Foto : Ilustrasi (sakti.tv) suara-tamiang.com , MANYAK PAYED -- Oknum Manager PT.Perkebunan Nusantara (PTPN) I unit Kebun Lama yang be...
Foto : Ilustrasi (sakti.tv) |
suara-tamiang.com, MANYAK PAYED -- Oknum
Manager PT.Perkebunan Nusantara (PTPN) I unit Kebun Lama yang berkantor di Kota
Langsa dinilai arogan dan semena-mena terhadap harta milik karyawannya.
Dikarenakan, sang Manager telah memerintahkan bawahannya, pejabat setingkat
Asisten Kebun dan Mandor 1 di Afdeling V Desa Bukit Panjang 1 Kecamatan Manyak
Payed, Aceh Tamiang. Untuk menebang sejumlah pohon kayu yang berada
diperkarangan belakang rumah karyawan dengan dalih untuk dijadikan bahan
merehabilitasi rumah karyawan PTPN I yang sudah usang.
Dari
Informasi yang dihimpun dilapangan, penebangan kayu milik karyawannya yang kini
sudah memasuki pensiun tersebut dimulai pada tanggal 20 Mei 2015 lalu, sebanyak
tiga pohon kayu jenis kapuk telah roboh ke bumi dihantam mesin chinsaw (gergaji
mesin) tukang potong pohon yang dibawa Asisten Afdeling. Dikarenakan ada protes
dari pemilik pohon, penebangan sempat terhenti. Belum ada penyelesaian yang
konkrit antara pemilik dengan Manager, pihak PTPN I kembali melakukan
penebangan pohon.
Menurut
Suratik (50) pohon kayu itu (Kapuk, Mangga dan Kelapa), dapat hidup menjulang
dan besar karena ditanamnya, bukan tumbuh dengan sendirinya. Sementara oknum
Manager dan bawahannya yang melakukan penebangan, beranggapan lain. Jika
tumbuhnya di lahan HGU milik PTPN I, maka pohon tersebut dapat dikuasai dan
dimanfaatkan kapan saja, tanpa harus mengganti rugi.
Jelas,
perbuatan otoriter oknum pejabat PTPN I ini, selain melukai perasaan pemilik
kayu yang notabenenya pernah memberikan bakhtinya kepada PTPN I. Juga perbuatan
ini, menunjukkan masih adanya sistem feodalisme di tubuh perkebunan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) ini. Karena, secara tiba-tiba, tanpa permisi Asisten
Afdeling V yang baru saja menjabat empat bulan mendatangkan tukang chinsaw dan
langsung saja melakukan penebangan pohon yang bukan ditanam oleh pihak
perusahaan melainkan hasil jerih payah pribadi karyawannya.
“Kami
sadar hanya numpang diperumahan kebun ini, sehingga tidak mampu berbuat banyak”
ujar Suratik menyadari dirinya orang kecil dari ulah perbuatan Manager,
terkesan manajemen perusahaan masih memakai gaya kolonialisme dengan memandang
sebelah mata terhadap hak-hak karyawan. “Memang suami saya sudah pensiun, namun
dikarenakan pihak perusahaan (PTPN I) belum melunasi hak kami, yakni SHT belum
lunas dibayar. Maka kami masih menempati rumah kebun ini” jelasnya.
Sementara
Sridapat (52) suaminya mengakui dirinya pernah dipanggil Asisten Personalia
Umum (APU) Kebun Lama untuk duduk bersama Asisten dan Mandor 1 Afdeling V Desa
Bukit Panjang 1, guna menyelesaikan persoalan tersebut. Dari hasil musyawarah
tersebut, dirinya dapat menerima. “Tapi anak saya tidak dapat menerima dan
masih mempertanyakan ganti rugi terhadap pohon yang telah ditebang”ungkap
Sridapat.
Ditempat
terpisah, Dedek anak dari pasangan Sridapat dan Suratik yang tinggal satu rumah
dengan kedua orang tuanya, mengatakan kekecewaan terhadap kinerja manajemen
perusahaan yang tidak menghargai hak karyawan. “Memang nilainya tidak seberapa,
tapi cara manajer, asisten dan mandor yang mengabaikan etika, belum dapat saya
terima”ketus Dedek.
Untuk itu,
dirinya akan mempertanyakan ke kantor pusat PTPN I Langsa tentang hak atas kayu
orang tuanya yang sudah ditebang. Dan, dirinya merasa aneh saat mendengar pohon
kayu kapuk dipergunakan untuk perbaikan rumah karyawan, karena semua orang tahu
kayu kapuk sangat lunak dan tak mampu bertahan lama. Kecuali digunakan untuk
mal cor semen pondasi.
Sementara,
menurut keterangan tukang chinsaw, kayu durian dan mangga yang telah ditebang
terlebih dahulu untuk dijadikan bahan broti ukuran 2x3 dan 2x4 inci. Manager
Unit Kebun Lama Wagito melalui Tomi Asisten Afdeling Bukit Panjang mengakui
penebangan pohon atas perintah Manager. Dan asisten juga mengakui bahan kayu
tersebut untuk perbaikan rumah karyawan.