HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tak Bisakah Polisi Sumut Hidup Tanpa Memalak?

razia polisi di perbatasan aceh dan sumatera utara (modusaceh) suara-tamiang.com , Aceh Tamiang - Berbagai kalangan, tak terkecuali A...

razia polisi di perbatasan aceh dan sumatera utara (modusaceh)
suara-tamiang.com, Aceh Tamiang - Berbagai kalangan, tak terkecuali Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), mengecam arazia yang menjurus pada “pemerasan” terhadap mobil dan truk bernomor polisi BL (pelat Aceh) di Sumatera Utara (Sumut).

Kalangan DPRA mengaku masih banyak mendapat laporan dan keluhan masyarakat tentang aksi pemalakan tersebut, sehingga terkesan mobil-mobil berpelat BL belum “merdeka” masuk dan berlalu lalang di wilayah Sumut.

Bagai cerita bersambung, ada saja warga Aceh yang mengeluhkan perlakuan para polisi lalu lintas (polantas) terhadap mobil atau truk yang mereka kendarai saat masuk wilayah Sumut.

Sebagaimana diberitakan edisi Minggu (22/2) kemarin, pengalaman pahit saat dirazia, dirasakan Muhajir Juli. Warga Bireuen ini mengaku dicegat polisi Sumut saat menjemput ibunya ke Bandara Kuala Namu, Deliserdang baru-baru ini.

Ia dipungli gara-gara tak ada obat merah di dalam kotak P3K mobilnya. Pengalaman pahit itu dia tuangkan dalam tulisan berjudul “Karena BL, Kita Dihina” dalam blognya, jambomuhajir.blogspot.com dan dirilis kembali.

Peristiwa lainnya menimpa Wakil Bupati Aceh Tamiang, Iskandar Zulkarnain yang hendak menghadiri rapat untuk membahas soal pungli terhadap pelat BL di Mapolda Sumut, Rabu (18/2) lalu. Padahal ia naik mobil dinas BL 5 U. Tapi mobil ia diberhentikan karena berpelat BL dan ia menilai tindakan tersebut sangat berlebihan.

Belum lama ini ratusan sopir truk barang wilayah Gayo Lues dan Aceh Tenggara pun melakukan mogok karena mereka dipungli di sebuah jembatan dalam kawasan Sumut.

Fakta-fakta tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan fakta yang sebenarnya terjadi bahwa pemalakan yang berkedok razia di perbatasan Sumut adalah hal yang tak terbantah.

Tinggal lagi, adakah kesungguhan dan kepedulian Polda Sumut yang saat ini dipimpin Irjen Eko Hadi Sutedjo untuk membasmi praktik pemerasan tersebut? Hal ini penting dilakukan agar masyarakat Aceh tidak merasa dirinya terus-menerus didiskriminasi saat memasuki wilayah Sumut hanya karena membawa kendaraan berpelat BL.

Bukankah BL seperti halnya BK sama-sama merupakan pelat resmi yang dikeluarkan oleh lembaga Kepolisian RI? Jajaran Polda Sumut tentunya tahubahwa mobil-mobil berpelat BK, BA (Sumbar), dan B (Jakarta), maupun yang bernomor polisi lainnya bebas ke luar-masuk Aceh tanpa dirazia yang tujuannya untuk memalak pengendara.

Nah, mengapa polisi Sumut tak bisa memperlakukan dengan baik pengendara mobil BL ketika masuk Sumut, sebagaimana mobil berpelat BK diperlakukan oleh polisi di Aceh? Sadarilah bahwa tindakan diskriminatif tersebut justru dapat memancing tindakan serupa di Aceh.

Sudah seharusnya dibangun pos terpadu di perbatasan, terutama di Langkat, untuk memastikan bahwa razia dengan motif memalak pengendara dari Aceh tidak lagi berlanjut. Jangan biarkan pemalakan ini tumbuh subur tanpa tindakan tegas.

Semakin lama hal ini tidak teratasi, maka semakin beralasan orang Aceh berasumsi dan bertanya, “Tidak bisakah polisi Sumut hidup dan menafkahi anak istrinya tanpa memalak pengemudi dari Aceh?” (serambinews)