bongkahan batu giok asli dari aceh Oleh Helmy N. Hakim DUA mata pisau demokrasi selain membuka ruang bagi seluruh rakyat sebuah n...
bongkahan batu giok asli dari aceh |
Oleh Helmy N. Hakim
DUA mata
pisau demokrasi selain membuka ruang bagi seluruh rakyat sebuah negara
untuk berpartisipasi dalam kebijakan negara, Demokrasi juga memiliki
dampak buruk bagi kedaulatan negara. Demokrasi membuka ruang bagi negara
lain untuk mengintervensi kebijakan sebuah negara.
Pada negara diktator
hanya memungkinkan negara lain lewat satu pintu yaitu pemimpin diktator
itu sendiri, jika sang diktator tidak bersahabat dengan negara yang
memiliki kepentingan, maka sudah dipastikan tidak ada pintu lain yang
bisa dimasuki.
Di negara demokrasi seperti Indonesia, negara
asing memiliki banyak pintu. Dengan sistem trias politica khas negara
demokrasi, sebuah negara memiliki beberapa pintu untuk mempengaruhi
kebijakan sebuah negara Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Ditambah
dengan pilar ke empat demokrasi yaitu media. Pintu lainnya adalah
organisasi sipil baik ormas maupun LSM.
Kebijakan yang tidak
kentara dipengaruhi oleh asing adalah kebijakan lingkungan di Indonesia,
misalnya LSM ‘Impor’ Greenpeace yang dalam aktivitasnya selalu bersuara
keras untuk sawit yang notabene konsumennya adalah eropa dan amerika
sendiri, namun bila kita jeli memperhatikan Greenpeace tidak bersuara
mengenai gunung emas yang dilubangi oleh freeport dan telah menjadi
lembah akibat pengerukan emas selama puluhan tahun dengan dalih mereka
hanya fokus pada isu perkebunan dan kelautan.
Untuk Aceh, Aceh
disuruh jaga hutannya dimana luas seluruh hutan di Aceh jauh lebih luas
dari jumlah total kota-kota yang sudah dibangun di Aceh. Bagi awam ini
terdengar keren dan ‘ilmiah’, padahal hutan adalah simbol
keterbelakangan dan ketertinggalan.
Kita butuh hutan, kita wajib
menjaga lingkungan, tapi yang lebih penting kita butuh rakyat Aceh bisa
sejahtera dari pengolahan alamnya sendiri.
Kebijakan ‘aneh’ terakhir adalah penutupan tambang batu Giok
oleh pemerintah yang oleh salah satu LSM nasional yang berkantor di
Aceh berpotensi merusak lingkungan. Untuk memilih batu giok dan batu
mulia lainnya tidak sembarangan batu dapat diambil. Terlebih usaha
penambangan batu mulia sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Penambangan giok
Penambangan batu giok tidak seserampangan batu gunung yang diambil untuk pondasi rumah dan batu gamping yang menjadi bahan baku semen. Sebelum memotong sebuah batu, penambang harus menyeleksi batu. Karena sangat merugikan dan melelahkan bila memotong batu yang ternyata bukan batu mulia. Bukankah eksploitasi batu yang dilakukan pabrik semen di Lhoknga jauh lebih masif dan batu gunung yang pascatsunami digunakan untuk pemecah ombak jauh lebih banyak? Ada apa di balik alasan isu lingkungan yang digunakan untuk menutup tambang giok oleh rakyat?
Penambangan batu giok tidak seserampangan batu gunung yang diambil untuk pondasi rumah dan batu gamping yang menjadi bahan baku semen. Sebelum memotong sebuah batu, penambang harus menyeleksi batu. Karena sangat merugikan dan melelahkan bila memotong batu yang ternyata bukan batu mulia. Bukankah eksploitasi batu yang dilakukan pabrik semen di Lhoknga jauh lebih masif dan batu gunung yang pascatsunami digunakan untuk pemecah ombak jauh lebih banyak? Ada apa di balik alasan isu lingkungan yang digunakan untuk menutup tambang giok oleh rakyat?
