HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Ruang Terbuka Hijau Juga Berfungsi Sebagai Obat Stres

Taman Diponegoro Semarang Oleh: Suadi Di banyak kota besar, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi sarana relaksasi bagi wa...

Taman Diponegoro Semarang
Oleh: Suadi

Di banyak kota besar, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi sarana relaksasi bagi warga kota. RTH berperan penting menjaga kota tetap memiliki paru-paru kota di samping sebagai tempat relaksasi, taman hiburan alami, tempat interaksi sosial dan obat stress setelah bekerja seharian selama satu minggu penuh.

Ruang hijau sebagai terapi merelaksasi saraf dan menghilangkan stress kini kian menyusut. Lahan-lahan RTH banyak beralih fungsi menjadi pusat bisnis, bangunan, serta kegiatan komersial lainnya. Maka tidak heran warga kota biasanya memenuhi kebutuhan menikmati ruang terbuka hijau di luar kota Medan seperti Berastagi, Bukit Lawang, Sayum Sabah dan kawasan perkebunan teh.

RTH tidak hanya berperan sebagai wahana relaksasi, obat stress dan sarana interaksi sosial warga kota, RTH juga memiliki peran menjaga kondisi udara tetap segar, menyuplai oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis daun pohon dan menyerap gas beracun seperti karbondioksida dan polusi. Bila kondisi kota sedikit RTH namun dipenuhi hutan beton bangunan, maka jangan heran suhu dan temperatur di kota sangat panas, gersang, cuaca ekstrem, tidak segar dan menjadi sumber penyakit pernafasan.

RTH Obat Stres
Bagi warga desa, menikmati alam hijau penuh pepohonan rindang adalah hal biasa. Namun, di desa kini juga semakin terdesak dengan pembangunan pesat dan beralihnya fungsi lahan pertanian dan RTH menjadi areal tanaman kelapa sawit, karet dan tanaman perkebunan lainnya. Namun secara umum, di desa kesempatan menikmati pemandangan pepohonan hijau, udara segar dan bebas polusi lebih besar dibandingkan dengan yang tinggal di kota.

Di Kota Medan sendiri RTH juga kian susut. Seperti di kawasan Lapangan Merdeka, kini dipenuhi kegiatan bisnis komersial kuliner dan banyak dibangun bangunan yang membuat taman kota di titik nol kota Medan nampak tertutupi dan hilang pesona keindahannya. Terlebih proses dibangunnya perparkiran untuk penumpang kereta api yang memakan sebagian areal taman RTH Lapangan Merdeka dan menggusur ikon penjual buku bekas.

Tempat yang seharusnya menjadi obat stress murah berkeliling taman kota sambil melihat-lihat buku murah dan menikmati segala macam buku murah kini sudah tiada karena sudah pindah ke jalan Pegadaian. Bisa dibayangkan bila suatu saat nanti kepentingan pebisnis punya modal lebih besar dan dibacking pejabat-pejabat lokal, bisa-bisa kawasan Lapangan Merdeka terjual dan tinggal sejarah.

Demikian pula di sekitar RTH dekat Stadion Teladan. Kini dipenuhi pedagang kaki lima dan beragam pedagang seperti sepatu, mainan, dan lain-lain. Jika ditata lebih tertib dan sesuai keindahan tidak mengapa. Ini malah kadang pengunjung yang mau berjalan berkeliling di seputar taman dekat Teladan dilarang memparkirkan sepeda motor di depan lapak pedagang kaki lima jika tidak membeli barang dagangannya. Sejak kapan pinggir taman kota tersebut dimiliki si pedagang.

Seharusnya di situ ramah terhadap pengunjung dan membuat pengunjung nyaman. Bila pemerintah kota membiarkan hal tersebut terjadi, suatu saat bukan mustahil RTH yang harusnya menjadi tempat rekreasi warga kota, tempat menikmati pemdangan hijau, tempat berinteraksi sosial membawa keluarga anak istri dan tempat mengobati stress setelah bekerja seharian selama seminggu menjelma menjadi Ruang Terbuka Pedagang kaki lima karena semakin menjamurnya jumlah pedagang kaki lima dibandingkan jumlah pepohonan yang ada.

Kota Ramah
Medan pernah menyandang gelar kota ramah anak dan kota pemenang Piala Adipura. Sudah seyogyanya Pemkot tidak hanya sibuk di saat tim penilai dari Jakarta untuk menilai. Tim dari Jakarta datang barulah sibuk membersihkan setiap sudut kota, membenahi apa yang bakal dinilai dan mempercantik diri. Padahal begitu tim penilai pergi, kondisi kota kembali seperti semula kotor, semrawut, kemacetan dan taman kota sangat terbatas.

Misalnya lihat saja di perempatan jalan Pasar Sukaramai, Simpang Cirebon, Pasar Brayan, Simpang Glugur dan jalan-jalan lain. Kemacetan dan sampah banyak menggunung. Bila melihatnya secara langsung, rasa-rasanya mustahil Kota Medan pernah mendapatkan predikat kota terbersih se-Indonesia.

Kota yang ramah menyediakan ruang terbuka hijau yang cukup buat warganya. Di samping itu juga ramah bersih dari sampah dan bebas macet. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Medan dan meningkatnya jumlah komuter dari luar Kota Medan, tidak menjadi alasan bagi Pemko Medan untuk tidak bisa membenahi masalah tersebut.

Kota Medan memang perlu seorang walikota yang disiplin, keras dan berani untuk membuat terobosan dan gebrakan agar Kota Medan tampil lebih ramah, memiliki ruang terbuka hijau yang cukup, membuat sehat dan tidak stress warganya! ***

Penulis adalah alumnus UMSU Medan.