HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Suprapto, Kadus yang Berbisnis Lidi Sawit

Foto : pengrajin lidi sawit(dede/stc)  suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Ingin mendapatkan penghasilan tambahan, seorang kepala dusun...

Foto : pengrajin lidi sawit(dede/stc) 
suara-tamiang.com, ACEH TAMIANG -- Ingin mendapatkan penghasilan tambahan, seorang kepala dusun (kadus) di Desa Seunebok Baru, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang, mencoba merintis usaha menjadi pengumpul lidi sawit, yang dibelinya dari para pencari yang kebanyakan tersebar di daerah perkebunan.

Namanya Suprapto (47), kemarin di kediamanya Dusun Asahan Malfinas, mengaku sudah sekitar lima bulan menggeluti bisnis mengumpul lidi sawit. 

Dalam 10 hari dia mampu mendapatkan lidi sawit sebanyak dua ton, kemudian bahan baku yang biasanya untuk dijadikan sapu lidi tersebut dijualnya kepada toke besar di Medan, Sumatera Utara, dengan harga Rp 2.000 sampai Rp 2.700/kg.

"Saya coba memanfaatkan apa saja potensi yang ada disekitar untuk dijadikan bisnis sampingan, termasuk lidi sawit. Apalagi bahan bakunya melimpah, mudah didapat dari mana saja. 

Selamaini, lidi merupakan barang yang masih terbuang sia-sia, jadi coba kita sulap menjadi uang," papar Suprapto.

Dikatakan, harga lidi sawit kadang fluktuatif, di tingkat toke besar. Hal demikian membuatnya harus menyesuaikan harga kepada para pencari langganannya. 

Saat ini para pencari lidi sawit langganan Suprapto tersebar di sejumalh desa, bahkan ada yang berasal dari luar Aceh Tamiang.

"Langganan saya sudah ada hampir 100 orang. Yang terjauh dari kawasan Timbang Langsa, Desa Alur Dua, Kota Langsa," ujarnya.

"Sebulan terakhir ini harganya turun. Jika lidi kering kami berani beli Rp 1.600 sampai Rp1.800/kg, sebaliknya bila kondisi lidi lembab atau basah kami hargai Rp 1.000 hingga Rp 1.200/kg. 

Lidi yang bagus berwarna kuning kecoklatan, bila bahan baku lembab warna lidinya akan menghitam dan harga jualnya dihitung persen," rinci Suprapto yang didampingi istrinya Sutarti.

Menurut Suprapto, harga tertinggi yang pernah dia rasakan selama menjadi agen pengumpul lidi sawit berkisar Rp 2.700/kg. Namun harga tersebut tidak bertahan lama, di putaran selanjutnya sudah turun kembali.

"Setahu saya lidi sawit ini barang ekspor ke beberapa negara antara lain India dan Pakistan. Namun saya tidak tahu lidi sawit dipakai untuk campuran bahan apa. 

Di sisi lain, harganya saat ini belum sebanding di tingkat pencari dan agen bila pasarnya tembus luar negeri. 

Jika harga terlalu murah, maka berdampak pada minat para pencari yang menurun drastis, yang kadang membuat kami tidak mendapatkan bahan baku maksimal," ujarnya.

Kendati demikian, dikatakan bapak tiga orang anak ini, selagi masyarakat masih mau menanam pohon kelapa sawit, maka bisnis lidi diprediksi tak ada matinya. 

"Sebanyak apa pun kami kirim ke toke besar di Medan, bakal ditampung. Bahkan toke tersebut meminta pengiriman dilakukan setiap hari," ungkapnya.

Diceritakan, di awal-awal usaha yakni pada Januari 2015, dia rutin mengirim lidi sawit setiap seminggu sekali. 

Bahkan bila para anggota pencari lidi aktif, bahan baku sering melimpah, membuat Suprapto sampai kehabisan modal. Namun seiring waktu berjalan, pengiriman hanya 10 hari sekali. 

Dalam sekali putaran, dia mengeluarkan biaya pembelian dan trasportasi sebanyak Rp 5 juta untuk muatan 1,5 sampai 2 ton.

"Sekarang pengiriman tidak kami paksakan, karena bahan baku yang kami terima dari pencari kadang sebagian kualitasnya buruk, sehingga perlu waktu untuk menjemurnya kembali," imbuhnya.

Menurutnya, perlu waktu satu hari penjemuran di terik matahari penuh untuk mendapatkan lidi berkualitas bagus. 

Kategori lidi berkualitas, setelah diraut dan langsung dijemur, masih lentur tak mudah patah, baunya harum dan tidak apek, serta berwarna kuning kering tidak berjamur.

"Kami selalu menyarankan kepada pencari agar lidi yang selesai diraut untuk diikat ukuran kecil, baru dijemur sehingga cepat kering. 

Sehingga tidak merepotkan untuk penjemuran ulang. Di sisi lain, bila lidi kering, harganya pun berani kami beli mahal," ujarnya.

Sementara istrinya, Sutarti menambahkan, dari penghasilan wirausaha lidi sawit tersebut, uangnya dikumpul untuk putaran modal berikutnya. 

Sebagian lagi untuk modal bersawah, karena selain jadi kadus dan pengumpul lidi sawit, profesi sehari-hari Suprapto adalah petani.

"Dari keuntungan bisnis lidi ini memang belum bisa beli apa-apa. Tapi hasilnya lumayan, selain bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga juga bisa menabung untuk keperluan lain," tuturnya.

Lalu bagaimana dengan tugas utama sebagai kadus? Suprapto kembali mengatakan, usaha sampingannya itu sama sekali tidak mempengaruhi tugas dan tanggungjawabnya sebagai perangkat desa. Semua bisa dilakukan dengan baik. (dede/stc)