Alam butuh keseimbangan, bukan
penjagaan yang berlebihan. Tuhan memberi alam sebagai karunia untuk
manusia agar bisa dimanfaatkan dengan tanpa melampaui batas. Upaya
mempertahankan hutan dan lingkungan yang melampaui mempertahankan
manusia yang hidup di suatu wilayah, tidak dapat lagi disebut sebagai
sesuatu yang ideal, ilmiah atau keren. Karena itu adalah sesuatu yang
politis. Bila dalam konteks negara “kepentingan Nasional” di atas
segalanya dalam konteks lingkungan kebijakan yang mengutamakan
“kepentingan manusia” juga menempati posisi yang sama.
Kita bisa
melihat bagaimana Amerika Serikat negara tempat lahir greenpeace menolak
menandatangani Protokol Kyoto yang disepakati pada masa George W Bush
berkuasa. Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja
PBB tentang Perubahan Iklim. Bush tidak mungkin mengorbankan sektor
ekonomi Amerika, karena satu tulang punggung ekonomi Amerika adalah
industri otomotif dan mesin-mesin industri dunia berasal dari Amerika.
Lagi pula dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk membangun
teknologi-teknologi ramah lingkungan.
Bush tidak salah, ia sangat
rasional. Mempertahankan keberlangsungan hidup rakyatnya jauh lebih
penting saat itu ketimbang partisipasi isu iklim yang dampaknya tidak
terlalu signifikan daripada ia harus berhadapan dengan kelesuan dunia
industri karena harus menaikkan harga produk yang “ramah lingkungan”.
Bush
bahkan sempat dijuluki Texan toxic (orang Texas beracun) karena
penolakannya menandatangani protokol kyoto. Bush tahu benar bahwa
ide-ide berbau green, environment adalah senjata-senjata yang mereka
ciptakan untuk “menembak” negara-negara berkembang untuk menghambat laju
pertumbuhan Industri negara-negara berkembang yang bila dibiarkan akan
menjadi pesaing keras bagi industri-industri negara maju.
Isu lingkungan
Terlebih penghasil emisi besar dan kontributor perusak lingkungan sebenarnya adalah mereka sendiri lalu menyuntikkan doktrin isu lingkungan pada masyarakat negara berkembang agar beban itu tidak mereka tanggung sendiri. Maka senjata isu lingkungan itu bukan buat untuk bunuh diri mereka sendiri. Bersediakah Aceh yang miskin dan minim industri terus menerus ‘ditembak’ senjata yang sama? Sementara negara maju tak henti-henti merusak lingkungan dalam skala besar demi kemakmuran mereka sendiri?
Terlebih penghasil emisi besar dan kontributor perusak lingkungan sebenarnya adalah mereka sendiri lalu menyuntikkan doktrin isu lingkungan pada masyarakat negara berkembang agar beban itu tidak mereka tanggung sendiri. Maka senjata isu lingkungan itu bukan buat untuk bunuh diri mereka sendiri. Bersediakah Aceh yang miskin dan minim industri terus menerus ‘ditembak’ senjata yang sama? Sementara negara maju tak henti-henti merusak lingkungan dalam skala besar demi kemakmuran mereka sendiri?
Politik Internasional sangatlah keras dan kejam. Upaya
intervensi dapat berlangsung dengan berbagai cara baik melalui ancaman,
sabotase dan perang maupun secara lembut dengan kampanye isu melalui
media, wacana tak jarang jurnal ilmiah. Jelilah mengkaji agar kita tidak
terjebak kepentingan asing. Untuk para penambang Batu Giok, teruslah menambang dengan tetap menjaga lingkungan sampai pemerintah mengerti apa yang seharusnya mereka lakukan.
Helmy N. Hakim, Alumnus Hubungan Internasional Unpas Bandung. Email: hsamahani@gmail.com