HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Manusia Perahu Jadi Dilema Pemerintah Indonesia

Foto : manusia perahu  suara-tamiang.com -- TNI mengaku aksi untuk mencegah manusia perahu merapat di Indonesia merupakan upaya mempert...

Foto : manusia perahu 
suara-tamiang.com -- TNI mengaku aksi untuk mencegah manusia perahu merapat di Indonesia merupakan upaya mempertahankan kedaulatan negara. Meski demikian, TNI menegaskan siap membantu para pengungsi yang membutuhkan pertolongan darurat.

“Jika ada perahu, seperti perahu yang mengangkut pengungsi, yang bermasalah, tentunya kami akan membantu,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Fuad Basya.

Indonesia telah memberikan bantuan kepada para pengungsi seperti yang selayaknya dilakukan dalam krisis kemanusiaan, tambahnya. 

Bantuan tersebut antara lain berupa bahan bakar, makanan, dan obat-obatan yang dikirimkan ke perahu-perahu yang masih terombang-ambing.

Meski demikian, pemerintah meminta perahu-perahu tersebut mengikuti prosedur yang berlaku. 

TNI bertanggung jawab memastikan siapapun yang memasuki wilayah Indonesia mematuhi peraturan, yang berarti para pendatang mesti menerima dokumen yang diperlukan sebelum masuk. Hal tersebut tak mungkin diterapkan bagi para pengungsi yang kini terdampar di laut. 

Mereka sebelumnya mengupahi kawanan penyelundup manusia untuk membawa mereka keluar dari Bangladesh dan Myanmar.

Jika peraturan tidak bisa dipenuhi, tugas TNI adalah mencegah mereka masuk, kata Fuad. Saat ini, empat kapal TNI tengah berpatroli di sekitar bagian utara Pulau Sumatra untuk melakukan tugas itu.

Terlepas dari prosedur resmi, saat ini Indonesia telah menampung sekitar separuh dari 3.000-an pengungsi Rohingya dan Bangladesh yang mendarat di Aceh. 

Para anggota kawanan penyelundup, yang tadinya mengantarkan mereka, telah kabur dari perahu untuk menghindari kejaran pihak berwenang Thailand. Saat ini, masih ada perahu-perahu yang terabaikan di lautan. 

Sejumlah lembaga donor cemas korban jiwa akan berjatuhan, karena stok makanan dan air di perahu-perahu itu semakin tipis.

Lilianne Fan, peneliti kebijakan kemanusiaan di lembaga penelitian Overseas Development Institute yang berkantor di Bangkok, menuntut Indonesia, Thailand, dan Malaysia menampung para manusia perahu.

Jika tidak, “negara-negara ini pada intinya bersikap bahwa orang-orang yang tidak mendapat pengakuan resmi secara hukum tidak layak diselamatkan. Dalam pikiran saya, itu sikap yang tak dapat diterima,” ujarnya.

Pengungsi membersihkan diri di pantai
Pengungsi membersihkan diri di pantai di tempat penampungan Kuala Langsa, Aceh, 18 Mei 2015. (Ulet Ifansasti/Getty Images)

Kaum Rohingya, warga penganut Islam yang berasal dari Myanmar, telah menjadi korban ketidakjelasan status pengungsi sejak 2009. Kala itu, warga Rohingya mulai berduyun-duyun meninggalkan Myanmar untuk menghindari penganiayaan dan kekerasan sektarian.

Human Rights Watch menuding Indonesia, Thailand, dan Malaysia melakukan “ping-pong tiga arah” karena menolak mengemban tanggung jawab atas nasib manusia perahu. 

Meski demikian, sejumlah pengungsi akhirnya ditampung di tiga negara tersebut. Banyak di antara mereka dijemput oleh nelayan, yang menemukan mereka terombang-ambing di perahu yang reyot.

Bagaimanapun, lembaga-lembaga donor mengkritik angkatan laut ketiga negara. Alih-alih meluncurkan operasi pencarian dan penyelamatan, angkatan laut malah menghabiskan sumber daya untuk mencegah para pengungsi masuk, kata lembaga donor.

Sikap ketiga negara itu bisa saja dipicu oleh rasa kesal terhadap Myanmar, kata Fan. Negara asal kaum Rohingya itu dianggap tidak berbuat banyak untuk mengatasi masalah. 

Negara-negara Asean merasa “tak bisa menerima begitu saja arus [pengungsi] ini, tanpa ada semacam jaminan dari Myanmar bahwa negara itu akan mengambil tanggung jawab.” (harianaceh)