tinggi,
maka masuk Apendiks 1 Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Penyebaran
orangutan di Indonesia, katanya, sangat terbatas, hanya di Kalimantan dan
Sumatera seperti di Taman Nasional Gunung Leuser Langkat dan hutan Aceh.
Pengembangbiakan jugan lamban.
Wildlife
Crime Unit-WCS menyatakan, Vast salah satu pemain besar dalam jejaring
perdagangan satwa online di Medan, melalui Facebook, dan grup Blackberry
Messenger (BBM).
Ini berdasarkan fakta temuan mereka pertama kali dari
pengakuan Dedek Setiyawan, jaringan Vast yang sudah vonis.
Catatan
WCS, Vast, pernah memperdagangkan berbagai satwa dilindungi, antara lain kucing
hutan, elang, rangkong, merak hijau, merak Sumatera, owa, siamang, anakan buaya
dan lain-lain.
Dia bahkan sanggup memenuhi permintaan kulit harimau, taring
harimau dan orangutan, kulit dan tanduk rusa.
Vast juga rutin memenuhi
permintaan jenis satwa tidak dilindungi seperti berbagai jenis ular, biawak,
musang, berang-berang, kura-kura dan lain-lain.
Irma
Hermawati, Policy and Legal Advisor Wildlife Crime Unit-WCS, mendorong majelis
hakim memberi hukuman dan denda maksimal mengingat peran penting pelaku. (mongabay co.id)