suara-tamiang.com , Aceh Tamiang | Sebagian besar petani di Kabupaten Aceh Tamiang justru mengeluh saat musim panen tiba. Mereka dirundu...
suara-tamiang.com, Aceh Tamiang | Sebagian besar petani di Kabupaten
Aceh Tamiang justru mengeluh saat musim panen tiba. Mereka dirundung persoalan
terkait hasil panen yang turun drastis, sementara harga jual juga murah.
Yudi, petani di Desa Jambo Rambong, Bandar Pusaka, yang dijumpai Kamis (12/2) mengatakan, harga padi bersih "terjun bebas" menjadi Rp 4.000/kg di tingkat agen pengepul. Padahal sebelum panen harganya mencapai Rp 6.000/kg.
Menurutnya, harga normal penjualan padi di kawasan tersebut berkisar Rp 4.500 sampai Rp 4.800/kg.
"Di sini sudah biasa, sewaktu panen harga pasti turun, petani selalu diiming-imingi harga tinggi di saat minim stok padi," ucapnya.
Salah satu ketua kelompok tani di Desa Jambo Rambong, Katiran menjelaskan, saat ini pihaknya bukan hanya menanggung rugi dari harga penjualan, melainkan produksi yang kian merosot dibandingkan hasil panen tahun lalu.
Menurut Katiran, produksi turun disebabkan sejumlah factor, antara lain akibat dilanda banjir dan serangan hama/penyakit yang hingga kini belum ada penangkalnya.
"Pengaruh utama, banjir merendam seluruh tanaman membuat padi banyak mati. Selain itu serangan hama walang sangit meningkat, dibarengi munculnya penyakit cekek leher atau patah mayang yang membuat bulir padi kebanyakan kosong saat dipanen," ulas Katiran.
Disebutkan, hasil panen padi kali ini menurun 300 sampai 400 kg per hektare, atau dalam per rante turun sekitar 50 kg.
Sementara Ketua KTNA Kecamatan Manyak Payed, Wayan melaporkan, produksi padi di Desa Simpang Lhe dan Desa Sampaimah juga turun. Di Manyak Payed sendiri musim panen kali ini tidak serentak karena sebagian petani harus tanam ulang pascapadinya disapu banjir akhir tahun 2014.
Menurut data dari kegitan ubinan yang dilakukan BPS, mantri tani, KTNA kecamatan dan ketua kelompok tani, produksi padi di areal sawah Desa Simpang Lhe rata-rata 5,5 ton/hektare. Sementara di Desa Sampaimah 6 ton/hektare.
"Artinya hasil panen rata-rata menurun 500 sampai 700 kg/hektare dibandingkan produksi sebelumnya, diakibatkan banjir dan penyakit cekek leher," papar Wayan.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Tamiang Ir Fuadi saat ditanyai persoalan ini menjelaskan, pihaknya sedang mengadakan rapat dengan seluruh mantri tani di kecamatan.
Menurutnya, bantuan benih padi untuk lahan sawah puso akan disalurkan tahun ini juga agar membantu beban petani di musim turun sawah selanjutnya.Sementara mantri tani Kecamatan Manyak Payed Nely mengutarakan, produksi padi Desa Simpang Lhe sebenarnya tidak mengalami penurunan, hanya saja petani menananam padi jenis harum wangi yang bobotnya lebih ringan.
Selain itu dia membantah laporan ketua KTNA yang menyebutkan ada lahan sawah puso di kawasan desa tersebut.
"Meski terkena dampak banjir, namun tidak ada lahan sawah mengalami puso. Data itu kami dapat dari petaninya langsung dan berdasarkan kegiatan ubinan yang turut melibatkan petugas BPS kabupaten," ungkap Nely. (dede/stc)
Yudi, petani di Desa Jambo Rambong, Bandar Pusaka, yang dijumpai Kamis (12/2) mengatakan, harga padi bersih "terjun bebas" menjadi Rp 4.000/kg di tingkat agen pengepul. Padahal sebelum panen harganya mencapai Rp 6.000/kg.
Menurutnya, harga normal penjualan padi di kawasan tersebut berkisar Rp 4.500 sampai Rp 4.800/kg.
"Di sini sudah biasa, sewaktu panen harga pasti turun, petani selalu diiming-imingi harga tinggi di saat minim stok padi," ucapnya.
Salah satu ketua kelompok tani di Desa Jambo Rambong, Katiran menjelaskan, saat ini pihaknya bukan hanya menanggung rugi dari harga penjualan, melainkan produksi yang kian merosot dibandingkan hasil panen tahun lalu.
Menurut Katiran, produksi turun disebabkan sejumlah factor, antara lain akibat dilanda banjir dan serangan hama/penyakit yang hingga kini belum ada penangkalnya.
"Pengaruh utama, banjir merendam seluruh tanaman membuat padi banyak mati. Selain itu serangan hama walang sangit meningkat, dibarengi munculnya penyakit cekek leher atau patah mayang yang membuat bulir padi kebanyakan kosong saat dipanen," ulas Katiran.
Disebutkan, hasil panen padi kali ini menurun 300 sampai 400 kg per hektare, atau dalam per rante turun sekitar 50 kg.
Sementara Ketua KTNA Kecamatan Manyak Payed, Wayan melaporkan, produksi padi di Desa Simpang Lhe dan Desa Sampaimah juga turun. Di Manyak Payed sendiri musim panen kali ini tidak serentak karena sebagian petani harus tanam ulang pascapadinya disapu banjir akhir tahun 2014.
Menurut data dari kegitan ubinan yang dilakukan BPS, mantri tani, KTNA kecamatan dan ketua kelompok tani, produksi padi di areal sawah Desa Simpang Lhe rata-rata 5,5 ton/hektare. Sementara di Desa Sampaimah 6 ton/hektare.
"Artinya hasil panen rata-rata menurun 500 sampai 700 kg/hektare dibandingkan produksi sebelumnya, diakibatkan banjir dan penyakit cekek leher," papar Wayan.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Tamiang Ir Fuadi saat ditanyai persoalan ini menjelaskan, pihaknya sedang mengadakan rapat dengan seluruh mantri tani di kecamatan.
Menurutnya, bantuan benih padi untuk lahan sawah puso akan disalurkan tahun ini juga agar membantu beban petani di musim turun sawah selanjutnya.Sementara mantri tani Kecamatan Manyak Payed Nely mengutarakan, produksi padi Desa Simpang Lhe sebenarnya tidak mengalami penurunan, hanya saja petani menananam padi jenis harum wangi yang bobotnya lebih ringan.
Selain itu dia membantah laporan ketua KTNA yang menyebutkan ada lahan sawah puso di kawasan desa tersebut.
"Meski terkena dampak banjir, namun tidak ada lahan sawah mengalami puso. Data itu kami dapat dari petaninya langsung dan berdasarkan kegiatan ubinan yang turut melibatkan petugas BPS kabupaten," ungkap Nely. (dede/stc)
Foto : persawahan/Ilustrasi/wordpress.com